Kita biasa dengan istilah barang ”Ori” dan ”KW” saat jual beli produk. Ori untuk produk asli, KW untuk produk palsu/dipalsukan. Ada juga pemalsuan yang membahayakan kesehatan, bahkan bisa mengancam nyawa manusia.
Oleh
Gunawan Suryomurcito
·3 menit baca
Indonesia masih di peringkat ”tertinggi” sebagai negara mitra dagang Amerika Serikat yang dianggap kurang berhasil memberi perlindungan hukum atas hak kekayaan intelektual.
Indonesia masuk kategori priority watch list (PWL), berada dalam Special 301 Report dari United States Trade Representative (USTR). Indonesia sudah di peringkat tidak diinginkan tersebut sejak 1988.
Kita sudah biasa dengan istilah barang ”Ori” dan ”KW” saat jual beli produk. Ori untuk produk asli, KW untuk produk palsu/dipalsukan. Ada juga pemalsuan yang membahayakan kesehatan, bahkan bisa mengancam nyawa manusia, yaitu obat-obatan palsu yang hanya sedikit mengandung zat aktif obat atau nihil sama sekali. Alih-alih sembuh, sakit bisa tambah parah, bahkan meninggal.
Barang-barang KW banyak berasal dari China, khususnya produk-produk merek terkenal, juga suku cadang kendaraan bermotor. Produk-produk KW itu ada konsumennya sehingga banyak importir dan pedagangnya.
Pemerintah diharapkan proaktif dalam menanggulangi pelanggaran HKI itu. Secara normatif, yaitu dalam bentuk peraturan perundang-undangan, pemerintah sudah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2017 tentang Pengendalian Impor atau Ekspor Barang yang Diduga merupakan atau Berasal dari Hasil Pelanggaran HKI. PP tersebut diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK04/2018 yang memberi wewenang kepada Ditjen Bea dan Cukai untuk menegah barang impor yang melanggar HKI.
Di samping pemerintah yang proaktif, diharapkan pemilik HKI juga aktif mengadukan pelanggaran HKI kepada Polri atau penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) di lingkungan Ditjen Kekayaan Intelektual (DJKI). Tanpa pengaduan dengan bukti-bukti cukup, baik penyidik Polri maupun PPNS tidak bisa membedakan mana produk yang palsu/dipalsukan dan menindaknya secara hukum.
Di sisi lain, diharapkan tumbuh kesadaran hukum HKI di kalangan pedagang dan konsumen agar tidak menjual atau membeli produk-produk yang melanggar HKI.
Semoga sinergi pemerintah, penegak hukum, pemilik HKI, dan para pedagang serta konsumen bisa membuat Indonesia segera dikeluarkan dari daftar negara-negara yang diprioritaskan mendapatkan pengawasan USTR.
Gunawan Suryomurcito
Konsultan HKI, Pondok Indah, Jakarta Selatan
Jati Diri Kita
Sungguh memprihatinkan membaca kata-kata tidak pantas di ranah media sosial. Apalagi, kata-kata itu ditujukan kepada Presiden, ditulis oleh orang berpendidikan tinggi, bukan preman pasar. Jauh dari kesantunan dan keadaban.
Maka, membaca tulisan Zainoel B Biran dalam rubrik ini (Kompas, 21/8/2021) terasa sangat tepat. Tulisan itu menyebutkan, pertama, cara berbahasa Indonesia menunjukkan jati diri kita sebagai manusia Indonesia. Saya tambahkan, cara berbahasa seiring logical thinking seseorang.
Kedua, orang yang menempatkan dirinya ”serba-lebih” cenderung mengabaikan norma-norma sosial dan moral.
Jadi, sebagai orang Timur, kita semestinya bertutur kata sesuai nilai-nilai ketimuran. Juga sebagai bangsa yang berbudi luhur, kita tidak merendahkan orang lain. Akhirnya, sebagai manusia, kita berakal budi untuk bernalar logis.
Presiden Joko Widodo juga tidak keberatan dengan kritik. Tentu dengan tidak mengabaikan nilai-nilai budaya kita. Karena itu, marilah kita akhiri ujaran- ujaran yang tidak berguna, yang hanya saling melukai dan memperlebar perbedaan.
Harian Kompas sebagai media massa arus utama sering mencontohkan, bagaimana mengkritik dengan santun, tetapi tetap tepat sasaran. Bahkan, kritik yang sangat tajam sekalipun bisa disampaikan secara obyektif, independen, dan terukur.
Sekali lagi, mari kita utamakan persatuan dan kesatuan bangsa di atas kepentingan personal, kelompok, dan golongan. Mari kita bersama membangun bangsa.