Untuk mencapai tujuan investasi, seorang investor memerlukan berbagai instrumen guna memenuhi kebutuhannya. Penyusunan portofolio yang apik akan membuat tujuan investasi tercapai.
Oleh
Joice Tauris Santi
·3 menit baca
Untuk mencapai tujuan investasi, seorang investor memerlukan berbagai instrumen guna memenuhi kebutuhannya. Penyusunan portofolio yang apik akan membuat tujuan investasi tercapai. Penyusunan portofolio juga untuk menyebar atau mendiversifikasi risiko.
Menyusun portofolio bisa dilakukan dalam beberapa langkah. Pertama, memahami diri sendiri dan rencana investasi. Apakah investasi akan dilakukan dalam jangka panjang, menengah, atau pendek. Horizon investasi penting karena instrumen yang diperlukan untuk memenuhi tujuan investasi jangka panjang berbeda dengan jangka pendek.
Saham dan reksadana saham, misalnya, dapat digunakan untuk mencapai tujuan investasi jangka panjang. Sementara obligasi ritel untuk memenuhi kebutuhan investasi jangka menengah. Sementara untuk instrumen investasi jangka pendek yang lebih pendek dari satu tahun, reksadana pasar uang dapat menjadi pilihan.
Penting juga untuk mengetahui apakah kita termasuk investor yang konservatif, agresif, atau moderat. Toleransi risiko ini akan menentukan pemilihan instrumen. Investor yang moderat lebih cocok memilih reksadana saham atau campuran untuk mencapai tujuan investasi jangka panjangnya ketimbang memilih saham langsung. Investor agresif cocok memilih saham yang sangat berfluktuasi, tetapi berpotensi memberikan keuntungan besar.
Semakin tua seorang investor biasanya akan memilih instrumen yang lebih tidak berisiko. Porsi obligasi seri Fixed Rate atau obligasi korporasi yang memberikan imbal hasil tetap, ada baiknya lebih banyak ketimbang porsi saham. Seiring pertambahan usia, porsi instrumen rendah risiko akan membesar.
Sebetulnya, tidak ada aturan baku mengenai berapa persen perbandingan antara porsi instrumen berisiko rendah dan tinggi. Akan tetapi, ada rumus umum yang biasa dipakai, yaitu 100-usia = persentase instrumen berisiko tinggi, sisanya untuk investasi yang berisiko lebih rendah.
Semisal, untuk seorang investor yang berusia 30 tahun, dia dapat mengalokasikan 70 persen investasi pada aset atau instrumen berisiko tinggi seperti saham. Sisanya untuk instrumen yang berisiko lebih rendah seperti obligasi atau reksadana obligasi. Jika seorang investor berusia 60 tahun, porsi saham menjadi lebih kecil, sebaliknya obligasi menjadi lebih besar.
Investasi bentuk baru seperti crowdfunding dan platform peer to peer lending dapat menjadi alternatif. Demikian pula dengan aset kripto. Hanya, alternatif investasi ini harus dipelajari terlebih dahulu bagaimana risiko dan potensi keuntungannya, juga bagaimana fluktuasinya. Jika memang instrumen baru ini tidak sesuai profil risiko, tidak perlu dipaksakan untuk masuk dalam susunan portofolio.
Sebagai contoh, portofolio seorang investor yang berusia 30 tahun dengan tujuan investasi jangka panjang, dapat berisi reksadana pasar uang sebesar 10 persen, obligasi ritel 10 persen, reksadana obligasi 10 persen, saham berkapitalisasi besar 30 persen, saham berkapitalisasi menengah 25 persen, penyertaan pada crowdfunding 10 persen, dan aset kripto 5 persen.
Sebaliknya, portofolio seorang investor berusia 50 tahun berisi obligasi pemerintah 50 persen, obligasi korporasi 10 persen, reksadana campuran 10 persen, reksadana pasar uang 10 persen, saham 10 persen, penyertaan pada crowdfunding 5 persen, dan emas 5 persen.
Sekali lagi, tidak ada aturan baku mengenai komposisi portofolio ini. Semua berpulang pada kebutuhan dan toleransi risiko setiap investor. Jangan lupa untuk mengkaji portofolio ini secara berkala, semisal 6 bulan sekali agar tetap dapat mengikuti dinamika di pasar modal.