Empat Nada Jopie Item, Gitar, dan Kejayaan Band Pengiring
Kehadiran kembali Empat Nada mengingatkan pada kejayaan band dan gitar sebagai bintang musik pop, selain penyanyi yang mereka iringi.
Band Empat Nada beraksi dalam Konser Tujuh Ruang di DSS Music, 17 September 2021. Band ”ampuh” pada era 1960-an ini masih menyisakan sang gitaris, Jopie Item, dan pemain drum, Johnny Swadie.
Kehadiran kembali Empat Nada mengingatkan pada kejayaan band dan gitar sebagai bintang musik pop, selain penyanyi yang mereka iringi.
Jopie Item bergabung dengan Empat Nada pada 1967. Umurnya pada saat itu masih 17 tahun dan kini gitaris kawakan itu berusia 71 tahun. Selama 55 tahun lebih dia melakoni jalan hidup sebagai gitaris yang terus berdenting hingga hari ini.
Kehadiran kembali Empat Nada mengingatkan pada kejayaan band dan gitar sebagai bintang musik pop, selain penyanyi yang mereka iringi.
Pada pergelaran Konser Tujuh Ruang, Jopie, Johnny Swadie, dan kawan-kawan menunjukkan kejagoannya sebagai musisi. Jari-jari Jopie masih lincah menghadirkan cita suara atau sound Empat Nada yang ikut mewarnai era 1960-an.
Cita suara Empat Nada tak lepas dari sentuhan gitar Jopie Item, terutama pada album-album yang diproduksi Remaco pada 1967-1968. Jika dalam penutupan Konser Tujuh Ruang terdengar instrumental ”Si Isah”, itulah signature, paraf, atau sentuhan khas gitar Jopie Item yang juga ayah dari penyanyi Audy Item ini.
Paraf itu pula yang ikut menandai lagu yang dipopulerkan penyanyi kondang pada zamannya. Jika Anda ingat lagu ”Senandung Rindu” dari Tetty Kadi, denting dawai gitar yang terdengar dalam lagu itu adalah petikan Jopie.
Konser Tujuh Ruang memang tidak khusus menyuguhkan lagu-lagu Empat Nada. Pergelaran yang dimotori oleh aktivis musik Donny Suhardono dari DSS Music itu juga menampilkan lagu-lagu era 1960-1970-an.
Sebagai pembuka disuguhkan ”Wooly Bully” versi instrumental ala band The Ventures. Band asal Amerika Serikat ini merupakan salah satu referensi band-band di Indonesia era 1960-an, selain juga The Shadows dari Inggris.
Baca juga : Hari Radio Nasional dan Tantangan Bintang Radio
Kemudian disuguhkan lagu ”Senja di Kaimana” karya Surni Warkiman yang versi orisinalnya dibawakan Alfian diiringi band Zaenal Combo pimpinan gitaris Zaenal Arifin.
Kemudian ”Tak Kusangka” ciptaan A Riyanto yang aslinya dibawakan Tetty Kadi diiringi band Empat Nada pimpinan Jadin. Kemudian lagu ”Pesanku” ciptaan Hasmanan yang aslinya dibawakan Onny Suryono dengan iringan Orkes Osria pimpinan Oslan Husein.
”Home Band”
Band Empat Nada adalah home band atau band tetap di studio Remaco. Tugas band tetap adalah mengiringi para penyanyi yang merekam suaranya di perusahaan rekaman milik Eugene Timothy itu.
Sebelum lahir nama Empat Nada pada tahun 1967, Jopie Item adalah salah seorang musisi cabutan atau session player dalam band tetap di Remaco tersebut. Remaco kemudian menabalkan band tersebut sebagai band tetap atau home band.
Pada waktu itu, selain Jopie Item, sudah ada pemain Jantje pada bas dan Arifin pada gitar pengiring. Jopie kemudian mengajak Johnny Swandie, drumer dari band Buana Suara. Karena ada empat anggota, band itu secara spontan dinamai Empat Nada.
Baca juga : Lambaian Bunga untuk Koes Hendratmo
Jopie mengatakan, angka empat muncul begitu saja karena pada masa itu ada band Panca Nada pimpinan Enteng Tanamal. Pada awalnya, Empat Nada menyebut nama pemimpinnya adalah Jadin. Nama ini merupakan gabungan dua nama, yaitu Januar dan Hasanudin.
Mereka adalah dua operator senior di studio rekaman Remaco. Belakangan setelah band ini semakin solid, ditunjuklah Jopie Item sebagai leader. Salah satu fungsi pemimpin band, dikatakan Jopie, adalah menyusun aransemen musik pengiring lagu-lagu penyanyi dalam rekaman.
Dalam kapasitasnya sebagai leader, Jopie bersama Empat Nada pernah mengiringi sederet biduan top selama kurun 1967-1968. Mereka antara lain Tetty Kadi, Anna Mathovani, Lilies Suryani, Ernie Djohan, Deddy Damhudi, Ronie Yus, dan The Begoes. Formasi awal Empat Nada pada masa itu adalah Jopie Item pada gitar melodi, Johnny Swadie (drum), Jantje (Bas), dan Arifin (gitar pengiring).
Jopie dan kawan-kawan kemudian keluar, formasi Empat Nada berganti menjadi A Riyanto pada piano/organ, Eddy Sjam (gitar), Nana Sumarna (bas), M Sani (drum), serta Jasir Sjam (gitar pengiring).
Band yang mengatasnamakan Empat Nada dalam Konser Tujuh Ruang adalah formasi khusus. Mereka adalah Jopie Item pada gitar, Johnny Swadie (drum), Martin G (bas), Hendrik (gitar pengiring), Davi (kibor), plus dua vokalis, Linda Farley dan Aldo AA.
Tempaan zaman
Dalam konser di studio DSS, Empat Nada tampil di satu ruang, bukan di tujuh ruang terpisah seperti nama acara Konser Tujuh Ruang. Penampilan terpisah merupakan strategi dari Donny Suhardono di masa pandemi agar musisi bisa bermain dan menghimpun donasi.
Penampilan Empat Nada di satu ruang menciptakan kebersamaan sebuah band yang bertahun-tahun reriungan bersama dalam suka dan duka, di dalam dan di luar studio.
Baca juga : ”Tul Jaenak”, ”Kolam Susu”, dan Yok Koeswoyo
Jopie Item masih mengalami rekaman dengan monotrack. Dengan teknologi satu track tersebut, band dan penyanyi rekaman bermain bersama. Jika salah satu pemain atau penyanyi membuat kesalahan, rekaman akan diulang dari awal.
Cara itulah yang memaksa atau mengondisikan musisi dan penyanyi tampil sesempurna mungkin. Kekompakan memang akan sangat terasa dalam permainan mereka, karena satu sama lain saling mendengar, merespons, dan berinteraksi dalam satu kesatuan ekspresi.
”Kami dulu rekaman sambil belajar untuk tidak main salah, dan berusaha bermain yang terbaik,” kata Jopie Item.
Pada era 1970-an, tepatnya sekitar tahun 1971, studio rekaman mulai menggunakan teknologi 2-4 track. Saat itu sudah ada pemisahan antara musik dan penyanyi. Teknologi rekaman terus berubah hingga muncul multitrack sampai 24 track, bahkan lebih. Dan kini semakin canggih dengan munculnya teknologi digital.
Jopie tertempa sebagai gitaris karena merintis sejak remaja. Ayahnya, Lodi Item, adalah gitaris jazz yang disegani, yang juga bermain untuk rekaman penyanyi. Sekali peristiwa, Lodi Item berhalangan datang untuk satu sesi rekaman.
Saat itu, Jopie yang masih berumur 15 tahun diminta menggantikan sang ayah untuk rekaman bersama Orkes Bayu pimpinan Papo Parera. Jopie dalam rekaman itu ikut mengiringi Lilies Suryani, penyanyi top pada zamannya.
Jopie kemudian bergabung dengan sejumlah band, seperti Gitarama dan Buana Suara pimpinan Johnny Swadie. Buana Suara adalah band terkenal yang mengiringi penyanyi kondang pada zamannya, termasuk Ernie Djohan. Buana Suara terdiri dari Johnny Swadie pada drum, Jopie Item (gitar melodi), Salamto (gitar pengiring/ vokal), Wilik Wiharto (saksofon/flute), Ronny Ronald (bas), dan Rully Djohan (piano/kibor).
Masa jaya band pengiring
Band pengiring pada era 1960-an sangat penting dalam melahirkan lagu-lagu terkenal, sekaligus ikut mendukung lahirnya biduan-biduan top. Ada sederet band pada era tersebut, antara lain Zaenal Combo, Medenaz, Diselina, Arulan, Buana Suara, Electrika, Eka Sapta, Panca Nada, dan Empat Nada.
Sebelum istilah band dikenal luas, lazim digunakan sebutan orkes. Tersebutlah orkes yang mengiringi Rahmat Kartolo, Orkes Rema Ria pengiring Alfian, orkes Budi Rama yang mengawal S Warno. Yang lebih awal terkenal ada Orkes Gumarang, Orkes Kumbang Cari, Orkes Teruna Ria, dan lainnya.
Pada awal 1960-an, peran gitar bisa dikatakan sangat menonjol. Alat musik piano, organ, saksofon, trompet, dan flute juga digunakan. Akan tetapi, gitar melodi tampaknya cukup dominan. Sejumlag band mengedepankan gitar sebagai instrumen melodik utama.
Sejumlah gitaris muncul sebagai leader atau pemimpin. Pada masa itu, setiap band mempunyai leader. Para gitaris juga menjadi pimpinan band, antara lain Zaenal Combo yang dipimpin Zaenal Arifin. Kemudian Diselina pimpinan Imran, Panca Nada pimpinan Enteng Tanamal, dan Empat Nada pimpinan Jopie Item.
Akan tetapi, band sebenarnya bisa dipimpin oleh siapa pun, seperti Medenaz yang dipimpin bassist Dimas Wahab. Buana Suara di bawah pimpinan Johnny Swadie sang drumer. Bahkan, Empat Nada pernah dipimpin Jadin, gabungan dua nama Januar dan Hasanuddin, yang adalah operator senior studio rekaman Remaco. Belakangan, Jopie yang memimpin Empat Nada.
Instrumental
Gitar pada era 1960-an bisa dibilang cukup dominan sebagai instrumen utama sebuah band. Gitar bahkan lazim disuguhkan sebagai bintang dalam musik instrumental. Karya instrumental gitar kerap terselip dalam album seorang penyanyi atau grup.
Empat Nada sendiri menyodorkan satu nomor instrumental lagu ”Si Isa” yang menampilkan Jopie Item sebagai gitaris. Permainan gitar Jopie itu termuat dalam album Aneka 12 yang berisi lagu-lagu dari penyanyi Remaco, seperti Tetty Kadi, Anna Mathovani, dan Ernie Djohan.
Dalam album yang sama, ada juga lagu instrumental gitar lain dari band Arulan berjudul ”Seringgit Si Dua Kupang”. Biasanya karya instrumental diambil dari lagu pop yang terkenal sehingga pendengar sudah cukup mengenal baik. ”Si Isa” dan ”Seringgit Si Dua Kupang” kebetulan sama-sama dipopulerkan oleh Lilies Suryani.
Seri album Aneka 12 juga memuat permainan gitar Jopie Item bersama band Empat Nada, yaitu pada lagu ”Cinta dan Duka” ciptaan Mus Mualim/Bachrum, yang versi lagunya dipopulerkan oleh Titiek Puspa.
Pada album yang sama juga ada karya instrumental dari band Arulan pada lagu ”Ibung-Ibung”. Dalam kapasitas sebagai gitaris, Jopie Item juga menjadi musisi tamu dalam album Kwartet Bintang. Ini band kondang yang personelnya adalah mantan awak band Aneka Nada.
Di band ini ada Guntur Soekarnoputra sebagai gitaris. Dalam album, nama Guntur tertulis sebagai Tok S, panggilan akrab Guntur. Di album Kwartet Bintang, Jopie Item memainkan lagu ”Abu Nawas” dan ”Musim Menuai”. Kedua lagu itu karya Jessy Wenas yang kemudian dipopulerkan oleh Yanti Bersaudara.
Tidak hanya Empat Nada dan Arulan, band-band lain juga menampilkan gitar sebagai ”primadona”. Seperti Diselina dengan gitaris Imran yang menampilkan nomor instrumental ”Kelap-Kelip” di album Diah Iskandar.
Band Eka Sapta bahkan mempunyai satu album khusus instrumental gitar. Band ini menggunakan formasi yang sering berubah. Pada album Burung Kucica terbitan Mutiara, mereka beranggotakan Idris Sardi pada bas, Benny Mustafa sebagai drumer, serta gitaris Ireng Maulana dan Robertus Tjumaunang. Album ini memuat empat lagu instrumental, yaitu ”Putih-Putih Si Melati”, ”Modjang Periangan”, ”Burung Kucica”, dan ”Zakaria”.
Pada era 1960-an, gitar memang menjadi tren musik pop dunia. Ada dua band yang sangat berpengaruh pada masa itu, yaitu The Shadows dari Inggris dan The Ventures dari Amerika Serikat. Keduanya dibentuk pada tahun 1958 dan memberikan pengaruh di Indonesia pada awal 1960-an.
Permainan Hank Marvin, gitaris The Shadows, dengan gitar Fender Stratocaster-nya menjadi idola gitaris di Indonesia pada zamannya. Lagu mereka yang top antara lain ”Apache” dan ”Wonderland”. Adapun The Ventures populer di Indonesia dengan lagu seperti ”Walk Don’t Run” dan ”Hawaii Five O”.
Jopie Item dan gitarnya terus berdenting dari masa ke masa. Pada era 1970-an, Jopie muncul di khazanah jazz. Ia bergabung dengan Jack Lesmana dan kawan-kawan dalam acara jazz, Nada dan Improvisasi, di TVRI. Pada era 1980-an, gitarnya terdengar di album Utha Likumahuwa, Nada dan Apresiasi (1982), dan Bersatu dalam Damai (1983).
Tidak hanya pop dan jazz, gitar Jopie juga berdenting di album Dewi Yull, Pop Keroncong, juga di album Jane Sahilatua, Sentuhan Country Indonesia. Dia juga membuat album instrumental Evergreen Instrumental (2013). Dan pada 17 September lalu, Jopie Item bernostalgia ke era Empat Nada.