Menjaga demokrasi yang stabil dan berkualitas menjadi pekerjaan rumah kita bersama di tengah berbagai riak politik yang kini mulai terasa terkait Pemilu 2024.
Oleh
Redaksi
·3 menit baca
Jadwal dan tahapan Pemilu 2024 belum juga disepakati. Perbedaan pendapat masih terjadi antara pemerintah, DPR, dan Komisi Pemilihan Umum.
Efisiensi anggaran dan stabilitas politik menjadi alasan pemerintah menolak usulan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menggelar pemungutan suara Pemilu 2024 pada 21 Februari 2024. Pemerintah mengusulkan tiga alternatif jadwal pemungutan suara, yakni 24 April, 8 Mei, dan 15 Mei 2024. KPU juga diminta mengkaji ulang usulan anggaran penyelenggaraan pemilu yang mencapai Rp 86 triliun atau tiga kali lipat dari anggaran Pemilu 2019 sebesar Rp 27 triliun.
Hal yang disetujui pemerintah adalah usulan KPU untuk menggelar pemilihan kepala daerah (pilkada) pada November 2024. Perhitungan yang cermat dibutuhkan dalam menyusun jadwal, tahapan, dan anggaran Pemilu 2024. Terlebih, tahun itu tak hanya dilakukan pemilu presiden dan pemilu legislatif, tetapi juga pilkada secara serentak di 547 daerah.
Hal yang juga harus dipersiapkan terkait pilkada serentak adalah adanya 24 gubernur dan 248 bupati/wali kota yang akan mengakhiri jabatannya pada 2022 dan 2023. Karena pilkada baru digelar pada 2024, pemerintah mesti menyiapkan penjabat kepala daerah untuk daerah tersebut.
Tantangan kian terasa karena berbagai hal itu mesti dilakukan di tengah pandemi Covid-19 yang belum dapat dipastikan kapan berakhirnya.
Namun, berbagai persoalan itu bukanlah alasan bagi kegagalan Pemilu 2024. Pemilu yang rutin digelar dalam periode waktu yang disepakati bersama menjadi salah satu indikator dari stabilitas demokrasi. Pemilu yang memberikan kesempatan kepada rakyat untuk menggunakan hak pilihnya secara optimal dan mampu melahirkan sosok pemimpin terbaik lewat proses yang jujur dan adil merupakan bagian dari ukuran kualitas demokrasi.
Demokrasi yang stabil dan berkualitas menjadi pekerjaan rumah kita bersama di tengah berbagai riak politik yang kini mulai terasa terkait Pemilu 2024. Mulai dari adanya sejumlah tokoh yang aktif memperkenalkan diri melalui baliho atau spanduk hingga beredarnya isu, seperti wacana untuk memundurkan pemilu hingga 2027.
Sebelumnya, juga ada kasak-kusuk untuk memperpanjang masa jabatan presiden menjadi tiga periode. Namun, terkait wacana itu, Presiden Joko Widodo pernah mengatakan, ada tiga kemungkinan, yaitu ingin menampar mukanya, cari muka, atau menjerumuskannya. Presiden juga menegaskan tak ingin mengubah tata cara pemilihan (Kompas, 3/12/2019).
Sejumlah polemik dan kasak-kusuk memang mesti segera diakhiri karena tak produktif dan menguras energi. Selain lewat pernyataan yang tegas, juga dengan langkah nyata. Misalnya, dengan segera menetapkan jadwal dan tahapan Pemilu 2024. Proses pergantian anggota KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) periode saat ini yang akan mengakhiri tugasnya pada April 2022 juga mesti dipastikan berjalan lancar dan tepat waktu.
Sejumlah langkah itu akan turut menjaga keyakinan bahwa demokrasi memang dijaga secara serius di negeri ini.