Indonesia menjadi bangsa yang berdaulat pada 1945 tidak untuk dirinya sendiri. Persoalan dunia yang kian berat dan pelik tak pelak menuntut kontribusi kian aktif dari RI.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Indonesia didirikan dengan tujuan mulia. Selain menyejahterakan rakyatnya, Indonesia berdiri untuk ikut andil dalam melaksanakan ketertiban dunia.
Disebutkan dalam Pembukaan UUD 1945, ketertiban dunia yang ikut diwujudkan Indonesia didasarkan pada kemerdekaan, perdamaian abadi, serta keadilan sosial. Dengan kata lain, ketertiban yang disokong Indonesia tidak berdasarkan dominasi kekuatan tertentu atau ketertiban dunia yang tanpa keadilan dan perdamaian sejati.
Guna mewujudkan cita-cita mulia para pendiri bangsa mengenai peran Indonesia di dunia internasional, diperlukan politik luar negeri. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri menyebutkan, politik luar negeri merupakan kebijakan, sikap, dan langkah Pemerintah RI dalam berhubungan dengan negara asing dan organisasi internasional. Ditegaskan dalam undang-undang ini, prinsip politik luar negeri kita bebas aktif.
Seiring perjalanan waktu, tantangan dan problem di dunia internasional silih berganti. Dahulu, dengan prinsip politik luar negeri bebas aktif, Indonesia berusaha menempatkan diri dalam persaingan Blok Barat dan Timur. Konferensi Asia Afrika pun digelar di Indonesia guna menggalang kerja sama konstruktif di antara negara-negara yang belum lama merdeka. Konferensi ini juga menjadi perintis gerakan nonblok.
Kini tidak ada lagi Blok Barat dan Timur. Uni Soviet telah bubar. Wajah dunia pun berganti dengan kehadiran China sebagai pesaing bagi negara besar Amerika Serikat. Situasi persaingan sangat terasa, terutama di kawasan Asia Pasifik. Ada isu Laut China Selatan dan perebutan pengaruh di Indo-Pasifik.
Di Asia Tenggara, tak ada lagi persaingan ideologi seperti saat perang Vietnam berlangsung puluhan tahun silam. Namun, hal itu bukan berarti kawasan Asia Tenggara sudah bebas dari masalah. Sekarang ada krisis Myanmar yang membuat rakyat negara itu menderita di tengah pandemi Covid-19.
Dalam situasi itulah, sebagai negara berpenduduk besar dan demokratis, Indonesia tentu sangat diharapkan peran aktifnya. Hal ini pula yang mengemuka dalam Dialog Nasional Arah Kebijakan Luar Negeri Indonesia yang digelar Centre for Strategic and International Studies (CSIS).
Wajah dunia pun berganti dengan kehadiran China sebagai pesaing bagi negara besar Amerika Serikat.
Seperti diberitakan harian ini pada Rabu (15/9/2021), mantan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa dalam forum itu menyebut perlunya menggarisbawahi makna kata ”aktif” dalam politik luar negeri bebas aktif. Ia mencontohkan Konferensi Asia Afrika merupakan wujud dari kata ”aktif” lewat keberanian para tokoh bangsa untuk tampil dengan gagasan-gagasan besar.
Indonesia menjadi bangsa yang berdaulat pada 1945 tidak untuk dirinya sendiri. Meski politik luar negeri RI mengacu pada kepentingan nasional, peran yang diupayakan RI dengan mendorong solusi damai di Myanmar dan menggagas semangat kerja sama di Indo-Pasifik menjadi bentuk kontribusi kita bagi dunia. Persoalan yang kian berat dan pelik tak pelak menuntut kontribusi kian aktif dari RI.