Disiplin menjalankan protokol kesehatan serta percepatan dan pemerataan vaksinasi menjadi inti strategi jangka panjang agar kita sintas menghadapi pandemi Covid-19 yang masih akan berlangsung lama.
Oleh
Eduard Lukman
·3 menit baca
Kompas melaporkan kecenderungan penurunan kasus Covid-19 pada awal September 2021 (Selasa, 7/9/2021). Namun, harian ini juga mengingatkan masyarakat agar tidak euforia dan tetap disiplin menerapkan protokol kesehatan.
Disiplin menjalankan protokol kesehatan serta percepatan dan pemerataan vaksinasi menjadi inti strategi jangka panjang agar kita sintas menghadapi pandemi Covid-19 yang masih akan berlangsung lama.
Yang juga krusial adalah menyiapkan masyarakat beradaptasi dalam kehidupan yang memerlukan kebiasaan dan perilaku baru, seperti yang ditulis Tajuk Rencana Kompas, ”Bangun Habitus Taat Protokol”, Rabu (8/9/2021). Diuraikan bahwa membentuk habitus baru itu tidak mudah, memerlukan strategi serta harus melibatkan kesadaran dan komitmen berbagai pihak.
Ditampilkan pula keberhasilan Ignatius Jonan saat menjadi Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (PT KAI), 2009-2014. Dalam waktu relatif singkat, Jonan membangun perilaku baru pengguna jasa kereta api.
Bertahun-tahun, kereta api di Indonesia diasosiasikan sebagai moda transportasi publik yang penuh sesak, semrawut, tidak aman, kotor, tak terawat, dan tidak bisa dipercaya jadwalnya. Publik pesimistis, tidak yakin bahwa kondisi itu bisa diubah.
Di bawah kepemimpinan Jonan, terjadi perubahan yang luar biasa, sangat signifikan. Citra buruk perkeretaapian yang melekat puluhan tahun berubah. Terbentuk kebiasaan dan perilaku baru penumpang.
Keterbukaan komunikasi, disiplin dan ketegasan pada aturan, serta kontrol yang konsisten, menurut Tajuk Rencana Kompas tersebut adalah kunci membentuk habitus baru penumpang sekaligus kinerja PT KAI.
Dalam upaya membangun kebiasaan dan perilaku masyarakat hidup di tengah Covid-19, sedikit banyak ada yang bisa dipetik dari keberhasilan itu. Tentu ada perbedaan kondisi, konteks, lingkup, besaran, kompleksitas, dan dimensi permasalahan. Yang pokok, seperti digarisbawahi Tajuk Rencana tersebut, intinya adalah kepemimpinan.
Sebagai media arus utama yang memiliki kredibilitas, Kompas berperan menumbuhkan habitus baru yang selaras untuk menghadapi masa pandemi Covid-19 dan menata hidup setelahnya.
Kontribusi itu, menurut saya, bertambah dengan disusunnya Indeks Pengendalian Covid-19 Indonesia-Kompas untuk memantau kinerja pengendalian Covid-19 secara nasional dan per provinsi (Kompas, 10/9/2021 dan 11/9/2021). Ini sejalan dengan keyakinan bahwa pandemi Covid-19 bisa diatasi dengan upaya serentak di berbagai lini dan terintegrasi.
Eduard Lukman
Jl Warga, RT 014 RW 003, Pejaten Barat, Jakarta 12510
Nirseni Budaya
Kebudayaan adalah hasil cipta rasa segenap indrawi melalui proses panjang. Kreator seni budaya lahir batin bergulat tentang kehidupan.
Tanpa bermaksud meremehkan, iptek muncul melalui pembelajaran pada semua orang. Namun, seni budaya hanya bisa diciptakan oleh orang tertentu dengan roh seni di atas rata-rata awam.
Iptek merupakan hasil karya seni budaya. Benda-benda duniawi tanpa perawatan akan rusak oleh tempaan alam, tetapi seni budaya semakin lama semakin berkembang seiring perjalanan waktu karena dihidupi dari dalam, dari roh kesenian itu sendiri.
Seni budaya membentuk jiwa manusia, termanifestasi dalam sikap dan perilaku. Manusia berseni budaya menghargai segala aspek kehidupan dan anti kecurangan.
Rapuhnya mental para pemimpin sehingga terjerembab korupsi karena kepribadiannya negatif, jauh dari penghayatan seni budaya.
Membaca opini Hikmat Darmawan ”Menunggu Jalan Tol bagi Seni Budaya” (Kompas, 9/9/2021), hati ini terasa pilu. Betapa pemangku kepentingan yang mengklaim bangsa berbudaya tinggi, berbudi pekerti luhur, ternyata abai terhadap seni budaya.
Seni budaya tidak dianggap berkontribusi terhadap pembangunan bangsa dan negara, sebaliknya dianggap jadi beban, bahkan pelan-pelan dimarjinalkan, punah dari peradaban. Seolah keberhasilan negara hanya dilihat dari pembangunan industri sehingga negara mengucurkan dana.
Saya bukan seniman, hanya awam yang dengan segala keterbatasan berusaha merawat seni budaya dengan cara saya. Namun, para pelaku dan lembaga seni budaya jelas perlu regulasi seimbang, seperti halnya lembaga negara lain, agar eksis bermartabat, layak berpartisipasi membangun Indonesia yang beradab.