Adaptasi Digital Dunia Perbukuan di Masa Pandemi
Pandemi menyingkap sejumlah peluang, antara lain peningkatan penjualan buku secara daring, termasuk penjualan buku berformat elektronik. Tahun ini, untuk pertama kalinya, London Book Fair diselenggarakan secara daring.
Pandemi akibat virus korona jenis baru yang melanda dunia dua tahun terakhir ini mengubah banyak hal dan menyingkap hal-hal baru yang sebelumnya absen dari kesadaran dan perhatian kita.
Vaksin Covid-19 memang telah ditemukan dan mulai disebarluaskan, termasuk di Indonesia. Dengan ditemukannya vaksin tersebut, Covid-19 yang telah merenggut nyawa lebih dari 4 juta manusia di seluruh dunia diperkirakan akan segera bisa ditangkal.
Namun, bagaimana pun, pandemi ini telah mengubah pola interaksi sosial. Karena kita tidak bisa bebas dan leluasa bertemu di ruang publik, kita pun belajar dan membiasakan diri berinteraksi secara daring.
Baca Juga: Pandemi dan Digitalisasi
Orang jadi tak bebas pergi ke luar rumah dan bertemu orang lain demi mencegah penularan penyakit. Albert Camus, filsuf dan sastrawan peraih Hadiah Nobel Sastra, dalam novelnya yang kini kembali relevan, The Plague (1947), menyebut situasi itu sebagai ”pengasingan di rumah sendiri”.
Perubahan pola interaksi ini juga berlaku di dunia perbukuan internasional. Sejak tahun lalu berbagai pameran buku internasional terpaksa dibatalkan, ditunda, atau diselenggarakan secara daring demi menjaga protokol kesehatan dan pencegahan penularan Covid-19. Di sisi lain, produksi buku menurun dan nilai penjualan buku secara umum menyusut.
Terpuruk
Ekosistem perbukuan termasuk dalam subsektor penerbitan di ranah industri kreatif dan erat kaitannya dengan salah satu amanat konstitusi, yakni upaya mencerdaskan bangsa. Artinya, dunia perbukuan ini sesungguhnya amat penting dan strategis.
Ketika kita berbicara tentang dunia perbukuan, kita tak hanya membahas soal korporasi penerbitan, baik penerbit besar maupun penerbit kecil atau penerbit indie. Ketika kita berbicara tentang dunia perbukuan, kita juga berbicara tentang para pemangku kepentingan yang lebih luas dalam dunia perbukuan, termasuk para pekerja perbukuan, seperti penulis, penerjemah, penyunting, komikus, ilustrator, desainer visual, toko buku, dan pembaca.
Ekonomi nasional yang terpuruk akibat pandemi Covid-19 sepanjang 2020 berdampak pada anjloknya produksi dan penjualan buku secara umum. Situasi itu cukup memukul industri penerbitan dan ekosistem perbukuan nasional.
Sebagai gambaran, dari data Toko Gramedia sebagai jaringan toko buku terbesar di Indonesia, pada 2020 hanya terdapat 7.382 judul buku baru yang beredar. Bandingkan dengan setahun sebelumnya di mana terdapat 13.757 judul buku baru. Artinya, terjadi penurunan produksi buku baru sebesar 46 persen. Sementara, dari sisi penjualan terdapat penurunan 20-60 persen.
Baca Juga: Ekosistem Perbukuan Nasional
Setelah dihajar kenyataan buruk pada 2020, para pelaku industri penerbitan tampaknya telah memiliki bekal dalam menghadapi tahun 2021 yang penuh tantangan. Setidaknya, tak seperti tahun lalu ketika badai seakan datang tak terduga dan menohok tiba-tiba, kali ini insan perbukuan telah bersiap melakukan langkah-langkah antisipasi berdasarkan pengalaman survival sepanjang 2020.
Prioritasnya adalah bagaimana agar dapat melewati tahun ini secara aman. Survival adalah kunci. Untuk itu, target-target muluk dan hasrat pencapaian pertumbuhan terpaksa harus direm dahulu.
Di sisi lain, situasi pandemi menyingkap sejumlah peluang, antara lain peningkatan penjualan buku secara daring, termasuk penjualan buku berformat elektronik. Penerapan protokol kesehatan yang membuat orang tidak leluasa bepergian serta ditutupnya toko buku dan pusat keramaian untuk sementara menyebabkan orang lebih memilih membeli buku secara daring.
Situasi pandemi menyingkap sejumlah peluang, antara lain peningkatan penjualan buku secara daring, termasuk penjualan buku berformat elektronik.
Berdasarkan data dari Toko Gramedia, penjualan buku secara daring sepanjang 2020 melonjak hingga 260 persen dengan nilai penjualan meningkat sampai 226 persen. Lebih dari dua kali lipat. Sementara itu, penjualan buku digital secara umum naik hingga 20 persen pada tahun lalu.
Sementara itu, dari sisi penjualan, pada 2020 buku anak menyalip buku fiksi sebagai buku terlaris (berdasarkan data dari Toko Gramedia). Jika pada 2019 buku fiksi menguasai pasar dengan penjualan hampir 18 persen, pada 2020 buku anak unggul dengan meraih pangsa 16,6 persen, menggeser buku fiksi di tempat kedua dengan selisih 0,4 persen.
Anak-anak yang masih mengikuti program belajar dari rumah akibat pandemi membutuhkan pasokan bacaan dan itu membuat penjulan buku anak meningkat. Selain buku anak, jenis buku yang terus meningkat peminatnya adalah pengembangan diri.
Badai belum berlalu
Saat ini bisa dikatakan masih masa kelabu bagi dunia perbukuan akibat pandemi panjang, tak hanya di Indonesia, tetapi secara global. Para pegiat dunia perbukuan pun ”terpaksa” hanya melakukan interaksi secara daring meski membutuhkan ajang untuk berkomunikasi dan bertemu muka secara langsung, seperti pameran buku internasional. Dalam pertemuan seperti itu, penjualan copyrights dan intellectual property dilakukan dan jejaring internasional dibina. Namun, apa daya, saat ini situasi belum memungkinkan itu semua dilakukan secara langsung dengan leluasa.
Tahun ini, misalnya, untuk kali pertama London Book Fair yang merupakan salah satu pameran buku terbesar di dunia diselenggarakan secara daring. Ini sedikit melegakan mengingat tahun lalu mereka malah membatalkan acara yang semula akan dihelat pada Maret 2020 itu pada saat-saat terakhir akibat berkecamuknya pandemi Covid di seluruh dunia.
Acara daring dalam rangkaian London Book Fair tahun ini yang dihelat pada 21 Juni-15 Juli tetap semarak diikuti insan perbukuan dari berbagai penjuru dunia. Di sisi lain, ini justru menjadi terobosan positif bagi mereka yang semula terkendala jarak, waktu, dan biaya untuk mengikuti acara.
Baca Juga: Mengawal Gerakan Literasi Nasional
Badai belum berlalu, bahkan bisa jadi bakal berkecamuk kian dahsyat. Kita berharap untuk sanggup bertahan dan berjuang dalam masa sulit yang tampaknya masih mengungkung kita tahun ini. Salah satu kuncinya adalah kolaborasi dan saling bantu di antara segenap pemangku kepentingan di dunia perbukuan. Lebih baik lagi jika pemerintah mau peduli dan sigap bertindak mengantisipasi persoalan.
Kita berharap pandemi ini akan segera dapat diatasi. Tentu diperlukan upaya terpadu yang sistematis dan kerja keras untuk itu. Namun, bukan tidak mungkin.
Anton Kurnia, Penulis dan Pegiat Dunia Perbukuan