Ada penjelasan lebih panjang dan teknis tentang fenomena cuaca La Nina. Fenomena ini dikaitkan dengan cuaca yang basah karena intensitas hujan yang tinggi.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Fenomena sebaliknya dari La Nina, dikenal dengan El Nino yang diasosiasikan dengan kekeringan. Meski fenomena ini dikenali cukup baik, termasuk periode kedatangannya yang dua hingga tujuh tahun, banyak kalangan semakin cemas karena fenomena ini disertai dengan ekstremitas.
Sekretaris Jenderal Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) Petteri Taalas menyebutkan, La Nina diprediksi hadir kembali pada akhir tahun 2021, bertepatan dengan datangnya musim hujan di sebagian besar wilayah Indonesia. Padahal, La Nina terakhir baru datang antara Agustus 2020 dan Mei 2021.
Terkait dengan ramalan cuaca di Tanah Air, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengumumkan, musim hujan 2021 diperkirakan datang lebih awal. Intensitas hujan lebih tinggi daripada rata-rata normalnya dan terjadi di banyak wilayah Tanah Air.
Keterangan BMKG selaras dengan penjelasan WMO. Tentang apa yang akan terjadi, tak perlu disangsikan lagi. Pekerjaan rumah kita adalah mempersiapkan diri sebaik-baiknya, memitigasi potensi dampak yang akan ditimbulkan oleh musim hujan yang diperkuat oleh kedatangan La Nina.
Sekjen WMO juga mengingatkan bahwa perubahan iklim akan memperkuat dampak peristiwa yang terjadi secara alami, yang secara teratur kita hadapi setiap tahun. Namun, tahun demi tahun kita rasakan kian berat. Saat panas, terasa lebih panas. Saat hujan, terasa lebih lebat dan ekstrem.
Meskipun ada La Nina, fenomena ini disebutkan tak akan cukup untuk mendinginkan suhu daratan, yang diperkirakan tetap lebih panas dari rerata tahunannya. Saat memasuki pertengahan September, kita juga mendengar laporan banjir di sejumlah daerah. Sabtu (11/9/2021) malam, ada banjir yang melanda Klungkung, Bali. Banjir lain terjadi di Kalimantan Tengah.
Meningkatnya ekstremitas cuaca yang sudah terjadi dan akan diperkuat oleh La Nina membutuhkan persiapan ekstra. Satu hal, perlu kita jadikan pegangan adalah saat ini setiap tahun gejala cuaca kian ekstrem. Persiapan untuk menghadapi fenomena hidrometeorologi ini harus semakin mumpuni.
Kita akan masygul jika melihat pengerukan sungai atau penggalian untuk memeriksa atau membesarkan gorong-gorong di perkotaan dilakukan mepet menjelang musim hujan datang.
Berbagai peringatan sudah banyak disampaikan, kiranya hal itu sudah harus dipandang cukup untuk memulai ”aksi menghindari banjir dan tanah longsor”. Pemerintah daerah semestinya berlomba-lomba mengamankan wilayahnya dari bencana hidrometeorologi yang bisa diantisipasi.
Bangsa Indonesia sudah bertekad menjadi bangsa pembelajar dan berbasis pengetahuan. Terhindar dari bencana hidrometeorologi merupakan satu bukti otentik hasil pembelajaran tersebut.