Membaca Pemerintah Baru Taliban
Mungkin Taliban ingin melihat dulu reaksi internasional atas susunan kabinet itu. Sejauh ini hanya Qatar yang memberi reaksi positif atas susunan kabinet Taliban itu.
Setelah sekitar tiga pekan menguasai kota Kabul dan negeri Afghanistan, Taliban akhirnya hari Selasa (7/9/2021) mengumumkan pemerintah ad interim atau pemerintah sementara yang dijabat oleh 33 figur tokoh di berbagai kementerian. Sudah diduga, para elite Taliban mengisi pos-pos strategis dalam komposisi pemerintah baru tersebut.
Itu sangat wajar secara logika politik. Taliban adalah yang tampil sebagai pemenang di Afghanistan saat ini dan tentunya mendapatkan porsi kekuasaan yang paling besar serta sekaligus mengontrol posisi kabinet strategis.
Tidak mungkin Taliban akan menyerahkan posisi-posisi strategis dalam kabinet kepada tokoh-tokoh lain di luar Taliban. Posisi strategis, seperti perdana menteri, menteri pertahanan, menteri luar negeri, menteri dalam negeri, menteri keuangan dan gubernur bank sentral adalah kunci jalannya pemerintahan Taliban.
Di negara demokrasi yang sudah maju sekalipun, partai politik pemenang pemilu mendapatkan porsi kekuasaan paling besar. Bahkan, menguasai semua kursi kabinet dan menguasai posisi strategis di kabinet.
Posisi strategis dalam komposisi kabinet Taliban yang diumumkan tersebut, yaitu Mullah Hasan Akhund sebagai Perdana Menteri, Mullah Abdul Ghani Baradar sebagai Wakil Perdana Menteri I, Abdul Salam Hanafi sebagai Wakil Perdana Menteri II, Mullah Mohammad Yaqoob sebagai Menteri Pertahanan, Sirojuddin Haqqani sebagai Menteri Dalam Negeri, Amir Khan Muttaqi sebagai Menteri Luar Negeri, Hidayatullah Badari sebagai Menteri Keuangan, Sheikhullah Munir sebagai Menteri Pendidikan, dan Muhammad Idrees sebagai Gubernur Bank Sentral.
Nama-nama yang menduduki jabatan strategis tersebut sudah sangat tidak asing bagi pengamat maupun media yang sering atau selalu mengikuti perkembangan Afghanistan selama ini. Suatu hal yang krusial adalah tidak sedikit dari tokoh Taliban yang menduduki jabatan strategis tersebut masuk dalam daftar hitam AS atau internasional karena dakwaan terlibat jaringan teroris.
PM Mullah Hasan Akhund masuk dalam daftar hitam PBB. Sirojuddin Haqqani yang menjabat Menteri Dalam Negeri masuk dalam daftar hitam FBI (Biro Investigasi Federal). AS juga memasukkan jaringan Haqqani dalam daftar jaringan kelompok teroris. FBI telah mengumumkan akan memberi hadiah uang 5 juta dollar AS bagi siapa pun yang bisa menunjukkan tempat persembunyian Sirojuddin Haqqani.
Bahkan, dalam kabinet Taliban ini, selain Sirojuddin Haqqani, masih ada tiga figur dari jaringan Haqqani yang masuk kabinet, yaitu Abdul Baqi Haqqani sebagai Menteri Urusan Pendidikan Tinggi, Najibullah Haqqani sebagai Menteri Komunikasi dan Khalilur Rahman Haqqani sebagai Menteri Urusan Pengungsi. Jaringan Haqqani yang masuk dalam daftar kelompok teroris versi AS, justru mendapat jatah kursi kabinet paling banyak.
Bagi Taliban tidak ada pilihan lain kecuali merekrut mereka masuk anggota kabinet karena mereka adalah sumber daya manusia (SDM) yang unggul dan berpengalaman di barisan Taliban saat ini. Mereka juga paling berkeringat dalam perjuangan Taliban melawan pendudukan AS di Afghanistan selama 20 tahun (2001-2021) dan pemerintahan mantan Presiden Ashraf Ghani.
Ini tentu membuat dilematis AS dan masyarakat internasional. Posisi urusan pengungsi dan kemanusian yang akan banyak berinteraksi dengan PBB dan internasional, justru dipegang oleh figur dari jaringan Haqqani, yaitu Khalilur Rahman Haqqani.
Dengan demikian tidak ada pilihan bagi PBB ataupun masyarakat internasional, jika ingin urusan pengungsi dan kemanusian di Afghanistan berjalan lancar sesuai keinginan PBB dan internasional, harus membangun komunikasi dengan Khalilur Rahman Haqqani.
Taliban tampaknya melalui komposisi kabinet baru yang banyak melibatkan figur dari jaringan Haqqani, ingin memberi pesan politik atau bagian dari daya tawar politik bahwa AS dan masyarakat internasional tidak hanya menuntut Taliban yang harus berubah, tetapi masyarakat internasional juga harus berubah dalam melihat Taliban.
Misi Taliban dari komposisi kabinetnya itu adalah apakah AS dan masyakarat internasional mau mencabut daftar hitam dari figur-figur Taliban yang saat ini masuk anggota kabinet? Pilihan bagi AS dan masyarakat internasional saat ini adalah menolak atau menerima kabinet Taliban itu.
Tentu susunan kabinet yang diumumkan Taliban itu tidak ideal bagi AS dan masyarakat internasional. Di mata AS dan internasional, susunan kabinet Taliban itu masih jauh dari pemerintahan inklusif seperti yang dijanjikan Taliban. Dalam susunan kabinet tersebut, belum terdapat wakil dari kaum perempuan dan elemen masyarakat lain seperti yang diharapkan masyarakat internasional.
Anggota kabinet itu juga didominasi etnis Pashtun. Perdana menteri, wakil perdana menteri, menteri dalam negeri, menteri pertahanan, menteri luar negeri, menteri urusan pengungsi, menteri komunikasi, menteri urusan pendidikan tinggi berasal dari etnis Pashtun.
Sampai saat ini belum ada anggota kabinet yang berasal dari etnis minoritas Turkman, Hazara dan Balochi. Hanya Abdul Salam Hanafi yang menjabat Wakil Perdana Menteri II dari etnis Uzbek. Hampir semua anggota kabinet Taliban itu berlatar belakang pendidikan agama dari sekolah-sekolah tradisional di Pakistan.
Dari segi geografi, sebagian besar anggota kabinet berasal dari selatan, seperti Provinsi Kandahar, Helmand, Paktia, dan Khost. Perdana Menteri Mullah Hasan Akhund, Wakil Perdana Menteri I Mullah Abdul Ghani Baradar dan Menteri pertahanan Mohammad Yaqoob berasal dari Provinsi Kandahar. Adapun Menteri Dalam Negeri Sirojuddin Haqqani, Menteri Urusan Pengungsi Khalilur Rahman Haqqani, dan Menteri Urusan Listrik dan Air Mullah Abdul Latif Mansur dari Provinsi Paktia dan Khost.
Namun, Taliban menyebutkan, pemerintahan itu bersifat sementara atau ad interim dan belum sempurna yang masih bisa diubah atau harus disempurnakan. Dalam susunan kabinet itu, belum diumumkan nama pejabat jaksa agung dan ketua mahkamah tinggi. Jubir Taliban Zabiullah Mujahid dalam konferensi pers hari Rabu lalu (8/9) di Kabul mengakui, susunan anggota kabinet yang terdiri dari 33 figur tokoh belum sempurna.
Ia menegaskan, Taliban berjanji membentuk pemerintahan inklusif dan akan merekrut figur tambahan dari wilayah lain. Mujahid juga berjanji membangun hubungan yang baik dan kuat dengan internasional, khususnya negara tetangga. Ia berjanji, Afghanistan tidak akan menjadi titik tolak ancaman terhadap negara lain. Mujahid juga berjanji akan mengambil langkah-langkah positif terkait HAM dan kaum minoritas. Ia lalu menyerukan masyarakat internasional membantu dan menanam investasi di Afghanistan.
Mungkin Taliban ingin melihat dulu reaksi internasional atas susunan kabinet itu. Sejauh ini hanya Qatar yang memberi reaksi positif atas susunan kabinet Taliban itu. Jubir Kementerian Luar Negeri Qatar, Lolwah Al-Khater, dalam konferensi pers hari Rabu (8/9) di Doha menyampaikan, pemerintah baru Afghanistan cukup pragmatis. Qatar adalah negara yang kini memiliki hubungan paling kuat dengan Taliban. Adalah Qatar yang kini membantu teknis pengoperasian kembali Bandara Internasional Kabul.
Kementerian Luar Negeri China menegaskan, akan melakukan komunikasi dengan Taliban dan pemerintah baru Afghanistan. Adapun Jubir Kementerian Luar Negeri AS, Ned Price, menyatakan, cemas atas rekam jejak figur pejabat dalam kabinet Afghanistan dan dominasi Taliban dalam komposisi kabinet.