Saya vaksinasi pertama Juni lalu dan akan menerima vaksin kedua bulan ini. Hingga sekarang sertifikat vaksin saya belum juga keluar. Setiap kali ”scan” QR ”code” untuk masuk pusat perbelanjaan, saya selalu ditolak.
Oleh
Indra Prasetyo
·2 menit baca
Saat ini aplikasi Peduli Lindungi sudah menjadi keharusan untuk berbagai urusan. Dari bepergian hingga masuk pusat perbelanjaan, semua mensyaratkan aplikasi ini.
Permasalahannya adalah untuk mendapatkan sertifikat vaksin di Peduli Lindungi tidak selalu mudah. Saya yang sudah vaksinasi pertama pada Juni lalu akan menerima vaksin kedua bulan ini. Namun, hingga sekarang sertifikat vaksin saya belum juga keluar. Setiap kali scan QR code untuk masuk pusat perbelanjaan, saya selalu ditolak.
Saya sudah menghubungi 119 dan mengirim e-mail ke Peduli Lindungi dengan melampirkan semua persyaratan (foto KTP, kartu vaksin, swafoto dengan KTP, dan lain lain), jawabannya selalu ”silakan menghubungi fasilitas kesehatan pelaksana vaksinasi” atau ”silakan menunggu data yang sedang dalam proses penginputan”.
Saya sudah menghubungi fasilitas kesehatan pelaksana vaksinasi dan pihak fasilitas kesehatan memastikan bahwa data saya sudah di-input dengan benar di PCare. Pihak fasilitas kesehatan juga melampirkan bukti-buktinya.
Sampai hari ini sertifikat vaksin saya belum juga keluar. Ke mana lagi saya harus mengadukan hal ini? Sedemikian sulitnyakah meng-input atau memutakhirkan data?
Indra Prasetyo
Taman Gading Indah, Kelapa Gading, Jakarta Utara
Tenaga Surya
Menyambung tulisan Aris Prasetyo (Kompas, 4/9/2021) berjudul: ”Momentum PLTS Atap”, saya ingin berkisah.
Saya mulai tertarik pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) setelah membeli mainan mobil radio control di Jepang tahun 1999. Mobil digerakan oleh panel surya.
Maka, ketika Kompas menampilkan sosok dosen UGM yang memasang PLTS di atap rumah, saya berusaha mengikutinya. Namun, saya kecewa karena investasi terlalu mahal, alat-alatnya juga susah dicari.
Persis sama dengan alasan PLN dengan angka 35 persen dalam tulisan tersebut. Untuk apa investasi PLTS, pasang meteran PLN lebih mudah.
Coba lihat PLTS pada lampu di perempatan Dongkelan, Yogyakarta. Pada malam hari sudah tidak bertenaga lagi.
Dulu ketika baru diresmikan, lantai atas tempat parkir bus Ngabean terang benderang oleh lampu PLTS. Sekarang gelap gulita. Begitu juga proyek-proyek yang menggunakan panel surya sebagai sumber energi, semua berakhir mengecewakan karena tidak ada perawatan.
Apabila sekarang revisi Peraturan Menteri ESDM Nomor 49 Tahun 2018 ketentuan 65 persen sudah digantikan 100 persen, menjadi tugas PLN untuk memasyarakatkan PLTS Atap.
Namun, PLN perlu menjelaskan bagaimana jika saya, misalnya, ingin memasang PLTS Atap di rumah saya dengan ukuran atap 10 meter x 10 meter? Perencanaannya bagaimana? Investornya siapa? Perizinannya ke mana? Dan sebagainya.
Mudahkanlah, manfaatkan energi yang berlimpah ini.