Rencana Penanggulangan Bencana di Rumah Sakit pada Masa Pandemi
Lonjakan kasus Covid-19 yang menimbulkan kekacauan pelayanan di rumah sakit menjadi pembelajaran untuk melaksanakan Rencana Penanggulangan Bencana di Rumah Sakit dengan sistem komando yang efektif.
Pandemi Covid-19 menguji kesiapan banyak negara, termasuk Indonesia, dalam merespons dampak sebuah bencana yang tidak hanya terjadi pada sektor kesehatan, tetapi juga berbagai sektor, terutama ekonomi, ini. Perhatian serius telah dicurahkan untuk menangani penyakit ini. Presiden Joko Widodo melalui Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non-Alam Penyebaran Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) menetapkan pandemi Covid-19 sebagai bencana nasional.
Pada situasi bencana, rumah sakit (RS) akan menjadi tujuan akhir dalam menangani korban sehingga RS harus melakukan persiapan yang cukup. Sesuai amanah Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, pada Bab VIII Pasal 29 huruf f disebutkan kewajiban RS untuk melaksanakan fungsi sosial dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien, khususnya pada saat terjadi bencana dan kondisi kedaruratan.
Saat kasus positif Covid-19 meningkat drastis, banyak RS kewalahan menangani lonjakan pasien yang terinfeksi virus korona baru. Bukan hanya di Indonesia, pandemi Covid-19 menyebabkan banyak RS di seluruh dunia mengalami kesulitan, baik secara manajemen maupun sarana dan prasarana, dalam memberikan pelayanan karena jumlah pasien melonjak dalam waktu singkat.
Baca juga : Titik Kritis Layanan Kesehatan
Pada waktu bencana, RS memiliki kebutuhan yang melampaui batas kemampuan sehingga terjadi kekacauan. Kekacauan ini dapat dihindari jika RS tersebut memiliki persiapan yang baik, yaitu miliki Rencana Penanggulangan Bencana di Rumah Sakit (Hospital Disaster Plan/HDP), sebuah mekanisme dan prosedur untuk menghadapi lonjakan pasien di pelayanan rumah sakit.
Semua RS di Indonesia telah memiliki HDP, yang berbeda untuk setiap rumah sakit karena tiap rumah sakit mempunyai tipe bahaya berbeda. Pemerintah pun tengah meningkatkan kesiapan fasilitas kesehatan, tidak hanya di RS, tetapi juga puskesmas, dalam menangani berbagai bencana tersebut.
Pada waktu bencana, RS memiliki kebutuhan yang melampaui batas kemampuan sehingga terjadi kekacauan. Kekacauan ini dapat dihindari jika RS tersebut memiliki persiapan yang baik.
Meskipun dalam kenyataannya kini pasien non-Covid-19 jauh lebih sedikit yang menghuni RS daripada sebelum ada Covid-19, perlu dicermati mengapa terjadi demikian. Sekurang-kurangnya, orang enggan mendapat pelayanan di rumah sakit, bahkan di puskesmas sekalipun, karena alasan takut tertular virus korona. Bagaimana tidak takut tertular, bahkan petugas kesehatan di semua lini banyak yang terkena Covid-19.
Terlebih Covid-19 merupakan penyakit menular mematikan dengan waktu dari mulainya penyakit sampai dengan menjadi parah terjadi dalam satu minggu. Pasien dapat mengalami kegagalan sistem pernapasan akut dan membutuhkan sarana dan prasarana khusus, seperti ICU, ruangan isolasi khusus, oksigen, atau ventilator.
Mirip pneumonia
Dalam kenyataannya, kini banyak RS yang kewalahan menampung pasien, terutama pasien Covid-19. Pasien-pasien tersebut membutuhkan ruang perawatan intensif (ICU) dan ventilator, sementara ketersediaan fasilitas tersebut semakin terbatas. Keadaan buruk ini sangat berdampak pada keselamatan pasien, apalagi jika rumah sakit tidak menegakkan secara ketat HDP.
Kondisi bencana Covid-19 membawa dampak pada kualitas dan keamanan dari pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit. Ukuran dari dampak tersebut sulit untuk diukur, tetapi dapat dikaji menggunakan dimensi kualitas dari Institute of Medicine (IOM), yakni pelayanan kesehatan yang diberikan harus aman, efektif, berfokus pada pasien, tepat waktu, efisien, dan adil.
Salah satu risiko penting dalam kaitan dengan ini adalah timbulnya infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi di lingkungan rumah sakit. Seseorang dikatakan mengalami infeksi nosokomial jika infeksinya didapat ketika berada atau menjalani perawatan di rumah sakit.
Kondisi bencana Covid-19 membawa dampak pada kualitas dan keamanan dari pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit.
Infeksi nosokomial bisa terjadi pada pasien, perawat, dokter, serta pekerja atau pengunjung rumah sakit. Umumnya, sebelum meledak Covid-19, penyakit yang dapat terjadi akibat infeksi nosokomial adalah infeksi aliran darah, pneumonia, infeksi saluran kemih, dan infeksi luka operasi.
Kini, selain ketakutan, besar kemungkinan kasus pneumonia dianggap sebagai akibat Covid-19. Hal ini mengingat salah satu akibat dari Covid-19 adalah timbulnya pneumonia. Bahkan, Covid-19 sering tertukar dengan pneumonia karena gejalanya sangat mirip.
Penyakit yang disebabkan oleh virus korona ini memang memiliki gejala yang terbilang sangat mirip dengan pneumonia biasa. Selain itu, penyakit ini juga dapat menimbulkan peradangan pada paru-paru, yang juga termasuk pneumonia.
Namun, pneumonia yang disebabkan oleh Covid-19 sedikit berbeda dengan pneumonia yang biasa terjadi. Pneumonia yang biasa terjadi dapat menyebabkan kantong-kantong udara di paru-paru mengalami radang dan dipenuhi cairan. Namun, penyakit ini dapat sembuh dengan sendirinya jika sistem imun pengidapnya baik.
Sementara pada Covid-19, gangguan tersebut umumnya menyerang saluran napas bagian atas yang akhirnya dapat menyebar hingga ke paru-paru. Virus korona tersebut dapat menginfeksi saluran pernapasan atas dan menyebabkan sumbatan di organ pernapasan tersebut. Lebih parah lagi, virus korona dapat menyebabkan kerusakan fatal pada paru-paru jika tidak segera mendapat pengobatan.
Baca juga : Perawatan Pneumonia di Rumah Sakit
Lalu, apa saja perbedaan gejala yang dapat timbul dari pneumonia dengan Covid-19? Pada seseorang yang mengidap Covid-19 dapat timbul gejala berupa demam, batuk kering, hingga kelelahan sebagai tahap awal. Selain itu, juga bisa mengalami mual, diare, nyeri otot, sampai muntah. Namun, jika infeksi tersebut sudah menyebabkan pneumonia, detak jantung akan lebih cepat, sesak napas, atau napas yang cepat dan pendek, hingga banyak berkeringat.
Sementara jika mengalami pneumonia biasa, beberapa gejala yang dapat terjadi adalah tampak kebiruan pada bibir dan kuku, mengalami delirium, batuk yang menghasilkan lendir, dan nyeri pada dada yang parah, terutama ketika batuk.
Hal yang paling terlihat dari perbedaan gejala pneumonia pada Covid-19 di awal serangan adalah batuknya tidak berdahak atau batuk kering. Hal yang tidak boleh diabaikan, jika seseorang batuk tidak berdahak dan kesulitan bernapas, sebaiknya langsung periksa meskipun harus mengunjungi dokter di rumah sakit. Gangguan ini lebih berisiko tinggi terhadap seseorang dengan usia di atas 65 tahun, pengidap diabetes, hipertensi, sampai ada masalah pernapasan. Mengingat hal ini, penting untuk mendapatkan penanganan dini.
Regulasi manajemen bencana
Terkait dengan pandemi Covid-19, HDP yang selama ini dipakai dalam menghadapi sebuah bencana alam harus diterapkan dalam menghadapi pandemi Covid-19, sekurangnya untuk kepentingan melindungi tenaga kesehatannya. Menyusun HDP merupakan pekerjaan besar yang harus dilakukan dengan sungguh-sungguh supaya mendapat hasil yang diharapkan ketika terjadi bencana yang sesungguhnya.
Hospital Disaster Plan seharusnya merupakan hasil dari suatu proses kerja yang didasari atas ancaman bencana, pengalaman masa lalu, ketersediaan sumber daya, khususnya SDM, dengan mengingat kebijakan lokal ataupun nasional. Penyusunan HDP umumnya dimulai dengan pembentukan tim penyusun HDP dan akan bisa memberikan hasil yang maksimal apabila didasari atas komitmen dan konsistensi dari manajemen RS.
Konsistensi diperlukan mengingat penanggulangan bencana, termasuk penyusunan HDP, merupakan proses yang kontinu sehingga diperlukan usaha untuk mempertahankan kinerja tim. Hal ini bisa diwujudkan dengan membentuk komite gawat darurat dan bencana atau institusi sejenis lain. Ruang lingkup komite juga termasuk masalah gawat darurat karena bencana dan gawat darurat merupakan dua hal yang memiliki keterkaitan tinggi dan memerlukan manajemen bersama.
Suatu HDP pun diharapkan memenuhi prinsip-prinsip pokok, antara lain organisasi penanggulangan bencana berbasis pada organisasi RS sehari-hari.
Suatu HDP pun diharapkan memenuhi prinsip-prinsip pokok, antara lain organisasi penanggulangan bencana berbasis pada organisasi RS sehari-hari, karena jika ada perubahan yang terlalu besar dikhawatirkan akan berpotensi gagal. Juga, prosedur dalam HDP dibuat sesederhana mungkin, tetapi mencakup semua yang diperlukan. Di samping itu, prosedur harus dibuat lengkap dan rinci.
Selain itu, ada beberapa hal lain yang perlu dipertimbangkan, yaitu kewenangan untuk menggerakkan tim harus dibuat sesederhana mungkin, jangan bergantung pada pimpinan tertinggi atau direktur RS. Proses pelimpahan wewenang pun harus dibuat sependek mungkin.
Penilaian kapasitas RS jangan hanya berdasar pada jumlah tempat tidur agar tidak terjadi penilaian yang terlalu optimistis. Tentu saja penyiapan fasilitas dan area yang terencana dengan baik dalam menghadapi bencana. Tidak ketinggalan, antara lain, penyiapan alur lalu lintas di area RS dan sekitarnya serta prosedur evakuasi RS apabila diperlukan.
Hal penting dalam regulasi manajemen bencana yang perlu diperhatikan antara lain menentukan jenis, kemungkinan terjadi dan konsekuensi bahaya, serta ancaman dan kejadian. Demikian pula, menentukan integritas struktural di lingkungan pelayanan pasien yang ada dan apabila terjadi bencana. Tidak ketinggalan, mengelola sumber daya selama kejadian, termasuk sumber-sumber alternatif, mengelola kegiatan klinik selama kejadian, termasuk tempat pelayanan alternatif pada waktu kejadian.
Baca juga : Layanan Kesehatan Masa Depan
Pemahaman penanggulangan terhadap bencana non-alam ini di Indonesia harus terus-menerus dan secara berkesinambungan disosialisasikan kepada masyarakat. Selain itu, pemerintah dan atau instansi terkait serta para pemuka masyarakat seyogianya juga menciptakan suasana kondusif pada saat bencana ini masih berlangsung serta mengurangi kepanikan masyarakat.
Dalam situasi penanganan bencana, sistem pengorganisasian, yang paling penting adalah adanya sistem komando. Terkait pelayanan di rumah sakit dalam situasi pandemi Covid-19, apakah setiap rumah sakit yang selama ini menjadi tumpuan pelayanan Covid-19 telah memiliki HDP dengan sistem komando yang efektif? Pertanyaan yang harus dijawab oleh segenap manajemen rumah sakit.
Anies, Guru Besar Fakultas Kedokteran dan Dosen Manajemen Bencana Universitas Diponegoro, Semarang