Pergantian Panglima TNI dalam Perspektif Pertahanan
Kedudukan TNI adalah sebagai alat negara dan menjalankan politik negara sesuai bunyi Sapta Marga kesatu hingga keempat. Karenanya, TNI harus menjaga jarak dengan politisi, termasuk Presiden sebagai kepala pemerintahan.
Oleh
KIKI SYAHNAKRI
·5 menit baca
Marsekal TNI Hadi Tjahjanto baru akan pensiun pada November 2021. Meski demikian, rencana pergantian Panglima TNI sudah ramai diperbincangkan sejak tahun lalu. Keadaan ini bisa dimaklumi karena meski TNI sudah tak lagi ber-Dwi Fungsi, perannya di percaturan politik di Indonesia masih sangat diperhitungkan. Ini antara lain karena latar belakang sejarah berdirinya TNI.
Bermula dari Badan Keamanan Rakyat (BKR) yang terbentuk secara spontan, didirikan oleh para pejuang untuk mempertahankan kemerdekaan melawan Belanda yang berusaha kembali menjajah dengan menggunakan kekuatan militer.
Memang dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) 23 Agustus 1945, Presiden Soekarno mengumumkan berdirinya BKR. Namun, dalam proses pembentukannya, masing-masing daerah membentuk dan mengorganisasikan sendiri-sendiri dengan sumber personel dari mantan Peta, KNIL dan bermacam laskar dari berbagai organisasi kemasyarakatan berlatar belakang politik, agama dan lainnya.
Tanggal 5 Oktober, BKR diubah jadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR), 23 Januari 1946 menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI) dan sejak 3 Juni 1947 sampai sekarang Tentara Nasional Indonesia (TNI).
TNI lahir dalam proses perjuangan bersenjata dalam kurun waktu bersamaan dengan proses perjuangan politik/diplomasi, bahkan beberapa perwira TNI seperti Kolonel TB Simatupang dan Kolonel Hidayat turut serta dalam proses tersebut. Dengan latar belakang kelahirannya seperti itu, dapat dipahami bila TNI memiliki ‘gen’ politik negara (bukan politik praktis untuk perebutan kekuasaan) yang sangat kuat.
Namun, proses pengangkatan Panglima TNI yang akan datang hendaknya tak dikotori oleh kepentingan politik praktis, khususnya terkait 2024.
Bahan pertimbangan utama dalam proses pengangkatan seorang Panglima TNI dalam perspektif pertahanan adalah, pertama, terjaminnya soliditas TNI.
Bahan pertimbangan
Bahan pertimbangan utama dalam proses pengangkatan seorang Panglima TNI dalam perspektif pertahanan adalah, pertama, terjaminnya soliditas TNI. Untuk tujuan ini maka poin (4) Pasal 13 UU TNI menyatakan: Panglima TNI ‘dapat’ dijabat secara bergantian.
Lalu ada konsensus tak tertulis dalam selang pergantian- nya, Angkatan Darat (AD) dapat porsi lebih banyak karena organisasi TNI AD jauh lebih besar dari TNI angkatan Laut (AL) atau Angkatan Udara (AU).
Kedua, kepentingan manajemen operasi TNI yang sedang berlangsung atau yang berpotensi akan terjadi. Dalam konteks ini, kini TNI sedang membantu Polri melaksanakan operasi pemulihan keamanan di Papua. Menurut pengamatan kami para purnawirawan senior, dalam operasi ini masih banyak hal yang harus dibenahi, menyangkut operasi intelijen/teritorial/tempur, komando dan pengendalian, serta dalam penyiapan pasukannya.
Untuk itu perlu sentuhan penanganan yang tepat dari Markas Besar TNI sebagai organ yang paling bertanggung jawab dalam pengerahan/penggunaan kekuatan, agar pelaksanaan operasi di Papua dapat berlangsung secara efektif-efisien.
Operasi TNI yang berpotensi akan terjadi adalah operasi mempertahankan wilayah kedaulatan di perairan Natuna, manakala konflik di Laut China Selatan (LCS) meningkat menjadi konflik bersenjata atau bahkan perang terbuka.
Kini situasi LCS sedang memanas dengan kehadiran armada AS didukung Inggris, Perancis, Jerman, Australia, Jepang sebagai sekutunya, dalam rangka meredam ambisi China menguasai kawasan ini. Klaim sembilan garis putus China yang membujur mulai dari Taiwan-Kepulauan Spratly-perairan Natuna-melingkar ke utara sampai Kepulauan Paracel, ternyata bersinggungan dengan wilayah kedaulatan NKRI.
Kendati kini LCS sedang memanas, sangat kecil kemungkinan meningkat jadi konflik bersenjata. China pasti menghindar karena perimbangan kekuatan bersenjatanya masih jauh di bawah sekutu, dia akan kehilangan kesempatan memelihara momentum pertumbuhan ekonominya dan kemitraan dengan banyak negara, terutama ASEAN. Dengan demikian, pengerahan kekuatan besar AL sekutu di LCS hanya wujud dari strategi penangkalan (deterrence strategy).
Ketiga, rencana strategis TNI dalam pembangunan kekuatan, dengan melihat 2-5 tahun ke depan, kekuatan matra mana yang jadi prioritas. Ini perlu disesuaikan dengan rencana pengangkatan seorang Panglima TNI. Siapa pun dan dari angkatan mana pun Panglima TNI berasal, harus memiliki visi serta kemampuan untuk melaksanakan tugas pembinaan ke dalam yaitu memelihara jati diri TNI sebagai Tentara Rakyat, Tentara Pejuang dan Tentara Nasional, serta meningkatkan profesionalisme prajuritnya.
Tugas khusus Panglima TNI dalam pembinaan adalah menata kedudukan dan peran TNI dalam sistem nasional untuk disesuaikan dengan iklim demokrasi.
Tugas khusus
Tugas khusus Panglima TNI dalam pembinaan adalah menata kedudukan dan peran TNI dalam sistem nasional untuk disesuaikan dengan iklim demokrasi. Idealnya TNI steril dari kepentingan politik praktis dan berperan minimal dalam politik negara. Syaratnya, stabilitas ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan sudah terwujud dengan baik. Untuk mewujudkannya lebih banyak tergantung peran para politisi sipil dan teknokrat.
Perlu jadi kewaspadaan bersama, militer di negara mana pun akan keluar dari baraknya manakala negara-bangsa terancam perpecahan akibat perang politik, terlebih TNI yang sejak awal sudah menyandang gen politik. Dengan demikian dalam melaksanakan tugas khusus ini TNI tak mungkin berjalan sendiri, melainkan harus satu visi dan bersinergi dengan para politisi, sama-sama berorientasi pada kepentingan nasional.
Tidak justru saling memanfaatkan, karena sangat tidak sehat bahkan berbahaya bagi keutuhan bangsa-negara.
Kedudukan TNI adalah sebagai alat negara dan menjalankan politik negara sesuai bunyi Sapta Marga kesatu hingga keempat. Karenanya, TNI harus menjaga jarak dengan politisi, termasuk Presiden sebagai kepala pemerintahan.
Presiden sebagai panglima tertinggi atau pemegang kekuasaan tertinggi atas TNI adalah dalam kedudukannya sebagai kepala negara dan diterapkan dalam suasana kedaruratan.
Di masa lalu, TNI sudah beberapa kali menunjukkan sikap seperti ini, antara lain dalam kasus: menolak didirikannya angkatan kelima di era Bung Karno, penyampaian Seskoad Paper dan Widodo Paper sebagai koreksi terhadap kebijakan Pak Harto, tak mendukung dekrit Presiden Gus Dur.
Semoga Panglima TNI terpilih yang akan datang merupakan pilihan tepat sesuai dengan kepentingan pertahanan-keamanan, maupun kepentingan bangsa-negara.
Kiki Syahnakri Ketua Umum Persatuan Purnawirawan TNI AD (PPAD)