Hari-hari ini, kita menyaksikan para elite politik yang justru berperilaku kurang etis, suka nyinyir tanpa argumen komprehensif, jauh dari sikap obyektif, menyebarkan pesimisme dan memuja kekuasaan.
Oleh
Bharoto
·3 menit baca
Momentum memperingati Hari Kemerdekaan RI sering memunculkan kerinduan akan sosok negarawan. Sepeninggal Bung Karno-Bung Hatta, rasanya masih sedikit yang bisa disebut sosok negarawan.
Negarawan memang bukan sembarang tokoh. Ia sosok yang sepenuh jiwa raga mengabdi pada kepentingan bangsa dan negara, kaya gagasan untuk memandu bangsa ke depan, disertai keluhuran budi dan laku teladan. Sepi ing pamrih rame ing gawe, kata orang Jawa.
Ketika bangsa sedang terbelah dan pandemi Covid-19 melanda, kehadiran sosok negarawan menjadi penting. Setidaknya bisa menginspirasi bangsa agar kembali bersatu padu mengatasi persoalan bangsa.
Akan tetapi, hari-hari ini kita menyaksikan para elite politik yang justru berperilaku kurang etis, suka nyinyir tanpa argumen komprehensif, jauh dari sikap obyektif, menyebarkan pesimisme dan memuja kekuasaan.
Sebagai bangsa besar—jumlah penduduk 278 juta jiwa dan kekayaan alam melimpah—sejarah membuktikan ketangguhannya mengarungi berbagai gejolak. Karena itu, munculnya sosok negarawan adalah keniscayaan, memandu bangsa menuju cita-cita luhur adil dan makmur.
Bharoto
Jalan Kelud Timur I, Semarang
Korupsi dan Elite Politik
Pelaku kasus korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dihukum berat, mulai dari 18 tahun, 20 tahun, bahkan seumur hidup penjara.
Ketika terdakwa banding ke MA, putusan justru diperkuat (Kompas, 26/8/2021). Hukuman tegas ini diharapkan memberi efek jera kepada siapa pun yang terlibat korupsi.
Namun, mengapa putusan berat korupsi tidak diterapkan pada koruptor elite politik, misalnya anggota DPR, jajaran hukum, bahkan menteri?
Kalau berprinsip semua sama di muka hukum, hukuman berat juga harus berlaku untuk elite politik. Cabut hak politik seumur hidup.
Apakah karena elite politik lalu bersikap tahu sama tahu? Kalau ini yang terjadi, rakyat lebih baik tidak memilih pemimpin saat pemilu.
Yes Sugimo
Jalan Melati Raya, Melatiwangi, Cilengkrang, Bandung 40616
Ulang tahun PT Pos Indonesia
Gubernur Jenderal GW Baron van Imhoff mendirikan kantor pos pertama di Batavia, 26 Agustus 1746. Tujuannya, menjamin keamanan surat- surat penduduk, terutama pedagang di luar Jawa.
Pegawai kantor pos terdiri atas dua postmeester, dibantu dua kerani (clerk) dan pengantar pos. Kantor Pos Semarang berdiri tahun 1750.
Perjalanan pos Jakarta-Semarang dan sebaliknya melalui Karawang, Cirebon, dan Pekalongan. Sesudah itu, dibuka pos di pelbagai kota.
Kini, sudah 275 tahun Pos Indonesia membangun dan melayani negeri dari Sabang sampai Merauke, dari Rote hingga Miangas. Di kota besar, kota kecil, pelosok, hingga pulau-pulau kecil.
Dengan produk jasa pengiriman dan jasa keuangan, PT Pos Indonesia berinovasi sesuai perkembangan teknologi sehingga semakin memudahkan pelanggan bertransaksi.
Selamat ulang tahun PT Pos Indonesia.
Vita Priyambada
Jl Bendungan Siguragura, Malang 65145
Jual Beli Jabatan
Komisi Pemberantasan Korupsi telah menangkap Bupati Probolinggo dalam operasi tangkap tangan terkait jual beli jabatan, Selasa (31/8/2021).
Penyakit ”korupsi” memang sudah mengakar. Bahkan, di masa pandemi masih ada saja yang tega korupsi.
Jual beli jabatan memang menggiurkan. Namun, ini perbuatan curang dan harus diberantas. Sanksi harus tegas dan berat supaya yang lain tidak mengikuti.
Mendapat jabatan dengan curang, pastilah tidak berkah. Maka, para pemangku jabatan hendaknya menguatkan keimanan dan amanah dalam menjalankan jabatannya.