Kontingen Indonesia mengukir prestasi membanggakan pada Paralimpiade Tokyo 2020 dengan meraih dua medali emas, yang mengakhiri penantian 41 tahun.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
Indonesia terakhir kali merebut dua medali emas pada Paralimpiade Arnhem 1980. Kedua medali emas itu persembahan Yan Soebiyanto dari cabang boling lapangan (lawn bowl) dan RS Arlen di angkat besi. Secara keseluruhan, di Arnhem kala itu, RI meraih dua emas dan empat perunggu.
Prestasi di Arnhem meneruskan pencapaian di Paralimpiade sebelumnya, Toronto 1976. Kala itu, kontingen ”Merah Putih” menyabet dua emas plus satu perak dan tiga perunggu. Dua emas tersebut buah perjuangan Itria Dini di atletik dan Syarifuddin (boling lapangan).
Setelah Arnhem 1980, Indonesia ibarat menjalani paceklik medali emas. Pada Paralimpiade sebelum Tokyo 2020, misalnya, yakni Rio de Janeiro 2016, kita hanya meraih satu perunggu melalui Ni Nengah Widiasih di angkat besi. Empat tahun sebelumnya di London 2012, juga satu perunggu oleh petenis meja David Jacobs.
Komite Paralimpiade Nasional (NPC) menargetkan satu emas di Tokyo 2020. Melalui penampilan penuh semangat dan pantang menyerah, atlet-atlet Paralimpiade terbaik kita meraih dua emas, tiga perak, dan empat perunggu. Kedua medali emas diraih dari arena bulu tangkis, yaitu oleh ganda putri Leani Ratri Oktila/Khalimatus Sadiyah dan ganda campuran Hary Susanto/Leani Tatri Oktila.
Sementara tiga perak persembahan Ni Nengah Widiasih (angkat besi) serta Dheva Anrimusti dan Leani (bulu tangkis). Empat peraih perunggu terdiri dari Saptoyogo Purnomo (atletik), David Jacobs (tenis meja), serta Suryo Nugroho dan Fredy Setiawan (bulu tangkis).
Dengan hasil ini, kontingen RI menyudahi perjuangan di Tokyo di peringkat ke-43 pada klasemen perolehan medali. Posisi ini membaik dari sebelumnya di Rio 2016, saat tim Merah Putih di tangga ke-46, dan London 2012, ketika Indonesia di posisi ke-60.
Di tengah berbagai keterbatasan pemusatan latihan nasional (pelatnas) Paralimpiade Tokyo 2020, prestasi ini melegakan sekaligus memunculkan kebanggaan. Keterbatasan itu mulai dari urusan pendanaan dan fasilitas latihan hingga ihwal minimnya uji coba dan latih tanding yang banyak terkendala situasi pandemi.
Dalam kiprahnya di level internasional, para atlet Paralimpiade juga mengharumkan nama negara.
Pembinaan olahraga Paralimpiade, dengan duta para atlet difabel, selalu bermakna kompleks dan sarat makna. Pembinaan yang tersistem dan berkesinambungan akan makin membuat para atlet Paralimpiade merasa setara dengan yang lain. Perubahan deretan huruf dari ”Disability” menjadi ”Ability” pada upacara pembukaan Asian Paragames 2018 sepatutnya menjadi representasi sudut pandang kita semua.
Selain ihwal bonus atlet Paralimpiade Tokyo 2020 yang harus sama dengan Olimpiade Tokyo 2020, berbagai aspek pembinaan olahraga Paralimpiade juga selayaknya dibuat setara. Mengingat, dalam kiprahnya di level internasional, para atlet Paralimpiade juga mengharumkan nama negara.