Apa yang Terjadi Setelah China Menekan Perusahaan Teknologi?
Langkah China menekan perusahaan teknologi dikhawatirkan akan ditiru negara lain yang penguasanya khawatir perusahaan-perusahaan teknologi itu bisa lebih berkuasa dibanding otoritas.
Oleh
Andreas Maryoto
·5 menit baca
Kompas
Andreas Maryoto, wartawan senior Kompas.
Setelah otoritas China menekan sejumlah perusahaan teknologi, mereka masih terus melakukan berbagai langkah. Publik bertanya tentang berbagai kemungkinan yang akan terjadi setelah tindakan mereka itu. Sebuah gosip global muncul di berbagai forum perusahaan teknologi. Mereka menunggu apa yang akan terjadi berikutnya di China.
Beberapa kalangan menduga masa depan perusahaan teknologi bakal suram. Ada juga yang berpikiran bahwa investor akan lari ke tempat lain yang lebih nyaman untuk berinvestasi. Namun, ada pula yang cemas langkah China akan ditiru negara lain yang penguasanya khawatir perusahaan teknologi berada di atas otoritas. Prinsip mereka, perusahaan teknologi tidak boleh di atas otoritas.
Beberapa waktu lalu, China melakukan pengetatan aturan untuk perusahaan transportasi, perdagangan daring, pendidikan, pengantaran makanan, hingga permainan daring. Mereka yang sudah melakukan penawaran saham perdana di luar negeri juga tidak luput dari tindakan. Dari hari ke hari tekanan itu tidak berhenti, tetapi malah terus dilakukan dan sampai kepada persoalan di dalam perusahaan teknologi itu sendiri. Perusahaan teknologi China seolah berada di dalam tekanan tanpa ujung.
Sepertinya, apa pun yang dilakukan oleh perusahaan teknologi dipermasalahkan oleh otoritas China. Selain kepemilikan saham, aksi korporasi, dan pengambilan data pribadi, berbagai hal juga disoroti oleh otoritas setempat. Terakhir, perusahaan teknologi dikejar-kejar masalah waktu kerja mereka. Pemerintah China mengatakan, perusahaan teknologi yang mempekerjakan karyawan dari mulai pukul 09.00 sampai pukul 09.00 malam dan bekerja enam hari seminggu, atau memiliki kebijakan 996, dinyatakan ilegal.
Sebelumnya otoritas Lembaga Ruang Siber China, menurut Financial Times, Sabtu (28/8/2021), mengeluarkan draf yang berisi tentang aturan yang lebih detail bagaimana perusahaan teknologi tidak diperbolehkan menggunakan algoritma untuk merekomendasikan video dan beberapa konten lainnya kepada pengguna. Langkah ini akan memiliki konsekuensi lebih jauh, yaitu perusahaan harus membuka sejauh mana perangkat lunak mereka membuat rekomendasi. Potensi masalah yang lebih besar ialah pengguna bisa menghentikan berbagai fitur.
Laporan lainnya dari laman The Wall Street Journal menyebutkan, anak-anak muda di China mungkin merasa aktivitas mereka di berbagai bentuk gim sudah habis. Pemerintah China meluncurkan aturan baru pada awal pekan ini yang membatasi bermain gim daring hingga 3 jam seminggu. Pelarangan menggunakan gim juga terjadi pada hari libur umum. Mereka yang dilarang bermain adalah orang di bawah usia 18 tahun. Semua gim daring akan diminta terhubung ke sistem ”anti-kecanduan” yang dioperasikan oleh pemerintah dan pengguna.
AFP/NOEL CELIS
Seorang warga bermain gim daring di sebuah toko komputer di Beijing, China, 31 Agustus 2021. Sehari sebelumnya, China mengumumkan pengetatan waktu bermain gim bagi anak-anak hanya menjadi 3 jam per minggu, sebagai bagian dari tekanan terhadap raksasa teknologi.
Mereka yang bermain harus mendaftar dengan menggunakan nama asli. Peraturan yang lebih ketat telah lama ditunggu, terutama setelah komentar keras beberapa kalangan di media pemerintah yang melabeli permainan semacam itu ”candu untuk pikiran” pada awal Agustus lalu. Langkah ini kemungkinan belum akan berakhir, kebijakan lain yang sebenarnya lebih keras kemungkinan akan muncul. Kabarnya, pemain muda kelak dilarang hampir setiap hari. Pada hari-hari mereka diizinkan akan dibatasi hingga 1 jam saja.
Masih dari laman The Wall Street Journal, saham perusahaan gim China bereaksi relatif baik terhadap berita tersebut. Tencent, perusahaan gim terbesar di dunia berdasarkan pendapatan, naik 0,9 persen pada hari Selasa lalu di Hong Kong, sementara NetEase turun 2,3 persen. Reaksi itu mungkin melegakan kalangan perusahaan teknologi karena peraturan baru tidak lebih parah dari yang diduga. Pemain gim usia muda jumlahnya sangat kecil sehingga pengaruh ke pendapatan mereka juga kecil. Tencent mengatakan, pemain gim di bawah usia 16 tahun hanya menyumbang 2,6 persen dari pendapatan kotor gim di China pada kuartal terakhir.
Sebelum ini sebenarnya pemerintah dan perusahaan gim sendiri telah membatasi pemain gim muda dalam beberapa tahun terakhir. Beberapa anak muda yang giat mungkin telah menghindari pembatasan itu, dengan meminjam rekening orang dewasa. Meski demikian, perusahaan kemungkinan akan makin memperketat pelaksanaan aturan itu dibanding harus menghabiskan lebih banyak waktu dan tenaga untuk berurusan dengan aparat.
Masalah lebih besar yang muncul ialah ketidakpastian peraturan menghantui mereka dan kemungkinan tekanan ini akan bertahan lama. Tidak hanya itu, investor yang selama ini masuk ke perusahaan-perusahaan teknologi di negara itu bingung. Kalangan investor hanya bisa menduga-duga.
Pemerintah China mungkin telah melakukan perubahan besar di dalam filosofi kebijakan ekonominya. Secara sederhana China mungkin melihat sesuatu yang lebih besar harus dilakukan di dalam sektor ekonomi mereka. Salah satu kemungkinan isu yang terkait dengan kepentingan China ialah soal ketimpangan. Mereka melihat perkembangan perusahaan teknologi menyebabkan kemunculan orang kaya-orang kaya baru, tetapi tidak sedikit orang tetap berada di bawah garis kemiskinan. Kesenjangan apabila terjadi dalam jangka panjang akan berbahaya.
Keluhan tentang ketidakadilan memang muncul di berbagai kalangan. Sejumlah pelaku usaha kecil mengeluhkan soal peluang bisnis mereka yang turun. Akan tetapi, yang tidak bisa dimungkiri adalah keberadaan perusahaan teknologi yang makin membesar. Mereka juga menguasai data penduduk. Makin hari makin besar pula data yang dikuasai oleh mereka. Otoritas tentu mencemaskan perkembangan ini. Perusahaan teknologi makin berkuasa dan bahkan mungkin berada di atas otoritas. Sebuah ancaman. Oleh karena itu, ada sindiran terhadap para pemimpin bisnis yang makin banyak di negara itu untuk lebih berhati-hati, di China hanya ada satu pemimpin.
AFP/NOEL CELIS
Warga melintas di depan kantor Tencent, di Shenzhen, Guangdong, China, 28 Mei 2021. Tencent adalah perusahaan gim terbesar di dunia.
Dunia tetap menunggu perkembangan di China. Beberapa investor mulai berpikir untuk berpindah ke negara lain, salah satunya ke Asia Tenggara. Mereka tidak yakin dengan perkembangan di China akan membaik. Mereka malah melihat China akan makin memperketat aturan. Akan tetapi, mereka tidak mudah berpindah. China dengan penduduk yang besar tetap menarik. Oleh karena itu, mereka memilih menunggu.
Langkah China itu dicemaskan oleh kalangan perusahaan teknologi akan memengaruhi otoritas lain di beberapa negara untuk melakukan langkah yang sama. Mereka cemas sejumlah pemerintahan akan ikut-ikutan menekan perusahaan teknologi. Bayang-bayang bahwa perusahaan teknologi berada di atas negara sangat mungkin mendorong sejumlah negara untuk mengerem perkembangan bisnis perusahaan teknologi. Alasan paling mudah adalah soal penguasaan data pribadi.
Meski demikian, satu hal yang tidak bisa dihambat adalah perkembangan industri berbasis digital sudah menjadi kebutuhan. Apalagi di tengah pandemi, keberadaan fasilitas digital sangat membantu baik warga maupun aparat pemerintah. Hambatan terhadap mereka hanyalah akan menjadi kerikil kecil. Perusahaan teknologi akan melakukan inovasi lain agar mereka tetap bisa bertahan.
Kehadiran perusahaan teknologi tidak bisa dihalang-halangi. Otoritas-lah yang perlu melakukan adaptasi. Langkah China bisa mulus karena sistem politik mereka mendukung. Di negara demokrasi, tindakan terhadap perusahaan teknologi akan mempunyai sejumlah implikasi ekonomi dan politik yang tidak mudah. Apalagi pengguna teknologi digital sudah banyak.