Ragam Percakapan
Jika kata-kata baru dalam bahasa Indonesia logat Medan itu menjalar ke daerah-daerah lain dan diterima publik pengguna bahasa Indonesia, kata-kata baru itu pantas menjadi bagian dari kosakata Bahasa Indonesia.

Kamus Cakap Anak Medan yang disusun Choking Susilo Sakeh.
Di rubrik Nusantara, Kompas (21/8/2021), disajikan laporan perkembangan kosakata dalam ragam percakapan anak Medan. Itu pertanda bahwa bahasa Indonesia âhidupâ di sana: berubah dan berkembang terus, muncul kata-kata baru hasil perekaciptaan (coinage) kreatif anak-anak muda di sana.
Bilaâdan jikaâkata-kata baru dalam bahasa Indonesia logat Medan itu menjalar ke daerah-daerah lain dan diterima publik pengguna bahasa Indonesia, kata-kata baru itu pantas menjadi bagian dari kosakata Indonesia, masuk ke dalam KBBI tanpa diembel-embeli notasi âcakâ (= ragam percakapan).
Ihwal perkembangan bahasa Indonesia, dalam hal kosakata sebaiknya kita bersikap deskriptif: masyarakat pengguna bahasa Indonesia adalah raja yang disembah.
Terhadap âCakap Anak MedanâŠâ ada dua catatan saya. Yang pertama ialah kata doorsmeer yang katanya berasal dari bahasa Inggris. Itu salah! Asalnya dari bahasa Belanda, dan artinya ialah âpelumasan menyeluruhâ.
Pada mesin kendaraanâmotor bebek, misalnyaâtidak hanya ditambahkan zat pelumas (oli), tetapi mesin juga dibersihkan. Pelumas (lubricant)-nya dikuras, lalu diisi penuh dengan pelumas baru. Di Jawa, istilahnya juga doorsmeer, atau âganti oliâ.
Catatan yang kedua ialah SPBU yang disebut âgalonâ. Di Jawa âstasiun pengisian bahan-bakar umumâ itu disebut âpom-bensinâ sebab bensin (premium, atau premix, atau pertamax, atau pertalite)-nya dialirkan ke tangki bahan-bakar motor bebek itu dengan pompa.
Sebenarnya kata galon dipungut dari bahasa Inggris (Amerika). Gallon ialah nama satuan volume zair (= zat cair); 1 gallon = 4 quarts atau sekitar 4 liter.
L Wilardjo
Klaseman, Salatiga
Mohon Keterangan

Pebulu tangkis Paralimpiade Indonesia, Suryo Nugroho (kiri) dan Oddie Kurnia Dwi Listyanto, saat melawan pasangan Thailand, Watcharaphon Chok-uthaikul/Pricha Somsiri, pada perempat final ganda putra SU5 Asian Para Games 2018 di Istora Senayan, Jakarta, 11 Oktober 2018. Suryo serta enam rekannya berlatih dan bertanding mandiri untuk menjaga peringkat menghadapi Paralimpiade 2020.
Dalam berita di Kompas, âSatu Emas di Paralimpiadeâ (Rabu, 11/8/2021), antara lain tertulis: âMereka adalah Dheva Anrimusthi, Suryo Nugroho (tunggal putra SU5), Leani Ratri Oktila (tunggal putri SL4), Hary Susanto/Leani (ganda campuran SL3-SU5), ....â dan seterusnya.
Saya baca sampai paragraf terakhir, tidak ada keterangan tentang kode-kode itu. Mohon penjelasan, apa maksud kode-kode SU5, SL4, Sl3, dan seterusnya itu.
Terima kasih.
Budiawan
Celeban Baru, Yogyakarta
Catatan Redaksi:
Terima kasih atas kesetiaan Anda membaca Kompas, terutama dengan mengikuti berita-berita olahraga.
Detail klasifikasi dalam bulu tangkis paralimpiade tidak kami sertakan karena cukup panjang, tetapi lengkapnya dijelaskan di laman Komite Paralimpiade Internasional dan laman induk cabang bulu tangkis paralimpiade.
Untuk cabang bulu tangkis, pada dasarnya kode SL adalah untuk keterbatasan pada kaki, SU adalah keterbatasan pada tangan. Kode angka terkait derajat keterbatasan. Semakin kecil angka, maka keterbatasan semakin tinggi.
Semoga penjelasan ini menjawab pertanyaan Anda.
Kita Wajib Bantu Presiden

Presiden Joko Widodo berpidato pada Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2021 dan Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI dalam rangka HUT Ke-76 Republik Indonesia di Ruang Rapat Paripurna, Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD RI, Senin (16/8/2021).
Pidato Presiden Joko Widodo pada Sidang Tahunan MPR 2021 mengajak kita tetap optimistis dan dengan kesadaran penuh menghadapi tantangan. Pidato itu dibuka dengan bahasan tentang dampak pandemi. Ditunjukkan kepada kita, business is not as usual.
Di sisi lain, Tajuk Rencana Kompas (18/8/2021) menunjukkan keprihatinan terhadap pengabaian masalah mendasar dalam upaya perbaikan bangsa ini, yaitu korupsi. Seolah terabaikan karena pandemi.
Linda Yanti Sulistiawati yang mengibaratkan pemerintah berenang di air keruh saat pandemi (Kompas, 12/8/2021), tulisannya terlalu bagus untuk dilewatkan. Kita dapat belajar banyak hal yang patut diperhatikan para pemangku kepentingan agar berhasil menanggulangi Covid-19.
Mulai Juli 2021 Indonesia menjadi episentrum Covid-19 dengan angka kematian tertinggi dunia, 2.048 orang pada 10 Agustus 2021. Linda mengutip esai Arundhati Roy, âWe Need a Governmentâ, menggambarkan karut-marut penanganan pandemi di India yang diperparah korupsi dan keteledoran PM Narendra Modi.
Epidemiolog Griffith University, Dicky Budiman, mengkritik penurunan level pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), dari level 4 menjadi 3 di beberapa daerah. Alasannya, pemerintah tak memasukkan kematian sebagai pertimbangan. Menurut dia, hal ini berbahaya karena kita akan kehilangan indikator penting dalam memahami keparahan wabah.
Kebijakan itu disampaikan Luhut B Pandjaitan sebagai Koordinator PPKM Jawa-Bali. Sebagai pendamping Presiden, seharusnya setiap kebijakan didasari masukan para pakar seperti Dicky. Bila tidak, sikap ini akan menyulitkan kebijakan pokok presiden.
Jelas dalam pidatonya, Presiden menyebut pandemi harus ditangani secara cepat dan terkonsolidasi, dengan merujuk kepada data, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Korupsi tidak harus digambarkan dengan penyelewengan material. Sikap batin pun dapat mencerminkan rasukan jiwa koruptif. Pemutarbalikan fakta, kebohongan publik, ketidakadilan peradilan, pengabaian data yang sahih, dan berbagai hal lain mencerminkan perilaku koruptif. Dampaknya multifaset mengenai berbagai sendi kehidupan.
Pramono Dwi Susetyo dalam rubrik ini mengemukakan satu istilah yang mengindikasikan juga hal ini: standar ganda pemerintah.
Langkah-langkah Presiden Jokowi membawa penulis kepada kesan bahwa kepemimpinan yang dijalankannya mencoba menerapkan apa yang disebut Bill George sebagai VUCA 2.0. Singkatan dari Visionary, Understanding, Courage, Adaptability yang penting dalam menanggulangi suasana yang penuh ketidakpastian di Indonesia ataupun di dunia.
Kepemimpinan dengan pola VUCA 2.0 akan lebih mudah terlaksana jika mulai dari pembantu terdekat presiden, ada loyalitas pada kebijakan pokok yang diambil.
Di sisi lain, Presiden dalam pidatonya mengapresiasi perubahan perilaku masyarakat luas yang membawa kemungkinan pada makin cepatnya penanggulangan pandemi.
Maka, keteladanan harus dimulai dari para pendamping terdekat Presiden. Hal ini agar tidak membingungkan masyarakat yang sudah melangkah di jalur yang benar.
Kembali kepada Tajuk Rencana Kompas (18/8/2021) yang mengingatkan bahwa pandemi tidak selayaknya menghilangkan keprihatinan terhadap korupsi, maka kita selaku masyarakat wajib membantu Presiden Jokowi dalam sisa waktu pemerintahannya.
Bersikaplah dewasa dan tidak mengganggu, apalagi menggerogoti kebijakan, beri masukan dan kritik membangun. Para pelaku politik jangan semata-mata memikirkan dan bertindak demi Pemilu 2024, jadilah negarawan, bukan politikus petualang.
Di sisi lain, pemerintah sesuai VUCA 2.0 harus menyadari, korupsi telah menjadi endemis dan bersarang dalam batin orang. Masuk bagian bawah sadar yang tidak terkontrol lagi oleh rasio. Pemerintah tampaknya tidak menangkap dinamika kebatinan masyarakat yang sudah sangat jengkel terhadap korupsi.
Penurunan apresiasi terhadap upaya pemberantasan korupsi sudah disampaikan oleh berbagai unsur masyarakat. Mendengar adalah bagian dari understanding dalam VUCA 2.0. Mengatasi dengan cepat dan tepat memerlukan vision dan courage.
Bung Hatta pernah mengatakan, kurang cerdas dapat diperbaiki dengan belajar, kurang cakap dapat dihilangkan dengan pengalaman. Namun, watak tidak jujur sulit diperbaiki. Ini tantangan nyata yang memerlukan waktu panjang untuk mengatasinya.
Mochtar Pabottingi menulis di Kompas (18/8/2021) bahwa berbeda dengan situasi kepartaian 1912-1960, kini aneka sifat buruk kepartaian kita, terutama di era Reformasi, bermuara dalam perekrutan para pelaksana di ketiga cabang pemerintahan. Menjadi booster kemerdekaan pengkhianatan.
Parahnya, kemiskinan integritas dan minimnya deliberasi berkonsekuensi pada tidak adanya pengindahan prinsip keabsahan prosedural dan keabsahan substansial dalam penyiapan, penetapan, bahkan revisi UU.
Oleh karena itu, menjadi kewajiban kita untuk bersatu membantu Presiden Jokowi menuntaskan tugasnya. Ini hanya bisa dicapai jika semua bersatu membangun bangsa.
Hadisudjono Sastrosatomo
Jl Pariaman, Pasar Manggis, Jakarta 12970