Dari kita, masyarakat yang dipimpin, dituntut sebuah disposisi batin yang tak bersungut-sungut. Sebaliknya, kita harus bersungguh-sungguh menjadi partner pemerintah, terutama dalam mengatasi pandemi.
Oleh
Agustian Ganda Putra Sihombing, OFMCap
·3 menit baca
Buah penting hasil Konsili Vatikan II adalah aggiornamento. Gereja membuka diri untuk pembaruan dan berdialog dengan dunia luar tanpa mengikis dasar utama ajarannya. Lahirlah ungkapan partisipasi aktif umat dalam kehidupan rohani dan liturgi gereja.
Walau demikian, umat tidak bisa mengambil posisi seorang imam dalam memimpin sebuah perayaan liturgis. Tetap ada patron tegas dari gereja dalam hal ini.
Demikian kiranya dapat kita lihat sebuah garis linear, di mana bangsa Indonesia telah melakukan pembaruan yang amat penting. Masa Orde Lama demokrasi terasa hanya sebagai semboyan dan sedikit terwujud saat Orde Baru. Saat Reformasi, masyarakat Indonesia mendapat ruang dan dijamin hak demokrasinya sesuai undang-undang.
Saat ini, presiden dan jajarannya, baik di pusat maupun daerah, telah berusaha membangkitkan Indonesia dari keterpurukan akibat kemiskinan, akses pendidikan yang minim, dan terpaan Covid-19 yang tak kunjung reda.
Dari kita, masyarakat yang dipimpin, dituntut sebuah disposisi batin yang tak bersungut-sungut. Sebaliknya, kita harus bersungguh-sungguh menjadi partner pemerintah, terutama dalam mengatasi pandemi.
Setelah 76 tahun Indonesia merdeka, kita seharusnya sudah berjarak dengan egoisme, memikirkan diri sendiri. Dalam hening cipta pribadi, mari mengenang para pahlawan yang berkorban tanpa batas, tidak mementingkan diri, dan tidak pernah bersungut-sungut.
Dalam pesta nasional tahun ini, kita diajak pemerintah untuk mengendapkan slogan ulang tahun proklamasi kemerdekaan, ”Indonesia tangguh, Indonesia maju!”
Ketangguhan Indonesia akan terasa jika setiap warga masyarakat dalam negara bersatu. Melepaskan diri dari sikap apriori dan meninggalkan pesimisme.
Mari memajukan Indonesia yang telah lama stagnan dengan dialog, demokrasi, terbuka pada pembaruan, dan yang paling penting jangan mudah bersungut-sungut.
Orang yang maju adalah orang yang sudah melalui ragam pencobaan dan percobaan. Kuncinya, seriuslah dan bersungguh-sungguhlah untuk maju!
Agustian Ganda Putra Sihombing, OFMCap
Jl Hayam Wuruk, Medan Petisah, Sumatera Utara
Selamat Jalan
Ikut berduka dengan berpulangnya sastrawan Budi Darma. Semoga Kompas mengenangnya dengan menerbitkan cerpen-cerpennya yang pernah dimuat di Kompas Minggu.
Usul saya, bukukan dalam antologi Orang-Orang Bloomington Baru. Saya salah satu di antara pengagum cerpen-cerpen beliau. Semoga usulan ini mendapat dukungan pembaca dan Redaksi Kompas.
Muhisom Setiaki
Karang Tengah, Parakan, Temanggung
Pelat Nomor Baru
Tanda nomor kendaraan bermotor (TNKB) secara nasional dan bertahap akan diubah. Dari dasar hitam dengan huruf dan angka putih menjadi dasar putih dan tulisan hitam.
Rencana ini bagus, dapat menjaring kendaraan bodong yang tidak bayar Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) sehingga tidak punya TNKB legal.
Ada baiknya penggantian TNKB juga untuk memberi tanda khusus berupa garis diagonal pada ambulans, mobil jenazah, dan mobil pelayanan publik swasta. Dengan tanda tersebut, berarti tidak ada batasan beroperasi saat jadwal ganjil genap diberlakukan.
Dengan TNKB baru yang berciri khusus, aparat kepolisian dan dinas perhubungan akan dimudahkan mengawasi kendaraan di jalan raya.
FX Wibisono
Jl Kumudasmoro Utara, Semarang 50148
”Kompas” Muda
Terima kasih atas artikel ”Koran Selalu di Hati” di Kompas (1/8/2021), yang memuat saya dan kembaran saya, Alvan, sebagai narasumber.
Terima kasih juga kepada Bapak Budi Suwarna, wartawan senior Kompas, atas kesempatan yang diberikan. Meski wawancara terasa singkat, esensinya ada.
Dalam artikel ada sedikit tertukar soal minat. Seharusnya saya suka resensi buku, politik, fotografi, tren mode, surat pembaca, resep masakan. Begitu juga sebaliknya dengan Alvan. Namun, tidak apa, toh minat kami berdua sama.
Sejak artikel itu diturunkan, banyak yang respek dan bertanya, ”Bagaimana bisa jadi narasumber Kompas?”
Semoga artikel tersebut semakin menyadarkan pembaca muda bahwa membaca koran cetak itu tidak kalah asyik dibandingkan dengan mengakses berita secara daring.