Sejumlah platform memberi kemudahan bagi warga Afghanistan untuk menghapus jejak digitalnya. Mereka mengkhawatirkan jejak itu akan digunakan penguasa baru, yaitu Taliban, untuk menelusuri riwayat digital warganya.
Oleh
Andreas Maryoto
·4 menit baca
Sejumlah platform memberi kemudahan bagi warga Afghanistan untuk menghapus jejak digitalnya. Mereka mengkhawatirkan jejak itu akan digunakan penguasa baru, yaitu Taliban, untuk menelusuri riwayat digital warganya. Mereka yang diduga lawan politik bisa saja akan menerima risiko yang tidak ringan ketika Taliban mulai berkuasa.
Afghanistan adalah sebuah contoh pergolakan politik yang mengharuskan orang untuk menghapus jejak mereka di dunia maya setelah sekian tahun berselancar. Pada masa lalu, orang hanya berusaha menghilangkan jejak fisik dan dokumen ketika mereka bermasalah secara politik. Kini di abad digital, jejak mereka di dunia maya juga harus dihapus.
Peristiwa yang mirip mungkin terjadi ketika terjadi pergolakan di Hong Kong beberapa waktu lalu. Aparat yang ingin menekan demonstran dengan mudah melacak para pemprotes melalui berbagai fasilitas digital. Penguasa dengan mudah menemukan pertemanan, tendensi konten yang disebar, dan juga komunikasi yang dilakukan oleh para demonstran. Sebagian dari demonstran berusaha untuk menghapus jejak digitalnya.
Problem di Afghanistan memang rumit. Sejumlah kalangan menduga Taliban akan menggunakan data kependudukan digital dan juga data biometrik untuk melacak lawan-lawan politiknya. Data ini semula digunakan untuk kepentingan catatan sipil dan juga untuk pemilu. Oleh karena itu, sejumlah lembaga membuat panduan tentang cara-cara untuk mengamankan data biometrik dan juga data digital lainnya.
Namun, data biometrik sepertinya sulit dihapus dan dalam waktu dekat Taliban akan menguasainya. Oleh karena itu, panduan yang dimunculkan bukan soal cara menghapus riwayat digital, tetapi menghindar dari kemungkinan pengenalan berbasis data-data warga, seperti pengenalan muka, retina mata, dan sidik jari. Saran ini dimunculkan oleh Human Rights First di dalam lamannya dengan memberi beberapa langkah yang bisa dilakukan.
Panduan itu sudah mulai diterjemahkan ke dalam bahasa Pasthun agar bisa dipahami warga setempat. Ada juga beberapa panduan lain yang tersedia dalam bahasa setempat berkat jasa komunitas penggemar teknologi yang berkembang pesat, yang telah bekerja untuk aktivis hak asasi manusia yang tinggal di Iran selama bertahun-tahun.
Jejak digital lainnya adalah jejak mereka ketika berada di media sosial. Beberapa platform, seperti Facebook, Twitter, dan LinkedIn, telah mempermudah warga Afghanistan untuk menghapus jejak digital mereka. Kini warga ramai-ramai berusaha untuk menghapus jejak mereka. Langkah awal yang dilakukan adalah menghapus konten-konten yang selama ini bertengger di akun-akun mereka secara manual.
Di dalaman laman Wired disebutkan beberapa pontensi jejak digital yang bisa didapat dan digunakan oleh Taliban. Ketika Taliban tersingkir pada 2001, sejak saat itu semakin banyak kehidupan mereka yang dijalani secara daring. Sekarang, dengan Taliban kembali berkuasa, secuil jejak digital bisa menjadi alasan untuk menghukum seseorang.
Di laman New Scientist disebutkan saat terakhir kali Taliban berkuasa, yaitu tahun 2001, media sosial hampir tidak ada dan telepon pintar belum banyak digunakan warga. Sekarang sekitar 4 juta orang di Afghanistan secara teratur telah menggunakan media sosial. Namun, terlepas dari peningkatan penggunaan teknologi digital, peningkatan komparatif dalam keamanan digital belum terjadi di negara itu.
Kalangan analis mengatakan, Taliban bisa menggunaan sejumlah cara untuk mendapatkan informasi tentang warganya melalui apa yang disimpan secara digital di perangkat warga seperti kontak, pesan, layanan komputasi awan yang digunakan, dan data lainnya di gawai mereka. Semua data itu sangat mungkin akan mudah diketahui isinya ketika gawai itu ditemukan oleh Taliban. Kekhawatiran warga beralasan karena Taliban akan menekan lawan politik mereka.
Banyak warga Afghanistan menghapus jejak mereka terutama bila terkait dengan tautan lembaga Barat dan lembaga hak asasi manusia. Mereka bahkan menghapus foto mereka yang terlihat bersama aparat militer negara itu, di depan bendera Afghanistan, dan juga saat bersama kolega mereka dari Barat. Tidak hanya itu beberapa warga menyarankan agar saudara dan juga teman mereka mengubah gaya hidup digital. Masa depan tidak bisa lagi ditebak sehingga lebih baik secepatnya mengamankan diri.
Sebagian besar platform yang digunakan oleh mereka adalah Facebook. Facebook merespons perkembangan itu dengan mempermudah warga untuk menghapus jejak digital warga Afghanistan, seperti bisa menghapus seluruh foto dengan lebih mudah, menghapus pertemanan di platform, dan menghapus unggahan lama.
Facebook juga menambah fitur keamanan, seperti tombol untuk mengunci akun pengguna. Penguncian yang lebih mudah akan menghindarkan orang lain mengunduh aset digital pemilik akun dan melihat unggahan akun-akun Facebook. Secara temporer, Facebook akan menghilangkan kemampuan pencarian teman di dalam daftar pertemanan. Mereka berharap cara ini bisa melindungi warga Afghanistan.
Kejadian di Hong Kong dan Afghanistan menjadi pelajaran tentang pengamanan jejak digital ketika muncul krisis politik. Pergolakan politik bisa terjadi di mana saja. Pergantian kekuasaan bisa terjadi kapan pun. Penguasa baru bisa saja melakukan langkah keamanan dengan menyusuri jejak digital. Akan tetapi, jejak digital adalah masalah privat. Oleh karena itu, ke depan platform perlu memastikan bahwa pemilik akun bisa mengamankan aset digitalnya, baik ketika ada pergolakan politik maupun tidak.