Menjadi pekerjaan rumah bagi kita semua, bagaimana menyingkirkan para politisi yang idiot dan keras kepala.
Oleh
Samesto Nitisastro
·3 menit baca
Marcus Tullius Cicero, filsuf dan negarawan Romawi, mengatakan, ”Setiap manusia bisa berbuat kesalahan, tetapi hanya orang idiot yang gigih mempertahankan kesalahannya.”
Pernyataan penuh makna tersebut ternyata tecermin pada perilaku sebagian besar tokoh dan politisi di negeri kita, terutama karena situasi sosial dan politik yang anomali. Bisa jadi—dalam kaitannya dengan politik—ini karena sangat dangkalnya pemahaman atas makna dan tujua serta etika berpolitik. Selain itu, idiot biasanya berhubungan erat dengan sikap keras kepala.
Bisa kita cermati, bakteri jahat bernama keras kepala menjangkiti banyak politisi, dari yang senior hingga politisi yunior yang baru belajar. Tidak memandang tingkat peradaban, kecerdasan, ataupun kesejahteraan. Mereka selalu mau menang dan benar sendiri. Pihak lain harus sepaham, tanpa kesadaran untuk koreksi diri.
Bayangkan saja, idiot yang menyatu dengan keras kepala, akhirnya membuat perilaku seseorang menjadi tanpa arah meski tujuannya jelas bisa ditebak. Bagaimana rakyat akan sejahtera jika negeri kita masih dikuasai orang-orang yang dikatakan Marcus Tullius Cicero.
Menjadi pekerjaan rumah bagi kita semua, bagaimana menyingkirkan para politisi yang idiot dan keras kepala.
Samesto Nitisastro
Praktisi SDM, Pesona Khayangan, Depok 16411
Rendah Hati
Prof Dr Budi Darma telah tiada. Obituarinya muncul di Kompas. Semua tulisan sahabat dan muridnya di media massa memujinya sebagai tokoh santun dan rendah hati.
Prof Novita Dewi dari Universitas Sanata Dharma menyebut almarhum sebagai ”guru yang tak pernah menggurui” (Kompas, 23/8/2021).
Saya setuju.
Saya tidak akrab, tetapi kenal. Kami pernah berdiskusi di suatu lokakarya. Pada suatu sore, di kawasan Cisarua, saya—bersama teman-teman lain—mengantar beliau ke toko yang menjual sarung.
Melalui artikel di Kompas, saya pernah mengkritik cerpen beliau yang mendeskripsikan ”hubungan arus pendek” (kortsluiting atau short circuit). Deskripsinya hiperbolis, wajar, sebab beliau seorang sastrawan. Namun, penjelasannya tentang kortsluiting tidak benar secara fisika. Hal ini dapat menguatkan keluncaspahaman (miskonsepsi) pada pikiran banyak siswa SMP.
Kemudian ada mahasiswa kandidat doktor di bawah bimbingan Prof Budi Darma yang membela guru besarnya itu. Ia mengungkapkan ketidaksenangannya terhadap catatan saya tentang kortsluiting.
Bisa jadi ungkapan kegusaran kandidat doktor itu tidak atas perintah pembimbingnya, tetapi inisiatif sendiri, saking hormatnya kepada mentor.
Prof Budi Darma memang pantas dihormati dan dicintai teman, protegé, dan para muridnya. Requiescat In Pace.
L Wilardjo
Klaseman, Salatiga
Sertifikat Rumah
Saya pernah menjadi karyawan PT Bank Sinarmas Tbk periode 2008-2014. Pada saat itulah saya mengambil pinjaman kredit rumah.
Tahun 2017, saya sudah melunasi pinjaman sesuai jumlah yang diinformasikan PT Bank Sinarmas Tbk. Namun, sampai saat ini sertifikat belum di tangan saya. Menurut informasi, masih harus diproses untuk pengeluarannya.
Mohon bantuannya.
Tomy
Br Pemenang, Banjar Anyar, Kediri, Tabanan, Bali
Uang di Koperasi
Saya dan banyak nasabah lain menjadi korban penipuan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Sejahtera Bersama.
Kami berinvestasi dengan iming-iming bunga 13 persen per tahun, tinggi karena infonya tabungan diinvestasikan ke properti dan sebagainya.
Karena sudah 20 tahun berdiri, saya berani menabung di KSP Sejahtera Bersama. Namun, sejak Juli lalu, dana tabungan yang janjinya akan dikembalikan ternyata bohong.
Para direksi KSP Sejahtera Bersama, tolong kembalikan uang kami para nasabah.