Dalam situasi pandemi Covid-19 sekarang, dengan terjadi ketidakpastian yang tinggi, dibutuhkan pengambilan keputusan yang cepat dan tepat. Data yang sahih sangat menentukan dalam menghasilkan keputusan yang tepat.
Oleh
Bharoto
·3 menit baca
Mengelola data dengan baik dapat memberikan gambaran tentang suatu keadaan, selanjutnya bisa menjadi dasar banyak hal, termasuk pengambilan keputusan.
Dalam situasi pandemi Covid-19 seperti sekarang, dengan terjadi ketidakpastian yang tinggi, dibutuhkan pengambilan keputusan yang cepat dan tepat. Data yang sahih sangat menentukan dalam menghasilkan keputusan yang tepat guna dan tepat sasaran.
Data yang sahih memiliki akurasi tinggi, relevan, dan tepat waktu. Jadi, data yang sahih merupakan kebutuhan mutlak. Apalagi dana triliunan rupiah telah digelontorkan pemerintah untuk mengatasi pandemi Covid-19.
Masalahnya adalah bagaimana mengelola data dengan baik dan benar? Dibutuhkan ketekunan, ketelitian, kekritisan, juga kejelian dan kecerdasan. Sungguh tidak mudah mencari kualifikasi semacam ini.
Akibatnya seperti yang kita lihat hari ini. Data bidang kesehatan, misalnya, pusat-provinsi-kabupaten/kota sering tak sama. Data tingkat keterisian rumah sakit, jumlah kasus positif, hingga jumlah vaksinasi yang telah dilakukan, sering diragukan, apalagi data jumlah kematian.
Demikian pula dengan data program jaring pengaman sosial yang sudah sampai ke masyarakat. Misalnya, bantuan sosial (bansos), bantuan langsung tunai (BLT), bantuan ke UMKM, ataupun bantuan pekerja, yang saat ini simpang siur bahkan dengan perbedaan yang besar.
Meski demikian, ada contoh membanggakan. Kompas melalui litbangnya telah mengelola dan menganalisis data dengan sangat baik. Litbang Kompas tidak hanya menyajikan keakuratan informasi, tetapi juga telah menjadi lembaga think tank yang disegani. Banyak hasil surveinya yang menjadi referensi pihak-pihak lain, termasuk survei saat pilpres berupa quick count dengan akurasi tinggi. Hanya selisih sedikit dengan hasil real count.
Karena itu, sekali lagi, mengelola data dengan baik mutlak dalam pandemi dengan ketidakpastian tinggi.
BHAROTO
Jl Kelud Timur, Semarang
Data Vaksinasi
Dalam beberapa hari ini di berbagai media dapat dibaca berita tentang keberhasilan Pemprov DKI Jakarta melaksanakan vaksinasi Covid-19.
Pemprov DKI mencatat, Kamis (12/8/2021), vaksinasi dosis pertama sudah mencapai 98,1 persen dari target sasaran vaksinasi.
Total ada 8.771.557 orang sudah disuntik dosis pertama vaksin Covid-19. Sementara cakupan vaksinasi dosis kedua sudah 42,7 persen dari target. Artinya, lebih dari 3,9 juta orang sudah divaksin Covid-19 lengkap.
Namun, data di laman resmi Pemprov DKI, corona.jakarta.go.id, berbeda. Situs ini menyajikan data vaksinasi berbasis wilayah kota, kecamatan, kelurahan, hingga RT/RW di wilayah DKI Jakarta.
Hingga Jumat (13/8/2021) pukul 12.00, cakupan vaksinasi dosis pertama baru 5.251.876 orang dan untuk dosis kedua 2.416.995 orang. Artinya, dari target sasaran vaksinasi 8.941.211 orang di DKI Jakarta, untuk suntikan dosis pertama baru 58,74 persen, masih ada 41,26 persen atau 3.689.335 orang dari target sasaran yang belum divaksinasi. Sementara untuk dosis kedua (vaksinasi lengkap) baru 27,03 persen dari target.
Pencapaian program vaksinasi di DKI Jakarta tentu patut diapresiasi. Namun, adanya perbedaan data ini cukup mengganggu dan perlu ada penjelasan pihak terkait.
Indra Sakti
Jl Basuki Rahmat, Pondok Bambu, Jakarta Timur
Contoh Baik
Pada 3 Juli 2021 ada penceramah bercerita tentang wabah flu Spanyol 1918. Suatu saat jumlah penderita melonjak drastis. Lalu tiba-tiba virus hilang. Tentu ada doa di antaranya, bersama kesulitan ada kemudahan. Menyenangkan, ya, cerita ini?
Kartun Kompas (4/7/2021) menggambarkan orang Italia yang senang karena sejak 28 Juni 2021 bisa lepas masker. Negara lain, seperti Hongaria, Inggris, Korea Selatan, Australia, Amerika Serikat, Selandia Baru, juga sama. Ini karena, antara lain, rakyat mendukung pemerintahnya, taat protokol kesehatan.
Mereka sayang pada tenaga kesehatan, menjaga agar tidak kewalahan dan kelelahan. Menyenangkan, ya, berita ini?
Mari kita juga berbangsa bernegara secara pintar. Kalau program pemerintah belum sempurna, ya, kita bantu. Misalnya, dengan membantu penyuluhan kepada masyarakat atau menjadi sukarelawan.
Jadi, kita susah dan senang bersama, tidak ada yang protes atau membantah. Beberapa negara telah memberikan contoh baik. Semoga dengan ini pandemi segera berakhir.