Sistem pendidikan harus adaptif sesuai dengan tuntutan zaman. Tantangan terbesar dunia pendidikan saat ini adalah menyiapkan Generasi Z dan Alpha, para siswa saat ini, untuk menghadapi ketidakpastian di era 4.0.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Tujuan pendidikan pada hakikatnya adalah untuk mengembangkan dan mengoptimalkan potensi anak didik, sebagai pribadi dan anggota masyarakat, agar siap menyongsong masa depan sesuai dengan zamannya.
Saat ini, teknologi yang berkembang pesat memicu perubahan yang amat cepat pula, bahkan tidak terduga dan penuh ketidakpastian. Pandemi Covid-19 mempercepat perubahan ini.
Bagaimana menyiapkan Generasi Z dan Alpha, para siswa saat ini, untuk menghadapi ketidakpastian itulah tantangan terbesar dunia pendidikan saat ini. Laporan Dell Technologis pada 2020 menyebutkan, 85 persen pekerjaan pada 2030 yang akan dimasuki Generasi Z dan Alpha belum ditemukan. Konsep otomasi di era 4.0 juga akan mengubah struktur dan lapangan pekerjaan.
Di satu sisi, institusi pendidikan formal saat ini dinilai belum optimal membekali siswa dengan keterampilan praktis yang menjadi modal siswa untuk mengembangkan diri secara mandiri ataupun untuk masuk dunia kerja nanti (Kompas, 22/8/2021). Paradigma pendidikan sudah bergeser mengikuti perkembangan zaman, tetapi sistem pendidikan belum cukup responsif terhadap tuntutan zaman.
Dibutuhkan sistem pendidikan yang memungkinkan guru atau pendidik mengubah metode pembelajaran sesuai dengan kebutuhan siswa. Sistem pendidikan yang memungkinkan siswa merdeka dalam belajar bebas menyampaikan pendapat dan berkreasi. Sistem pendidikan yang memungkinkan sekolah/guru mengoptimalkan sumber pembelajaran yang semakin terbuka saat ini.
Harus diakui, masih ada sejumlah masalah mendasar yang membelenggu sistem pendidikan kita, mulai dari otonomi daerah, kewenangan pendidikan yang terbagi di tingkat pusat, permasalahan yang melingkupi guru, anggaran pendidikan, hingga kurikulum pendidikan.
Pada masa pandemi ini, misalnya, meski Kemendikbudristek mengeluarkan tiga pilihan kurikulum darurat, sekolah tidak bisa memilih kurikulum sesuai dengan kondisi para siswanya karena telah ditentukan oleh pemerintah daerah.
Metode pembelajaran yang secara umum masih satu arah dan juga sejumlah peraturan yang berlaku di daerah tidak mendukung siswa untuk berpikir kritis dan kreatif, dua dari 12 keterampilan yang dibutuhkan pada abad ke-21. Bagaimana siswa bisa berpikir kritis jika terkungkung dengan peraturan yang mengharuskan atau melarang mereka mengenakan seragam dengan atribut keagamaan misalnya.
Kompas/Ferganata Indra Riatmoko
Murid SD mengendalikan robot dalam upacara bendera robot di LKP Autobot School, Klaten Utara, Klaten, Jawa Tengah, Kamis (13/8/2020).
Reformasi sistem pendidikan seharusnya juga mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut. Sebagaimana dikatakan Ki Kajar Dewantara bahwa pendidikan merupakan permintaan dalam kehidupan anak-anak, maka sistem pendidikan pun harus responsif pada kebutuhan siswa/anak didik.
Saat ini, mereka dituntut menguasai keterampilan belajar (berpikir kritis, kreatif, kolaborasi, komunikasi), keterampilan literasi (literasi informasi, media, dan teknologi), serta kecakapan hidup (fleksibilitas, kepemimpinan, prakarsa, produktivitas, keterampilan sosial) agar dapat adaptif di zaman yang berubah dengan cepat ini.