Ada yang berbeda pada pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo di Sidang MPR, Senin lalu. Topik pemberantasan korupsi dan penegakan HAM tak lagi muncul.
Oleh
Arita Nugraheni/Rangga Eka Sakti
·5 menit baca
Kentalnya isu pandemi Covid-19 dalam pidato kenegaraan Presiden Joko Widodo di Gedung Nusantara MPR, DPR, DPD, Senayan, Senin (16/8/2021), tecermin dari banyaknya kata terkait pandemi yang muncul. Selama menyampaikan pidato sepanjang 32 menit 54 detik, kata pandemi disebutkan sebanyak 31 kali, kesehatan 19 kali, Covid-19 disebut 9 kali, dan vaksin disebut 6 kali.
Berbicara soal pandemi, nuansa yang hadir dalam pidato tahun ini tampak berbeda. Jika di tahun lalu diksi ”krisis” mendapat penekanan dengan muncul sebanyak 14 kali, dalam pidato tahun ini kata tersebut hanya diucapkan sebanyak tiga kali. Sebagai gantinya, dalam pidato ini, kata ”ujian” dipilih untuk mendapat penekanan lebih dengan muncul sebanyak delapan kali.
Penekanan pada ujian inilah yang menjadi pintu masuk bagi Presiden dalam mengajak bangsa untuk berefleksi. Sepanjang sejarah, Indonesia berkali-kali diterpa oleh ”ujian” dalam bentuk krisis dan resesi yang tak mudah dihadapi. Justru peristiwa-peristiwa berat itulah yang membantu bangsa memiliki fondasi yang kuat soal politik hingga ekonomi. Kekuatan inilah yang diharapkan muncul setelah Indonesia berhasil melewati masa sulit di kala pandemi.
Dalam menanggapi kinerja penanganan pandemi, Presiden Joko Widodo menyampaikan apresiasinya. Lembaga legislatif diapresiasi karena mampu membantu negara menghimpun kekuatan fiskal yang selama ini dijadikan modal pemerintah memerangi Covid-19. Tak hanya itu, konsolidasi di tingkat pusat dan daerah juga mendapat apresiasi Presiden karena bisa memperbaiki manajemen implementasi kebijakan di lapangan.
Meski banyak memberi apresiasi, Presiden juga menyoroti kekurangan pemerintah menangani pandemi, khususnya terkait industri obat, vaksin, dan alat-alat kesehatan yang masih belum independen. Padahal, industri-industri yang belum mandiri ini merupakan penopang utama penanganan pandemi. Presiden berjanji untuk terus menjaga ketersediaan dan keterjangkauan harga obat dan vaksin yang selama ini masih dikeluhkan.
Kata kunci ekonomi/perekonomian menduduki peringkat kedua teratas setelah kata kunci pandemi. Presiden memberikan topik ekonomi dengan porsi yang cukup besar dalam pidatonya. Diksi ekonomi/perekonomian disebut sebanyak 20 kali, UMKM 8 kali, dan investasi 6 kali. Presiden juga menyinggung agenda-agenda lain, seperti pembangunan sumber daya manusia, penyelesaian proyek infrastruktur, reformasi struktural dalam pembangunan ekonomi, hingga penguatan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Dalam pidato kali ini, setidaknya ada dua topik ekonomi yang ”tebal” disampaikan, yakni terkait UMKM dan investasi. Frase UMKM menempati jajaran kata kunci yang paling sering disebut, yakni sebanyak delapan kali. Peningkatan kelas pengusaha UMKM disebut menjadi agenda utama.
Dalam pidato kali ini, setidaknya ada dua topik ekonomi yang ’tebal’ disampaikan, yakni terkait UMKM dan investasi.
Pemerintah sendiri menyiapkan kemudahan untuk UMKM yang memiliki potensi besar pada pasar digital. Perdagangan digital pada tahun 2020 yang berhasil membukukan transaksi mencapai Rp 253 triliun diperkirakan tumbuh menjadi menjadi Rp 330,7 triliun di tahun 2021. Digitalisasi UMKM dalam aplikasi perdagangan elektronik dan lokapasar pun sudah mencapai 22 persen dari total UMKM per Agustus 2021. Sinergi antara kemudahan pemerintah dan digitalisasi diharapkan dapat meningkatkan partisipasi ekonomi UMKM dalam rantai pasok global.
Selain UMKM, spektrum ekonomi yang muncul adalah investasi. Kata investasi muncul sebanyak enam kali. Presiden menyatakan, struktur ekonomi perlu dialihkan ke sektor produktif, salah satunya investasi. Pada Semester I-2021, realisasi investasi Indonesia di luar sektor hulu migas dan jasa keuangan mencapai Rp 442,8 triliun. Investasi ini sekaligus menyerap lebih dari 620.000 tenaga kerja Indonesia. Pengarusutamaan investasi menjadi bagian terintgrasi dalam upaya pemerintah agar masyarakat bisa mendapatkan pekerjaan.
Selain membahas ekonomi, presiden juga memberikan apresiasi pada kinerja lembaga legislatif, yudikatif, dan lembaga-lembaga pemerintah. Di tahun ini, hanya beberapa lembaga yang mendapat tempat istimewa. Sementara apresiasi yang cukup panjang disampaikan pada Dewan Perwakilan Rakyat atas penyelesaian Undang-Undang Cipta Kerja sebagai omnibus law pertama di Indonesia. Presiden juga apresiasi kerja DPR dalam menjalankan inovasi dan penjaringan aspirasi masyarakat. Tak lupa, apresiasi kepada MPR atas konsistensi program empat pilarnya, yakni memperkokoh ideologi Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan RI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Lembaga lainnya yang juga mendapatkan apresiasi adalah Badan Pemeriksa Keuangan, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial. Lembaga-lembaga hukum ini dinilai mampu menjaga pelayanan peradilan dengan memanfatkan teknologi.
Tema yang tahun ini hampir tidak disinggung dalam pidato kenegaraan adalah pemberantasan korupsi.
Korupsi dan HAM
Tema yang tahun ini hampir tidak disinggung dalam pidato kenegaraan adalah pemberantasan korupsi. Sebagai perbandingan, topik ini secara konsisten dibahas dalam pidato Presiden di Sidang MPR selama 2 tahun ke belakang. Terakhir Presiden memberikan janjinya mencegah korupsi di tengah agenda debirokratisasi dalam pidato tahun 2019.
Presiden pun masih mau berjanji ”tidak main-main dengan pemberantasan korupsi” dan meningkatkan upaya pencegahan korupsi ”melalui tata kelola yang sederhana, transparan dan efisien” dalam pidato di 2020 ketika Indonesia tengah kalut diselimuti pandemi. Di pidato tahun ini, diksi korupsi hanya disebut satu kali, itu pun ketika Presiden menyebut nama Komisi Pemberantasan Korupsi, dalam konteks menyampaikan terima kasih atas dukungannya yang produktif kepada pemerintah tanpa mengurai lebih detail bentuk dukungan yang dimaksud.
Hal yang sama terjadi pada isu hak asasi manusia (HAM) yang juga terasa hilang dalam pidato tahun ini. Pada 2019, di kesempatan yang sama, Presiden menyinggung soal HAM sebanyak tiga kali selama pidato. Salah satunya ialah ketika Presiden menggaris bawahi pentingnya mengukur ”potensi pelanggaran hukum dan pelanggaran HAM yang bisa dicegah” bagi para aparat penegak hukum. Presiden pun berani menekankan pentingnya mengedepankan aspek perlindungan HAM dalam setiap kebijakan dalam pidato tahun 2020 lalu.
Hal lainnya yang terasa belum secara tegas muncul dalam pidato Presiden adalah ucapan duka Presiden atas ribuan korban meninggal akibat Covid-19. Dalam pidato sepanjang 2.734 kata ini, kata ”kesedihan” hanya muncul satu kali. Kata ini pun dimunculkan bersandingan dengan berbagai kata lain yang tak sepadan, seperti ”kelelahan”, ”kepenatan” dan ”kejenuhan”.
Meskipun demikian, ajakan Presiden untuk tetap semangat dan tidak putus asa dalam menghadapi pandemi ini tetap harus diapresiasi. Seperti ungkapan reflektifnya di awal pidato, ”Pandemi itu seperti api. Api memang membakar, tetapi sekaligus menerangi. Kalau terkendali, dia menginspirasi dan memotivasi.”