Pandemi Covid-19 memaksa politisi di negara mana pun untuk fokus pada hasil nyata: penularan turun dan rakyat tetap bisa makan.
Oleh
Redaksi
·2 menit baca
SEKRETARIAT PRESIDEN
Presiden Joko Widodo mendampingi Perdana Menteri Malaysia Muhyiddin Yassin dalam upacara penyambutan kunjungan kenegaraan di halaman depan Istana Merdeka, Jakarta, 5 Februari 2021.
Tak lagi didukung mayoritas anggota parlemen, Muhyiddin Yasin mundur dari jabatannya sebagai Perdana Menteri Malaysia. Pandemi menjadi pemicunya.
Raja Malaysia Sultan Abdullah menerima pengunduran Muhyiddin. Ia sementara menjadi pelaksana tugas perdana menteri sebelum ada penggantinya yang definitif.
Konstitusi Malaysia memungkinkan raja untuk menentukan perdana menteri definitif tanpa pemilu. Guna mendapatkan nama yang didukung mayoritas anggota parlemen, raja pun meminta legislator untuk mengirimkan nama yang mereka rekomendasikan. Cara itu diharapkan dapat menghasilkan sosok yang dikehendaki mayoritas anggota parlemen sehingga ia memiliki posisi lebih kokoh secara politik.
Dalam sistem parlementer, pergantian perdana menteri selaku pemimpin eksekutif merupakan hal biasa. Bahkan, pada hakikatnya, sistem parlementer memberi ruang bagi pergantian perdana menteri dalam rentang waktu pendek agar tercapai solusi di tengah dinamika keras antarkekuatan politik.
AP PHOTO/FL WONG
Pengunjuk rasa membawa plakat dalam demonstrasi yang menuntut PM Malaysia Muhyiddin Yassin mundur, di Kuala Lumpur, 31 Juli 2021.
Hal ini berbeda dengan sistem presidensial seperti di Indonesia. Eksekutif dan legislatif terpisah. Namun, keduanya sama kuat karena sama-sama dipilih langsung oleh rakyat. Dinamika di parlemen dalam negara presidensial tak otomatis memengaruhi posisi presiden. Sebaliknya, presiden tak bisa mengintervensi parlemen.
Meski dimungkinkan pergantian di tengah masa jabatan, presiden disiapkan untuk lengser saat periode kekuasaannya berakhir. Upaya mengganti presiden di tengah masa jabatan akan sangat menguras energi dan besar kemungkinan memicu konflik parah di tengah masyarakat.
Meski dimungkinkan gonta-ganti perdana menteri tanpa mengancam persatuan di tengah masyarakat, apa yang terjadi di Malaysia tetap menggelisahkan. Muhyiddin yang mulai menjabat pada Maret 2020 juga hasil penunjukan raja. Saat itu, ia bersama sejumlah politisi lain hengkang dari koalisi pemenang Pemilu 2018, Pakatan Harapan. Pemerintahan yang dipimpin PM Mahathir Mohamad pun bubar. Raja Malaysia lantas menunjuk Muhyiddin sebagai perdana menteri. Muhyiddin didukung UMNO yang kalah dalam Pemilu 2018.
AP PHOTO/VINCENT THIAN
Polisi memeriksa penumpang mobil di pos pengecekan selama penerapan pembatasan mobilitas di pinggiran Kuala Lumpur, Malaysia, 11 Mei 2021.
Ia lalu naik ke kursi kekuasaan dengan beban berat pandemi Covid-19. Kurang dari 18 bulan masa kekuasaannya, Muhyiddin menghadapi tekanan besar karena dinilai gagal mengendalikan penularan dan mengatasi problem ekonomi. Editor The Diplomat, Sebastian Strangio, menyebutkan, Malaysia kini tercatat mengalami kematian dan tingkat penularan tertinggi per kapita. Berpenduduk 32,7 juta, bulan ini Malaysia mencatat tambahan kasus Covid-19 lebih dari 20.000 dalam sehari. Tekanan ekonomi membuat pula rakyat menderita.
Pandemi Covid-19 memaksa politisi di negara mana pun untuk fokus pada hasil nyata: penularan turun dan rakyat tetap bisa makan. Tak mudah. Namun, disayangkan jika pandemi dijadikan amunisi oleh politisi di parlemen untuk menyerang, menumbangkan, pemerintahan. Akhirnya, rakyat pula yang tetap sengsara.