Duduk Soal Blok Rokan
Tidak ada yang kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi. Pemerintah Indonesia juga tidak merebut dari perusahaan asing. Blok Rokan kembali ke tangan pemerintah karena kontrak pengusahaan atas nama Chevron memang berakhir.
Mulai Senin, 9 Agustus 2021, Pertamina mengelola Blok Rokan di Riau yang ditinggalkan oleh PT Chevron Pacific Indonesia. Berita Kompas (Senin, 9/8/2021, halaman 11) sudah benar. Namun, saya ingin meralat iklan Pertamina yang dimuat di halaman 5.
Pada iklan sebesar satu halaman itu disebutkan bahwa Blok Rokan ”kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi”. Dalam pesan Dirut Pertamina Nicke Widyawati yang banyak beredar di media sosial hal itu juga disebutkan.
Bersama surat ini, saya informasikan bahwa tidak ada yang kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi. Pemerintah Indonesia juga tidak merebutnya dari perusahaan asing.
Blok Rokan yang dulu pernah dikenal sebagai Blok Kanguru—karena bentuknya seperti kanguru—kembali ke tangan pemerintah karena kontrak pengusahaan atas nama Chevron memang berakhir pada 8 Agustus 2021.
Sedikit sejarah. Meskipun para ahli geologi Socal (cikal bakal Chevron) telah menginjakkan kaki di Pulau Sumatera pada 1924, baru pada 1935 pemerintah Hindia Belanda memberi hak kepada perusahaan gabungan Socal dan Texaco—bernama NV California Texas Petroleum Maatschappij yang disingkat Caltex—untuk mencari minyak mentah di wilayah yang kini masuk Provinsi Riau.
Tahun 1939, ahli geologi Richard Hopper meneliti dan kemudian menemukan sumur minyak raksasa Minas. Setelah penyerahan kedaulatan pada 1949, kontrak diberikan kepada Caltex Pacific Oil Company (CPOC). Pada 1952, ekspor minyak Minas dilakukan dari Pakning. Sejak itu dihasilkan miliaran barel minyak mentah yang menjadi andalan devisa pembangunan negara kita.
Perjanjian kerja berubah menjadi kontrak karya, kemudian production sharing. Jadi, sejak itu, Caltex yang kemudian menjadi Chevron bertindak sebagai operator alias ”kontraktor” dari perusahaan negara Pertamina.
Hal ini perlu dijelaskan agar tidak terjadi salah persepsi seolah pemerintah merebut kembali lapangan Blok Rokan miliknya sendiri. Tidak ada yang direbut dan tidak ada yang kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi!
Chevron meninggalkan Blok Rokan pada 8 Agustus 2021 karena memang begitulah perjanjiannya dari awal. Berapa potensi cadangan Blok Rokan yang tertinggal? Hanya Kementerian ESDM yang bisa merilisnya.
Renville Almatsier
Mantan PR Chevron, Jl KH Dewantara, Tangsel 15411
Lagu Kebangsaan
Semua warga negara Indonesia pasti merasakan aura kemerdekaan dan kebangsaan kita di bulan Agustus. Apalagi, pengibaran bendera Merah Putih oleh masyarakat selama satu bulan penuh selama Agustus ini sudah berlangsung masif meski belum merata di seluruh Indonesia.
Namun, agar rasa kebangsaan semakin kuat, saya ingin mengusulkan agar, selama bulan Agustus, di kantor pemerintah dan layanan publik— misal bandara, terminal, stasiun kereta api, pusat perbelanjaan—dipasang perangkat pengeras suara dan memutar lagu-lagu kebangsaan.
Tentu saja cara memutarnya dengan menggunakan etika dan keindahan sehingga orang yang mendengarnya pun bisa menikmati. Dengan demikian, tujuan memutar lagu-lagu kebangsaan ini akan tercapai.
Tujuannya tentu saja adalah menyulut rasa nasionalisme dan patriotisme agar semakin kuat nyalanya. Apalagi, jika yang diputar adalah lagu-lagu kebangsaan dan perjuangan yang heroik, penuh semangat.
Banyak lagu nasional yang memenuhi kriteria itu. Salah satunya adalah lagu ”Indonesia Pusaka” yang sangat menyentuh nurani itu.
Di sisi lain, di saat kita semua terkena musibah pandemi yang belum menunjukkan tanda-tanda berakhir, semoga kebersamaan sebagai bangsa yang sedang berjuang melawan korona akan semakin menggelora.
Silakan ditentukan, apakah semua bebas memutar lagu-lagu kebangsaan atau diatur oleh pejabat yang berwenang. Misalnya Kominfo untuk menentukan dan mengarahkan.
Sri Handoko
Tugurejo, Semarang
”Indonesia Raya”
Menjelang peringatan ke-76 Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, saya ingin mengutarakan keprihatinan bahwa dalam upacara peringatan tersebut, terutama yang berlangsung di Istana Negara, lagu ”Indonesia Raya” tidak pernah dinyanyikan syairnya.
Seharusnya, dalam peristiwa yang sangat bermakna bagi bangsa Indonesia, syair itu tidak boleh begitu saja dilupakan. Mengapa lagu kebangsaan ”Indonesia Raya” hanya instrumentalia yang dimainkan, sementara lagu-lagu nasional lainnya justru dinyanyikan oleh koor?
Yang juga mengherankan saya, tampaknya tidak ada yang memperhatikan dan menengarai keanehan tersebut. Seolah itu hal biasa saja.
Kata-kata dalam lirik ”Indonesia Raya” telah disusun dengan susah payah, menjadi ekspresi jiwa dan semangat kebangsaan rakyat Indonesia.
Pada Oktober 1928 di Batavia, Soegondo Djojopoespito memperlihatkan lirik dan musik lagu berjudul ”Indonesia” sebagai calon lagu kebangsaan kepada penguasa kolonial.
Oleh pemerintah kolonial, diputuskan musiknya saja yang boleh dimainkan, tetapi liriknya tidak boleh. Hal ini disampaikan Van Der Vlaas dari Departemen Urusan Dalam Negeri pemerintah kolonial Belanda.
Tentunya karena dianggap berbahaya, menyulut semangat kebangsaan dan (terutama) kemerdekaan. Apakah bayang-bayang (spectre) sang penguasa kembali datang, menggeleng-gelengkan kepala dan berkata, ”Nee, nee” (tidak boleh), sambil menggerak-gerakkan jari telunjuknya?
Maka, dalam Kongres Pemuda 1928, WR Soepratman memainkan biola memperdengarkan lagu ”Indonesia” yang diciptakannya.
Alangkah membanggakannya jika syair lagu ”Indonesia Raya” dinyanyikan, apalagi jika lengkap tiga stanza.
Sedikit tambahan, mengapa kita sering berucap ulang tahun ke sekian Republik Indonesia? Ini salah satu dari kebiasaan kita yang kurang cermat. Seharusnya bukan Republik Indonesia, melainkan ”Indonesia” karena bentuk republik baru ditetapkan pada 18 Agustus 1945.
Soegio Sosrosoemarto
Jl Kepodang I, Bintaro Jaya 2, Tangerang Selatan
Menuju Olimpiade Paris 2024
Kita sangat bangga atas keberhasilan pasangan ganda putri bulu tangkis Greysia/Apriyani meraih medali emas Olimpiade Tokyo 2020. Pencapaian prestasi ini juga meneruskan tradisi perolehan medali emas Indonesia sejak bulu tangkis dipertandingkan di Olimpiade Barcelona 1992, kecuali sekali gagal di Olimpiade London 2012.
Klasemen medali Indonesia di Olimpiade Tokyo 2020 yang berada di peringkat ke-35 dengan 1 emas, 1 perak, dan 3 perunggu (Kompas, 3 Agustus 2021) sesungguhnya belum merupakan hasil optimal.
Meski lemah di cabang olahraga atletik, akuatik, dan seterusnya, Indonesia memiliki potensi di cabang olahraga bela diri, seperti taekwondo, karate, judo, tinju, dan gulat. Sayangnya, tidak ada atlet cabang olahraga tersebut yang lolos kualifikasi Olimpiade Tokyo 2020.
Maka, menghadapi Olimpiade berikutnya di Paris 2024, Indonesia perlu berbenah mempersiapkan atlet-atletnya selama tiga tahun ke depan. Targetnya adalah meloloskan sebanyak mungkin atlet di ajang kualifikasi Olimpiade.
Prioritas adalah untuk cabang olahraga baru. Salah satu yang berpotensi adalah panjat tebing nomor speed. Beberapa atlet telah berhasil meraih prestasi di berbagai ajang kejuaraan dunia.
Lifter yunior Windy Cantika Aisah dan Rahmat Erwin Abdullah agar terus diasah karena akan memasuki usia emas di dua Olimpiade mendatang. Demikian pula regenerasi dengan para pebulu tangkis yunior, seperti Putri Kusuma Wardani, Chico Aura Dwi Wardoyo, Leo Rolly Carnando/Daniel Marthin, dan Rinov Rivaldy/Pitha Haningtyas Mentari, untuk terus ditempa jadi pelapis seniornya.
DI Rahardjo
Kompleks Graha Puspa D3, Kecamatan Lembang, Bandung Barat 40391
Air di Bawah Jembatan
Pengecatan pesawat kepresidenan memicu pro kontra, apakah pengubahan warna itu memang mendesak?
Pejabat dan pengamat yang ”pro” beralasan bahwa biaya pengecatan sudah dianggarkan sejak 2019, bahwa warna merah putih itu untuk mangayubagya peringatan proklamasi yang ke-75, bahwa turun mesin (overhaul) itu bagian dari perawatan rutin yang harus dilakukan.
Pengecatan itu ”menebeng” perawatan besar di atas untuk berhemat. Bahwa biaya Rp 2 miliar itu sedikit membantu industri penerbangan kita yang sedang lesu, dan seterusnya. Argumentasi pihak yang ”pro” terasa rasional.
Sebaliknya, mereka yang ”kontra” menyatakan bahwa sebaiknya biaya dialihkan dulu untuk menangani pandemi karena kawula alit sudah menjerit terimpit Covid-19 dan seterusnya.
Kebanyakan masyarakat aras bawah tidak tahu apakah pengecatan itu sedang akan atau sudah dilakukan. Kalau sudah telanjur, berarti ”nasi sudah menjadi bubur” meskipun buburnya lezat dan bergizi. Pesawat dwiwarna merah putih itu bagus!
Ada pepatah ”pikir dulu pendapatan, sesal kemudian tak berguna”. Di sini, ”pendapatan” itu adalah ”hasrat”. Pepatah lawas ini mengingatkan agar jangan grusa-grusu.
Namun, ada pula ujaran Jawa: ”sing uwis, ya uwis” (yang sudah, ya, sudahlah), sama maksudnya dengan ”let bygones be bygones”. ”It’s (like) water under the bridge”.
Seperti air (yang mengalir) di bawah jembatan. Sudah lewat dan tak terkejar lagi.
L Wilardjo
Klaseman, Salatiga
Dua KTP?
Membaca Surat Kepada Redaksi (Kompas, 9/8/2021), ada Ibu Titi Supratignyo yang beralamat di Tangerang Selatan. Kadang-kadang yang bersangkutan juga beralamat di Semarang.
Apakah boleh seorang warga negara Indonesia mempunyai dua KTP? Bukankah syarat dimuatnya tulisan melampirkan fotokopi KTP?
Ariffin Tjekiagus
Kav Pertamina, Rawakopi, Cinere, Depok
Catatan Redaksi:
KTP Ibu Titi beralamat di Semarang. Namun, yang bersangkutan menginformasikan bahwa, karena usia, ia kini lebih banyak tinggal bersama keluarga anak di Tangerang.