Hampir satu tahun Indonesia didera pandemi, tetapi tarik-ulur masih terjadi, antara prioritas kesehatan atau pemulihan ekonomi. Ini menjadi dilema pelik pemerintah. Oleh karena itu, vaksinasi massal harus segera tuntas.
Oleh
Budi Sartono Soetiardjo
·4 menit baca
Pemerintah menargetkan vaksinasi massal minimal pada 181,5 juta penduduk Indonesia. Jumlah ini dihitung untuk mencapai kekebalan kelompok, herd immunity, paling tidak 70 persen dari jumlah penduduk Indonesia.
Vaksinasi massal menjadi pilihan utama ketika berbagai upaya pembatasan, dari pembatasan sosial berskala besar (PSBB) hingga pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM), tidak membuahkan hasil menggembirakan. Terjadi berbagai pelanggaran termasuk tidak ditaatinya protokol kesehatan sehingga angka peningkatan kasus Covid-19 masih tinggi.
Hampir satu tahun Indonesia didera pandemi, tetapi tarik-ulur masih terjadi, antara prioritas kesehatan atau pemulihan ekonomi. Ini menjadi dilema pelik pemerintah. Oleh karena itu, vaksinasi massal harus segera dituntaskan, memenuhi target waktu Presiden Joko Widodo, satu tahun.
Jika dihitung dengan matematika sederhana, dengan target vaksinasi nasional 181,5 juta orang, dalam satu hari minimal harus bisa divaksinasi sekitar 397.000 orang. Dengan kecepatan vaksinasi masih 60.000-70.000 per hari, tentu hasil ini masih jauh dari harapan.
Vaksinasi harus 6-7 kali lipat dari sekarang, tetapi pemerintah masih menghadapi masalah pendataan dan registrasi peserta, infrastruktur penunjang vaksinasi, termasuk tenaga vaksinatornya dan distribusi vaksin. Vaksinasi mau tidak mau harus dilakukan mengingat berbagai upaya lain belum mampu menurunkan angka kasus.
Akselerasi dan keserentakan vaksinasi massal menjadi solusi yang tak bisa ditawar lagi, yang berjalan bersama dengan upaya penegakan secara ketat disiplin protokol kesehatan, yang sementara ini belum maksimal.
Rakyat juga harus menjadi subyek penanggulangan wabah, tak hanya pemerintah. Dibutuhkan perubahan sikap, perilaku, dan tanggung jawab masyarakat di dalam menghadapi bencana non-alam ini karena merekalah yang bisa menyelesaikan pandemi. Kerja-kerja pemerintah tak ada artinya apabila masyarakat pasif dan masa bodoh.
Mari kita akhiri wabah Covid-19 dengan sikap yang sama, sebagaimana yang dulu dilakukan para pejuang kemerdekaan dalam mengusir penjajah. Covid-19 adalah kolonialisme tak kasatmata yang merongrong bangsa ini, menghabiskan energi serta memorak-porandakan kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat.
Budi Sartono Soetiardjo
Cilame, Ngamprah, Kabupaten Bandung
Bangga Menjadi Pembaca ”Kompas”
Selamat kepada Kompas atas penghargaan medali emas dalam Asian Media Awards 2021 untuk kategori desain halaman surat kabar.
Penghargaan emas tersebut diikuti dengan penghargaan medali perunggu untuk kategori Foto Terkait Covid-19 dan Pemasaran Koran (Kompas, 23/7/2021).
Penghargaan itu menjadi kado tersendiri pada usia Kompas ke-56, sekaligus mengukuhkan Kompas sebagai koran nasional yang diakui internasional.
Sebagai pembaca, saya ikut merasa bangga, dan semakin tidak ragu menjadikan Kompas sebagai referensi pemberitaan.
Salah satu yang paling saya suka dari Kompas ialah infografisnya, informatif dan edukatif, serta mudah dicerna awam, menambah pengetahuan dan pemahaman suatu peristiwa. Tidak mudah menyimpulkan dan menyajikan infografis pada ruang terbatas, butuh keahlian dan keterampilan.
Selain itu, yang tidak pernah terlewatkan ialah ”Surat kepada Redaksi” karena seperti membaca rangkuman persoalan yang timbul.
Jika Kompas terpilih mendapatkan penghargaan, saya usul yang sedikit usil, mungkin Kompas bisa membuat ajang pemilihan Surat Pembaca terbaik pilihan redaksi.
Di samping itu, rasanya Kompas juga perlu memberikan ruang kepada publik guna memberi masukan ataupun kritik membangun kepada pemerintah. Ini mengingat Kompas adalah media yang berlandaskan pada misi Amanat Hati Nurani Rakyat, sekaligus kini sebagai ”Kawan dalam Perubahan”.
Perkawanan yang baik tentu bisa saling memberikan masukan untuk perbaikan dan sebaliknya juga bersedia menerima masukan.
Pangeran Toba P Hasibuan
Sei Bengawan, Medan 20121
Bangunan di Atas Saluran Irigasi
Kami masyarakat Desa Lengkong Wetan, Kecamatan Sindangwangi, Kabupaten Majalengka, melaporkan bangunan Bumdes yang berdiri di atas saluran irigasi.
Selain melanggar aturan, karena setahu kami di atas saluran irigasi hanya boleh ada jembatan dan pipa, yang mengkhawatirkan kami ialah risiko terjadinya banjir. Apalagi, sampai saat ini hujan masih sering turun.
Ini juga menjadi contoh buruk karena bisa membuat yang lain juga membangun di atas saluran irigasi.
Mohon surat kami mendapat perhatian dan segera ditindaklanjuti.
Idrus
Lengkong Wetan, Sindangwangi, Majalengka, Jabar
Pensiun Hilang
Mertua saya, Ny Soedarjati, adalah janda pensiunan almarhum Bapak Sartoyo. Nomor Tas 50000478700.
Berdasarkan Buku Pensiun No 7212/72/22/102 Kantor Pos Muntilan, uang pensiun bulan Maret 2021 belum diambil. Pengambilan terakhir tanggal 8 April 2021.
Bulan Mei-Agustus 2021, uang pensiunan, THR, dan gaji ke-13 tidak dapat diambil. Saya yang waktu itu mengantar ke PT Pos Muntilan oleh petugas pos ditunjukkan bahwa jumlah uang di rekening Rp 0.
Atas saran PT Taspen Semarang, cucunya di Sleman melengkapi berkas-berkas yang diminta untuk pencairan. Cucunya yang tinggal di Muntilan, Magelang, kemudian mengirim berkas-berkas itu lewat PT Pos Indonesia pada 29 Mei 2021 ke PT Taspen Persero Semarang, Jalan MT Haryono, Semarang.
Setelah itu, cucunya yang di Sleman memantau perkembangan lewat telepon. Menurut info petugas PT Taspen Semarang, berkas sudah diterima dan sedang diproses. Diminta menghubungi seminggu lagi.
Seminggu kemudian dihubungi, petugas PT Taspen Semarang minta dihubungi dua minggu lagi. Setelah dua minggu berlalu, dihubungi berulang kali, hanya mesin yang menjawab sedang sibuk atau tunggu sebentar lagi.
PT Taspen Semarang, tolonglah. Sudah sejak Juni saya mau urus ke Semarang, tetapi pandemi Covid-19 berisiko buat saya sebagai warga lansia. Semoga PT Taspen Semarang bisa menindaklanjuti surat ini.
B Budi Windarto
Warak Kidul RT 004 RW 010 Sumberadi, Mlati, Sleman