Kompas (Jumat, 30/7/2021) memberitakan kegagalan Organisasi Perdagangan Dunia menyepakati penangguhan paten atas vaksin Covid-19. Usulan penangguhan diajukan India dan Afrika Selatan, 2 Oktober 2020, kepada TRIPS Council dari WTO.
Hingga sekarang ada 58 negara sponsor serta sekitar 100 negara yang mendukung usulan tersebut. Lalu mengapa kesepakatan gagal tercapai? Apa masalahnya?
Memang ada dua kubu, satu mendukung usulan tersebut dan satu lagi menentang. Alasan para pendukung adalah agar pengadaan vaksin Covid-19 bisa lebih murah, merata, dan luas cakupannya. Hal ini akan sangat bermanfaat bagi negara belum berkembang karena tidak terkendala perjanjian lisensi paten maupun pembayaran royalti untuk memproduksi atau membeli dari negara produsen yang tidak terikat perjanjian lisensi paten.
Kubu yang tidak mendukung beralasan, pertama, tidak ada bukti bahwa perlindungan paten telah membatasi akses terhadap vaksin. Kedua, penghapusan paten akan menghambat inovasi karena tidak ada lagi insentif untuk para peneliti dan pemodal dari penelitian vaksin yang berbiaya besar. Indonesia masuk kubu yang setuju penghapusan paten, termasuk salah satu negara sponsor.
Isu perlindungan hak kekayaan intelektual, khususnya hak paten, menjadi dilematis saat pandemi Covid-19. Ada satu narasi ekstrem yang menyatakan bahwa tidak boleh ada kepentingan bisnis untuk mencari keuntungan dari pengadaan vaksin, obat-obatan, alat-alat kesehatan, dan lain sebagainya terkait dengan kesehatan masyarakat.
Andai narasi tersebut diterapkan secara kaku, hilanglah hak kekayaan intelektual atas hasil invensi dan inovasi, serta akan mematikan kreativitas para peneliti karena tidak ada penghargaan atas karyanya.
Perusahaan farmasi juga jadi segan membiayai penelitian yang membutuhkan biaya besar karena tidak ada harapan memperoleh kembali modalnya serta keuntungan wajar untuk membiayai penelitian selanjutnya.
Jalan tengah yang dapat dicontoh adalah pelepasan hak ekonomi dari temuan vaksin Covid-19 oleh para inventor dari tim Oxford-AstraZeneca. Jika skema yang sama diterapkan oleh para peneliti vaksin Covid-19 lain, tidak perlu ada perdebatan di TRIPS Council WTO.
Gunawan Suryomurcito
Konsultan Kekayaan Intelektual,
Pondok Indah, Jakarta
”Harpitnas”
Penularan Covid-19 belum melandai (Kompas, 18/7/2021). Bersyukur PPKM diperpanjang sampai 9 Agustus 2021, dengan level berbeda-beda sesuai kondisi daerah.
Namun, mengingat penurunan belum memadai sementara Agustus ini ada hari kerja yang terjepit hari libur (”Harpitnas”), saya mengusulkan sebaiknya ada pengawasan ketat terhadap mobilitas penduduk yang mungkin akan bepergian ke luar kota saat itu.
Intinya mencegah masyarakat bepergian agar angka kasus penularan segera turun.
”Harpitnas” ada pada tanggal 9 dan 16 Agustus 2021. Semoga menjadi perhatian.
Lakshmi Suwarto
Kebayoran Residences, Bintaro Jaya, Tangsel
Doa Permohonan
Dalam Kompas (Sabtu, 31/7/2021) disebutkan bahwa ”Semua umat berhak diakui dan dilindungi”. Sebagai sesama manusia, kita memang harus saling melindungi.
Banyak umat memohon kepada Sang Pencipta, semoga negara kita baik, nyaman, dan kepada penduduk NKRI ditunjukkan arah jalan yang benar. Penduduk yang bertakwa membuat Bumi diberkahi.
Penambahan kasus Covid-19 tertinggi terjadi 15 Juli 2021 dengan 56.757 kasus/
hari. Penambahan turun menjadi 35.867 kasus 4 Agustus 2021.
Mari kita disiplin mengikuti protokol kesehatan dan meningkatkan ketakwaan agar Covid-19 segera berakhir.
Penghargaan setinggi-tingginya kepada pemerintah, tenaga kesehatan, dan semua yang terlibat dalam upaya mengatasi pandemi.
Titi Supratignyo
Tangerang Selatan