Cabang angkat besi kembali menjadi penyumbang medali bagi Indonesia di Olimpiade. Saatnya fokus dalam kaderisasi dan menatap Olimpiade Paris 2024.
Oleh
Redaksi
·3 menit baca
Lifter putri Windy Cantika Aisah menghadirkan awal menggembirakan, sekaligus memompa semangat bagi kontingen Indonesia, dengan perolehan medali perunggu Olimpiade Tokyo 2020 di kelas 49 kilogram. Dengan usia yang baru 19 tahun, ini prestasi membanggakan bagi Windy. Selain masih muda, Tokyo 2020 juga Olimpiade debutan bagi Windy.
Medali kedua direbut Eko Yuli Irawan, lifter andalan kontingen ”Merah Putih” sejak Olimpiade Beijing 2008, seiring dengan kontribusi medalinya yang ajek sejak kala itu. Eko, yang berobsesi meraih emas, medali yang sejauh ini belum pernah diraihnya di Olimpiade, kali ini juga harus puas dengan medali perak, setelah kalah bersaing dengan Li Fabin (China).
Sejak Olimpiade Sydney 2000, ketika Lisa Rumbewas meraih medali perak, serta Sri Indriyani dan Winarni merebut perunggu, cabang angkat besi rutin menyumbangkan medali. Bahkan, di London 2012, saat cabang bulu tangkis yang konsisten menyumbang emas sejak Barcelona 1992 tak meraih satu medali pun, dua lifter ”Merah Putih” membawa RI dalam klasemen medali. Kedua lifter itu, yakni Triyatno dengan medali perak dan Eko Yuli merebut perunggu.
Konsistensi angkat besi meraih medali di Olimpiade membuktikan betapa cabang ini layak dikembangkan secara lebih serius. Dengan pembinaan yang selama ini berpusat di Kementerian Pemuda dan Olahraga, Pengurus Besar Perkumpulan Angkat Besi Seluruh Indonesia (PB PABSI), ditambah tokoh-tokoh pencinta angkat besi, cabang ini sudah rutin meraih medali.
Perlu kemauan politik yang kuat dari pemerintah dalam hal ini. Kemauan politik itu memungkinkan Indonesia menentukan cabang-cabang potensial yang berpeluang besar bersaing di level dunia dan meraih medali di Olimpiade. Termasuk di dalamnya, tentu saja tiga cabang penyumbang medali di Olimpiade, yakni angkat besi, bulu tangkis, dan juga panahan.
Konsistensi angkat besi meraih medali di Olimpiade membuktikan betapa cabang ini layak dikembangkan secara lebih serius.
Berkaca dari pengalaman negara-negara yang mendominasi perolehan medali Olimpiade, ada sejumlah syarat yang melandasi keberhasilan itu, di antaranya kemakmuran negara, orientasi keolahragaan, dan jejak prestasi bangsa.
Amerika Serikat, sebagai negara yang tercatat menjadi juara umum Olimpiade hingga 17 kali, sejak lama punya orientasi yang jelas di cabang renang, senam, dan atletik. Sejak muda, para perenang, pesenam, dan pelari AS dimatangkan dalam berbagai kejuaraan dengan persaingan catatan waktu yang menuju level dunia. Tak pelak, dalam sekian tahun berikutnya, mereka dipastikan siap saat berlaga di Olimpiade.
China yang berobsesi menggeser dominasi AS pernah menyiapkan strategi demikian matang dan berhasil mewujudkan ambisi itu pada Beijing 2008.
Kita perlu belajar dari AS dan China serta negara-negara lain yang langganan di lima besar klasemen medali Olimpiade, seperti Rusia, Inggris, dan Jerman. Di Asia, selain China ada Jepang dan Korea Selatan yang konsisten di 10 besar klasemen medali Olimpiade.