Integritas
Saya mengajak kita sebagai bangsa untuk menjunjung tinggi integritas. Semua agama melarang umatnya mengkhianati kejujuran, berbohong, dan menyesatkan orang lain karena semua itu adalah dosa.
Sebagai bangsa kita perlu diingatkan mengenai arti penting integritas. Dalam bahasa sederhana, integritas adalah konsistensi antara perbuatan dan perkataan. Integritas juga bisa berarti kejujuran.
Dalam semua bidang, apalagi pekerjaan, integritas itu mutlak. Tidak ada upaya mencapai tujuan yang boleh menggunakan cara-cara tanpa integritas karena akan merusak moral, tidak jujur, bahkan melanggar hukum.
Kesadaran ini semestinya dipunyai siapa pun, terutama oleh orang-orang yang mengemban amanah sebagai pemimpin dan tokoh masyarakat. Adalah naif kalau ada yang mengira masyarakat tidak menyadari adanya pelanggaran integritas yang dilakukan dalam ranah publik, terutama yang menyangkut keselamatan dan kesejahteraan masyarakat.
Saya mengajak kita sebagai bangsa untuk menjunjung tinggi integritas. Semua agama melarang umatnya mengkhianati kejujuran, berbohong, dan menyesatkan orang lain karena semua itu adalah dosa.
Integritas bagian dari ibadah. Tuhan tidak tidur. Sebelum mengatakan sesuatu yang berdampak luas, mari kita renungkan dan doakan, apakah yang akan dikatakan itu seiring dengan integritas yang wajib kita tepati.
G Edwin Dewayana
Petukangan Selatan, Jakarta Selatan 12270
Ivermectin
Perkenankan saya menyuarakan ketidakmengertian saya. Setiap hari ratusan warga bangsa mati yang tak perlu dalam kondisi isolasi mandiri karena rumah sakit dan fasilitas kesehatan kewalahan dan belum ada jaminan ketersediaan oksigen.
Lha kok masih ragu-ragu memakai obat Ivermectin secara besar-besaran? Ini keadaan darurat! Bukan waktu bagi para birokrat (apalagi, kalau ada, permainan kotor).
Ratusan orang mati tak perlu setiap hari. Selama ini juga tidak ada laporan efek negatif tentang Ivermectin dan malah banyak kesaksian kuat tentang efek positifnya.
Sekali lagi. Berapa orang lagi harus mati karena keragu- raguan itu?
Franz Magnis-Suseno
STF Driyarkara
Koreksi Slogan
Tiga kata (nomina) Latin yang begitu ”agung”, yakni veritas, probitas, dan iustitia, menjadi slogan Universitas Indonesia (UI) sejak 2009. Masing-masing kata tersebut berarti kebenaran, kejujuran, dan keadilan.
Namun, sejak saya dulu suka berolahraga lari pagi di kompleks UI, Depok, dan kemudian saya sempat kuliah di UI, saya agak risih dengan penulisan slogan yang berlokasi dekat rektorat.
Penulisan kata dalam bahasa Latin memang benar, tetapi terjemahannya dalam bahasa Indonesia kurang tepat karena dituliskan dengan adjektiva (kata sifat), yaitu ”benar, jujur, adil”. Jika ingin terjemahannya demikian, sebaiknya slogan diganti menjadi verum, probum, dan iustum.
Yang memprihatinkan, ternyata masih banyak yang mengaku alumni UI bahkan sudah menjadi pejabat dan tokoh nasional, tidak memahami secara persis makna slogan berbahasa Latin tersebut, apalagi mempraktikkannya.
Baru-baru ini ada anggota DPR menulis di Twitternya, veritas ia sebut ”kejujuran”, sementara probitas malah diartikan sebagai ”kebenaran”. Walhasil, amburadul.
Bagaimana pesan ketiga penyemangat tersebut bisa dihidupi seluruh sivitas akademika UI, kalau yang masih kuliah saja tidak paham, apalagi yang sudah lulus.
Febry Silaban
Alumnus S-2 Kebijakan Publik untuk Ekonomi Energi, FEB UI, Jl Basuki Rahmat, Gg Ma\'ruf, Mojokampung, Bojonegoro 62119
ASN Netral
Tulisan Bapak Miftah Toha berjudul ”Birokrasi dan Politik di Pemerintahan” (Kompas, 16/7/2021) patut menjadi perhatian para terhormat di DPR, DPD, dan MPR. Mereka perlu introspeksi.
Sebenarnya untuk menciptakan birokrasi yang ahli, kompeten, dan profesional, selain melalui pelatihan, tetapi ada hal lebih mendasar yang perlu diperbaiki, yaitu para pegawai negeri sipil ini (sekarang ASN) tidak disertakan dalam pemilu, seperti halnya TNI dan Polri.
Ide tidak menyertakan ASN dalam pemilu pernah saya angkat dalam diskusi Penataran P4 Jatim tahun 1979, juga dalam diskusi peserta Sepadya Depdagri 1984 di Yogya. Namun, saat itu saya dianggap nyeleneh, melawan arus.
Sayang sekali jika pemimpin negeri tercinta mendatang harus meneruskan tradisi pemerintahan seperti uraian Bapak Miftah Toha, dan ASN tetap dalam bayang-bayang kepentingan politik.
Agoes Winayat
Gayungsari, Surabaya
Klarifikasi dari Asohi dan PDHI
Bersama surat ini, kami dari Asosiasi Obat Hewan Indonesia (Asohi) yang menaungi industri obat hewan di Indonesia dan Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PDHI) yang menaungi profesi dokter hewan di Indonesia, menyampaikan klarifikasi.
Berita di harian Kompas (Jumat, 16/7/2021) berjudul ”Penyalahgunaan Antibiotik di Peternakan Ayam Broiler” dan ”Target Omzet Bikin Lupa Dokter Hewan” berpotensi menimbulkan interpretasi negatif masyarakat dalam mengonsumsi daging ayam broiler. Padahal, saat pandemi Covid-19, protein hewani sangat penting untuk kebutuhan gizi dan imunitas tubuh.
Menurut pertimbangan kami, investigasi yang dilakukan harian Kompas, Word Animal Protection, YLKI, dan Civas, belum mewakili kondisi di lapangan. Ini mengingat populasi ayam broiler di Indonesia lebih dari 3 miliar ekor.Perlu klarifikasi terkait waktu pengambilan sampel dan kapan uji dilakukan, juga tata cara pengambilan sampel dan pengujiannya, agar hasilnya mewakili.
Disebutkan juga pengujian pada sampel sekum dan karkas ayam broiler ditemukan bakteri E coli yang resisten terhadap antibiotika: meropenem, chloramphenicol, dan colistin. Padahal, antibiotika meropenem dan cloramphenicol tidak pernah digunakan dalam industri peternakan ayam broiler di Indonesia.
Chloramphenicol dan Colistin sudah dilarang penggunaannya melalui ”Kepmentan No 9736 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Lampiran III Permentan No 14/2017 pada No C Poin a Nomor. 15”. Peraturan Menteri Pertanian No 14 Tahun 2017 tentang ”Klasifikasi Obat Hewan” ini merupakan langkah tegas untuk menghambat laju resistensi.
Setiap obat hewan yang masuk Indonesia harus memiliki ”nomor pendaftaran atau registrasi” yang dikeluarkan Kementerian Pertanian. Penggunaan antibiotik harus dengan resep dokter hewan.
Technical service (TS) yang bekerja pada industri obat hewan berperan membantu peternak menjaga kesehatan hewan ternaknya. Tenaga TS tidak semua dokter hewan.
Tentu dalam situasi apa pun ada oknum atau penyimpangan yang perlu diluruskan, tetapi sebaiknya jangan digeneralisasi karena bisa berpotensi merendahkan profesi dokter hewan. Asohi dan PDHI memiliki kode etik panduan kerja anggotanya.
Kami mengimbau harian Kompas mendukung upaya pencegahan resistensi antibiotik dengan memuat berita- berita yang edukatif dan bermanfaat bagi masyarakat.
Drh Irawati Fari
Ketua Umum ASOHI
Dr drh H Munawaroh
Ketua Umum PDHI
Catatan Redaksi:
Salah satu tujuan Kompas adalah mengedukasi masyarakat. Terima kasih atas klarifikasi yang disampaikan.