Di tengah gelombang pandemi yang kian mencemaskan, buruknya kinerja pemda, yang tak jarang disertai sikap ”business as usual” dan minimnya sense of crisis, sangat mengganggu laju kecepatan yang ingin dicapai pemerintah.
Oleh
REDAKSI
·3 menit baca
HUMAS PEMKOT SURABAYA
Pemerintah Kota Surabaya sejak Jumat 16/7/2021) mulai mevaksinasi siswa SMP di sekolah masing-masing untuk menghindari kerumunan.
Menyikapi lambatnya birokrasi dan serapan anggaran kesehatan di daerah, pemerintah mengerahkan TNI/Polri untuk mengejar target 3 juta dosis vaksin Covid-19 per hari.
Anggaran vaksinasi akan disalurkan Kementerian Keuangan langsung kepada TNI dan Polri yang menjalankan program vaksinasi di daerah. (Kompas.id, 20/7/2021)
Keluhan terhadap kinerja birokrasi daerah yang sangat lambat dan memprihatinkan muncul di tengah lonjakan kasus pada gelombang kedua pandemi Covid-19, yang menuntut pemerintah bergerak cepat untuk mengendalikan jumlah kasus dan memulihkan kembali perekonomian.
Sebanyak 19 dari 34 provinsi dikeluhkan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian bermasalah dalam penyerapan anggaran, khususnya untuk penanganan Covid-19, termasuk provinsi besar tempat lonjakan kasus terjadi, seperti Jawa Barat dan DI Yogyakarta.
Target 3 juta dosis vaksin per hari ditetapkan Presiden Joko Widodo setelah target 2 juta dosis per hari, yang menurut rencana dikejar Agustus, terlampaui beberapa hari terakhir. Presiden bahkan menyinggung target baru 5 juta dosis per hari.
KOMPAS/DEFRI WERDIONO
Petugas medis tengah menyuntikkan vaksin pada vaksinasi masal di Gedung Graha Cakrawala Universitas Negeri Malang di Malang, Jawa Timur, Minggu (18/7/2021).
Data Satgas Covid-19 Nasional, per 18 Juli lalu, sebanyak 41.673.464 orang telah mendapatkan vaksin pertama dan 16.274.150 telah mendapatkan vaksin kedua. Pemerintah menaikkan target minimal jumlah penduduk yang divaksinasi dari 181,5 juta orang menjadi 208,2 juta orang, dari total 271,349 juta penduduk, guna mencapai kekebalan komunitas pada akhir 2021. Percepatan vaksinasi menjadi kunci untuk mengendalikan pandemi dan memulihkan ekonomi.
Sebelumnya, pemda diwajibkan merealokasi 35 persen belanja barang atau jasa dan belanja modal untuk penanganan Covid-19. Lemahnya kapasitas birokrasi daerah dan pemahaman mengenai mekanisme penganggaran membuat realisasinya mengecewakan. Angka serapan ini bahkan lebih rendah dari periode sama 2020, yang juga dikritik rendah.
Dalam kondisi normal pun, problem laten rendahnya serapan anggaran di daerah masih sering dikeluhkan kendati reward and punishment sudah ditempuh Kemenkeu.
Business as usual itu, antara lain, terlihat dari kecenderungan menumpuknya penyerapan di akhir tahun.
Namun, di tengah gelombang pandemi yang kian mencemaskan, buruknya kinerja pemda, yang tak jarang disertai sikap business as usual dan minimnya sense of crisis, sangat mengganggu laju kecepatan yang ingin dicapai pemerintah. Business as usual itu, antara lain, terlihat dari kecenderungan menumpuknya penyerapan di akhir tahun. Transparansi pemakaian anggaran juga jadi persoalan. Ini jadi pekerjaan rumah ke depan untuk terus melakukan pembenahan.
Kompas/Priyombodo
Warga memperlihatkan bantuan sosial tunai (BST) dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta senilai Rp 600.000 yang ditarik melalui anjungan tunai mandiri atau ATM Bank DKI di kantor kelurahan Petukangan Selatan, Pesanggrahan, Jakarta Selatan, Selasa (20/7/2021).
Di satu sisi, untuk merespons lonjakan kasus pada gelombang kedua pandemi, pemerintah dipaksa menambah alokasi anggaran untuk program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dari Rp 699,43 triliun menjadi Rp 744,75 triliun. Namun, di sisi lain, penyerapannya sangat memprihatinkan.
Hingga 25 Juni 2021, realisasi serapan anggaran kesehatan baru 26,3 persen. Lebih rendah dari serapan pos anggaran lain, seperti perlindungan sosial, dukungan UMKM dan korporasi, belanja program prioritas, dan belanja insentif usaha.
Secara keseluruhan, realisasi program PEN hingga kuartal II-2021 baru 29,9 persen. Tahun lalu, dana PEN juga tak terserap sepenuhnya, dengan realisasi hanya 83,4 persen.