Panic buying produk susu yang dipercaya sebagian masyarakat sebagai "anticovid" terjadi karena literasi gizi yang minim. Pada dasarnya produk susu UHT maupun pasteurisasi mempunyai kandungan gizi yang relatif sama.
Oleh
ALI KHOMSAN
·5 menit baca
Susu “Beruang” dianggap oleh masyarakat bisa mencegah dan menyembuhkan pasien Covid-19, hingga akhirnya menjadi salah satu produk incaran masyarakat. Dalam sebuah unggahan di media sosial yang viral belum lama ini, tampak pengunjung toko yang berebut produk susu ini.
Persoalan panic buying produk makanan terkait dengan khasiatnya yang mungkin juga tidak pernah diklaim oleh produsennya adalah karena literasi gizi yang minim. Akhirnya, yang berkembang di masyarakat adalah mitos yang membentuk opini publik dan tersebar luas melalui media sosial. Produk susu “Beruang” tidak hanya beredar di Indonesia tetap juga di banyak negara lainnya, namun persepsi susu “Beruang” anticovid jangan-jangan hanya ada di Indonesia.
Literasi gizi (nutrition literacy) merupakan suatu tingkatan sejauh mana seorang individu memiliki kapasitas atau kemampuan untuk mendapatkan, memproses, dan memahami informasi terkait gizi. Masyarakat di negara sedang berkembang masih mudah menelan informasi tidak logis terkait makanan karena faktor pendidikan yang rendah.
Masyarakat Indonesia memang sudah sangat lelah berperang secara sosial, ekonomi, dan kesehatan melawan Covid-19. Kasus positif virus korona (Covid-19) mencatatkan rekor dengan peningkatan 29.745 pada Senin (5/7/2021). Dengan begitu, total kasus positif Covid-19 di Indonesia menjadi 2.313.829 sejak pertama kali diumumkan oleh Presiden Joko Widodo pada awal Maret 2020.
Merujuk data Satgas Penanganan Covid-19, dari jumlah kasus positif itu, sebanyak 1.942.690 di antaranya telah sembuh. Pasien yang sembuh bertambah 14.416 dari hari sebelumnya. Dari jumlah kasus positif, 61.140 di antaranya meninggal. Bertambah 558 dari hari sebelumnya. Penambahan kasus positif dan pasien meninggal merupakan rekor terbaru selama virus korona mewabah di Indonesia.
Kembali pada persoalan panic buying susu “Beruang” dalam hubungannya dengan pandemi Covid-19, sebagian masyarakat tentu sudah tahu bahwa susu “Beruang” adalah susu UHT (ultra high temperature). Susu UHT merupakan susu yang telah dipanaskan pada suhu tinggi 138 derajat Celcius selama setidaknya dua detik. Pemanasan dilakukan agar bakteri yang ada di dalam susu mati.
Pada dasarnya susu UHT atau pun susu pasteurisasi akan mempunyai kandungan gizi yang relatif sama. Perbedaan keduanya adalah dalam proses pengolahan sehingga susu UHT menjadi susu yang awet meski disimpan di suhu ruangan, sedangkan susu pasteurisasi menghendaki suhu dingin untuk penyimpanannya. Susu pasteurisasi disterilkan dengan pemanasan pada suhu 72-85 derajat Celcius selama 10-15 detik.
Pada dasarnya susu UHT atau pun susu pasteurisasi akan mempunyai kandungan gizi yang relatif sama.
Pada tahun 1950-an Prof Poorwo Sudarmo (Bapak Gizi Indonesia) mencetuskan “Empat Sehat Lima Sempurna” dengan menempatkan susu pada urutan terakhir. Karena ada kata sempurna, maka seolah-olah susu adalah penyempurna makanan kita sehari-hari. Padahal, barangkali saja susu diletakkan di urutan terakhir karena bangsa kita belum begitu mengenal susu dan juga susu masih merupakan barang langka yang harganya mahal.
Manfaat susu
Pentingnya susu bagi kesehatan tidak hanya menyangkut masalah osteoporosis. Susu diketahui mendatangkan manfaat untuk optimalisasi produksi melatonin. Melatonin adalah hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pineal pada malam hari. Kehadiran melatonin akan membuat kita merasa mengantuk dan kemudian tubuh bisa beristirahat dengan baik. Susu yang mengandung banyak asam amino triptofan ternyata merupakan salah satu bahan dasar melatonin. Itulah sebabnya minum susu sebelum tidur dianjurkan agar tidur kita lebih nyenyak.
Susu juga mempunyai kemampuan mengkhelat (mengikat) logam-logan berat yang bertebaran di sekitar kita akibat polusi. Dengan demikian susu bermanfaat untuk meminimalisir dampak keracunan logam berat yang secara tidak sengaja masuk ke dalam tubuh karena lingkungan yang terpolusi. Namun demikian, apakah susu juga mengikat virus korona, ini belum ada bukti ilmiahnya.
Program gizi di negara maju senantiasa memasukkan susu sebagai komoditi wajib dalam Program Makanan Tambahan. Siswa-siswa di Amerika bisa menikmati Special Milk Program yang memberikan susu gratis atau bersubsidi. Anak-anak balita dan ibu hamil/menyusui dari kelas ekonomi rendah yang terdaftar dalam Program WIC (Women, Infants, and Children) juga bisa memperoleh susu gratis.
Persepsi masyarakat harus diluruskan. Ini lebih pada persoalan literasi gizi. Di Indonesia, dengan masih banyaknya masyarakat berpendidikan rendah menyebabkan literasi gizi terkendala, ditambah lagi bahwa masyarakat begitu mudah percaya pada berita-berita hoaks di media sosial.
Pertumbuhan industri pangan di Indonesia telah mendorong terjadinya perubahan perilaku makan masyarakat. Berbagai produk olahan pangan kini tersedia di pasaran dan menjadi pilihan konsumen. Kecanggihan teknologi pengolahan makanan dan minuman, pengemasan dan penyimpanan secara tidak langsung menguntungkan konsumen.
Produk susu olahan yang hadir di pasaran, hampir semua telah dikemas dengan baik. Sehingga, produk susu olahan tersebut memenuhi syarat keamanan pangan, dan sebagian telah difortifikasi dengan menambahkan unsur gizi mikro, lemak esensial, probiotik, dan prebiotik.
Kesadaran konsumen yang semakin baik menyangkut kesehatan bagi tubuhnya, mendorong industri pangan untuk mencantumkan klaim kesehatan dalam produknya. Menurut definisinya, klaim kesehatan adalah klaim yang menyatakan hubungan pangan atau zat yang terkandung dalam pangan dengan kesehatan.
Klaim kesehatan dapat dimunculkan dalam label apabila didukung oleh fakta ilmiah. Bisa jadi produsen tidak mengklaim khasiat kesehatan, tetapi di masyarakat berkembang over claim atas suatu produk. Inilah fenomena yang kini terjadi.
Kalau dari aspek gizi asupan untuk meningkatkan imunitas tubuh antara lain adalah vitamin C, vitamin E, vitamin D, dan zinc.
Kalau dari aspek gizi asupan untuk meningkatkan imunitas tubuh antara lain adalah vitamin C, vitamin E, vitamin D, dan zinc. Untuk itu, konsumsi makanan bergizi seimbang dan beragam sebagaimana anjuran dalam Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (Germas) sangat relevan dalam situasi pandemi.
Ali Khomsan, Guru Besar Departemen Gizi Masyarakat IPB University