Penyekatan pastilah merepotkan, bahkan terasa membatasi hak warga untuk bekerja dan mencari penghidupan. Namun, selamat pun memerlukan pengorbanan. Kita tak hidup sendirian.
Oleh
Redaksi
·3 menit baca
Titik penyekatan kendaraan untuk membatasi mobilitas masyarakat di wilayah DKI Jakarta, Kamis (15/7/2021), ditambah, dari semula 75 titik menjadi 100 titik.
Jam operasi penyekatan itu pun ditata kembali. Tidak setiap saat pekerja, bahkan dari sektor yang masuk kategori esensial, bisa leluasa masuk Ibu Kota. Kebijakan yang dibuat Kepolisian Daerah Metro Jaya, bersama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan TNI, itu untuk memperketat pergerakan masyarakat, khususnya di ruas jalan dalam kota. Keputusan tersebut diambil setelah evaluasi pergerakan masyarakat selama pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat, sejak Sabtu (3/7). (Kompas, 15/7/2021)
Operasi penyekatan di 100 titik itu dimulai dari pukul 06.00 WIB, terdiri dari 19 titik di dalam kota, 15 titik di jalan tol, 10 titik di batas kota yang sudah ada selama ini, 29 titik di daerah penyangga (Bekasi, Tangerang, dan Depok), serta 27 titik di jalan ikon PPKM darurat (Jalan Jenderal Sudirman dan Jalan MH Thamrin di Jakarta Pusat). Penyelenggara PPKM darurat menjelaskan, penambahan penyekatan dilakukan untuk kepentingan rakyat, yaitu menurunkan angka kasus harian Covid-19 yang terus tinggi.
Virus korona baru inangnya manusia. Jika inangnya masih bergerak, melakukan mobilisasi, virusnya ikut serta. Penularan bisa terjadi. Dari berbagai survei ditemukan, penyebaran virus turun jika mobilitas warga turun sekitar 50 persen. Di Jakarta pergerakan warga belum menurun, seperti yang diharapkan.
Kondisi yang tidak jauh berbeda terjadi di wilayah lain Jawa dan Bali pula. Selama PPKM darurat, data Bidang Pengendalian dan Ketertiban Transportasi Dinas Perhubungan Kota Bandung menunjukkan, mobilitas warga di ibu kota Jabar itu baru turun sekitar 17 persen. Di Surabaya, Jatim, pengurangan pergerakan penduduk baru mencapai 30 persen. Masih jauh dari harapan bisa mencegah penyebaran Covid-19.
Protokol kesehatan yang selama ini digaungkan jelas menyebutkan perlunya mengurangi mobilitas, selain tetap memakai masker, bahkan kini harus dobel; menjaga jarak; mencuci tangan memakai sabun dengan air mengalir; menghindari kerumunan; dan menghindari makan bersama.
Pengetatan penyekatan sebagai salah satu cara menekan penyebaran Covid-19, selain cara lain, perlu diterima dengan lapang dada oleh publik. Di sisi lain, tindakan tegas aparat di lapangan seharusnya tetap mengedepankan hati, sisi kemanusiaan. Bukan asal tindak.
Virus korona baru inangnya manusia. Jika inangnya masih bergerak, melakukan mobilisasi, virusnya ikut serta.
Kementerian Kesehatan melaporkan, kasus Covid-19 di Indonesia, Kamis (15/7), bertambah 56.757. Angka ini melampaui penambahan kasus harian tertinggi yang terjadi pada Rabu (14/7), sebanyak 54.517 kasus. Data positif Covid-19 tercatat 2.726.803 kasus. Warga yang sembuh dari Covid-19 sebanyak 19.049 orang dan yang meninggal 982 jiwa. Sebagian besar penambahan terjadi di Jawa, khususnya DKI Jakarta. Lebih banyak warga yang pulih kembali.
Penyekatan pastilah merepotkan, bahkan terasa membatasi hak warga untuk bekerja dan mencari penghidupan. Namun, jer basuki mawa bea. Pepatah Jawa itu mengingatkan, selamat pun memerlukan pengorbanan. Kita tak hidup sendirian.