Lagu-lagu musisi Indonesia memang jos, enak didengar, banyak juga yang tren di negara lain. Namun, banyak lirik lagu yang salah kaprah dalam pemakaian katanya. Kesalahkaprahan karena ketidaktahuan atau memang disengaja?
Oleh
Yuliana
·3 menit baca
Rasanya tidak perlu diperdebatkan bahwa lagu-lagu musisi Indonesia memang jos dan enak didengar. Beberapa diakui internasional, tidak sedikit yang tren di negara lain.
Namun, sebagai lulusan jurusan bahasa Indonesia, kadang kuping saya gatal mendengar beberapa kata dalam lirik lagu yang salah kaprah dalam pemakaiannya. Akibatnya, jadi tidak bisa benar-benar menikmati, malah kadang bikin ngedumel sendiri.
Pertama, yang belum lama saya dengar adalah kata haru biru pada lagu ”Menualah Bersamaku” yang dibawakan grup band Naff. Liriknya begini: ”Mengharu biru. Melihatmu hari ini. Harapan dan kenangan. Yang kuperjuangkan”.
Tahu tidak, kata haru biru dalam KBBI berarti ’kerusuhan; keributan; kekacauan; huru-hara’?
”Mengharu biru. Melihatmu hari ini. Harapan dan kenangan. Yang kuperjuangkan”.Tahu tidak, kata haru biru dalam KBBI berarti ’kerusuhan; keributan; kekacauan; huru-hara’?
Saya tidak tahu maksud pencipta lagu memilih kata itu. Apakah ketidaktahuan si penulis lagu akan arti kata itu atau memang maksud si penulis memang demikian seperti arti pada KBBI.
Berikutnya, siapa sih yang tidak tahu penggalan lirik lagu ini: ”Tatap matamu bagai busur panah. Yang kau lepaskan ke jantung hatiku”. Ya, itu adalah penggalan lirik lagu ”Roman Picisan” dari grup band Dewa. Padahal, seharusnya, yang kau lepaskan adalah anak panah, bukan busur panah.
Busur adalah bilah kayu, bambu, dan sebagainya yang direntangkan dengan tali untuk melepaskan anak panah (KBBI). Namun, jujur, lagunya tetap enak didengar, jadi salah satu lagu favorit saya, dan selama ini tidak ada orang yang merasa terganggu dengan ”kesalahan” itu.
Kata acuh jadi kata populer yang sering salah dipakai dalam lirik lagu. Entah berapa banyak lagu yang memakai kata ini, tetapi sejauh ini saya tidak atau belum menemukan kata ini dipakai sesuai makna sebenarnya.
Kata acuh menurut KBBI memiliki pengertian ’peduli; mengindahkan’. Jadi, lirik dari lagu ”Kucinta Kau Apa Adanya” berikut, ”Kau boleh acuhkan diriku, dan anggap kutak ada”, dari Once seharusnya ”Kau boleh tak acuhkan diriku, dan anggap kutak ada”. Kalau mau agak nyeleneh, bisa juga jadi ”Kau boleh cuekkan diriku, dan anggap kutak ada”.
Kemudian, lagu dari grup band D’Masiv juga memakai kata acuh. Pada lagu ”Cinta Ini membunuhku” terdapat lirik ”Kau membuat kuberantakan. Kau membuat kutak karuan. Kau membuat kutak berdaya. Kau menolakku acuhkan diriku”. Kalau dilihat dari keselarasan lirik, sih, seharusnya ”Kau menolakku, tak acuhkan diriku”.
Namun, si penulis lagu, yang juga vokalis band D’Masiv, pernah berkicau di Twitter-nya. Katanya, ”Jadi, kata acuh di lagu ini emang dia acuh sama gw.. (maksud nya merespon gw ) krna banyak org mengira gw salah mengartikan kata acuh.. klo dalam KBBI acuh b’arti peduli..”.
Jadi seperti itu, kembali ke penulis lagu, ya, mau memaksudkan lagunya seperti apa.
Kata bergeming juga sering salah dalam penggunaan pada lirik lagu. Contohnya pada lirik ”Diam tak bergeming. Pantai beku senja dingin.Kala sepi melebarkan sayapnya” punya Netral berjudul ”Belenggu”.
Demikian beberapa penggunaan salah kaprah yang dijumpai pada lagu. Lagu-lagu itu diputar terus-menerus, didengar dan dinyanyikan ulang. Sayangnya, bersama indah lagunya, kita pun terbuai dengan kesalahkaprahan pada beberapa katanya.
Namun, jangan-jangan kesalahkaprahan itu memang betul-betul disadari si penulis lirik lagu. Lirik lagu, kan, termasuk puisi.
Dalam menulis puisi atau lirik lagu, si penulis mempunyai kebebasan untuk menggunakan atau memberdayakan kata-kata yang disampaikannya. Si penulis menggunakan licentia poetica yang menjadi haknya. Ia ingin kata-kata yang disampaikannya mencapai efek yang dramatis pada si penikmatnya. Tak peduli kata-kata yang disampaikannya itu menyimpang dari kenyataan.
Demikian tulisan hasil ngedumel saya saat mendengar lirik lagu yang salah kaprah. Ini baru kata yang salah kaprah, belum yang salah eja.