Peningkatan kasus Covid-19 sungguh luar biasa. Rumah sakit dan tenaga kesehatan kewalahan. Selain mengurangi beban lewat ”telemedicine”, kuncinya mengurangi jumlah kasus dengan meningkatkan strategi komunikasi.
Oleh
Redaksi
·3 menit baca
Hari-hari ini, kita terus mendengar kabar tentang sakit ataupun kematian akibat Covid-19 pada orang-orang yang kita kenal, bahkan sanak saudara. Kasus terus meningkat, tenaga kesehatan dan rumah sakit kewalahan.
Data laman covid19.go.id menunjukkan, pada 1 Juni ada 4.824 kasus baru. Satu bulan kemudian, 1 Juli, kasus harian sudah 24.836 kasus, dan pada 8 Juli melejit menjadi 38.391 kasus. Kematian harian akibat Covid-19 juga terus bertambah. Pada 8 Juli tercatat 852 orang sehari. Diperkirakan jumlah kesakitan dan kematian riil lebih besar, tetapi tidak terdeteksi.
Pertambahan kasus Covid-19 membuat rumah sakit, tak hanya di Jakarta, juga di kota-kota lain, tidak mampu menampung penderita yang membanjir. Persediaan oksigen dan obat menipis, bahkan ada rumah sakit yang sempat kehabisan oksigen.
Untuk mengurangi pergerakan warga dan beban fasilitas kesehatan, penderita Covid-19 dengan gejala ringan diminta melakukan isolasi mandiri. Kementerian Kesehatan menerbitkan Pedoman Pelayanan Kesehatan melalui Telemedicine pada Masa Pandemi Covid-19. Bekerja sama dengan rumah sakit, puskesmas, klinik, praktik mandiri dokter, laboratorium medis, dan apotek dilakukan pemeriksaan secara daring dan pengiriman obat sesuai kebutuhan bagi penderita dengan gejala ringan dan tidak memiliki komorbid.
Namun, kadang upaya itu tidak berhasil. Alhasil, ambulans terus mondar-mandir mengangkut penderita yang gejalanya memburuk.
Yang penting dilakukan ialah mencegah di hulu, yakni mengurangi jumlah kasus dengan memutus rantai penularan. Masih banyak orang yang tidak percaya adanya Covid-19, terutama di kelompok masyarakat berpendidikan serta berstatus ekonomi kurang. Mereka meyakini Covid-19 hanya akal-akalan. Edukasi dan komunikasi terkait Covid-19 harus mendapat perhatian lebih besar.
Meski disebut-sebut pemerintah telah melakukan koordinasi hingga tingkat RT, kenyataannya masih banyak warga yang tidak paham pencegahan penularan, bahkan tidak percaya adanya Covid-19. Masih ada yang menyelenggarakan hajatan dengan mengundang banyak orang. Sebagian pedagang pasar tidak mengenakan masker ataupun mengenakannya secara tidak betul dan menolak tes jika menunjukkan gejala karena takut ”dikoronakan”. Ada pula warga yang kabur saat vaksinasi.
Pemerintah perlu lebih giat merangkul dan melibatkan tokoh masyarakat serta tokoh agama. Mencegat pengendara di jalan dan meminta mengenakan masker hanya menimbulkan penolakan.
Edukasi perlu diintensifkan lewat tempat ibadah, juga dari orang yang dekat dan dipercaya masyarakat, dengan bahasa yang sama sehingga informasi lebih mudah dipahami dan diterima.
Edukasi perlu diintensifkan lewat tempat ibadah, juga dari orang yang dekat dan dipercaya masyarakat, dengan bahasa yang sama sehingga informasi lebih mudah dipahami dan diterima. Dengan demikian tidak terulang kejadian seperti di Bangkalan, warga mengusir tenaga kesehatan dan aparat keamanan saat tes dan penelusuran kasus.
Semua kementerian dan kepala daerah perlu memastikan edukasi dan pengawasan kelompok masyarakat yang menjadi tanggung jawabnya, termasuk pelaksanaan bekerja dari rumah pada bisnis non-esensial, pembatasan jam buka perdagangan, penutupan tempat wisata, serta penerapan protokol kesehatan di semua tempat.