Sesuai namanya, Kompas diharapkan bisa menunjukkan berita-berita yang baik dan benar, menjadi penunjuk arah di tengah disrupsi informasi.
Oleh
Pangeran Toba P Hasibuan
·3 menit baca
Ulang tahun Kompas memang telah lewat. Pada 28 Juni 2021 mencapai 56 tahun. Namun, ucapan syukur terus berlanjut. Pertambahan usia memicu untuk tetap produktif.
Usia 56 tidak muda bagi surat kabar yang sudah mengalami manis pahitnya perjuangan, sampai diakui masyarakat sebagai surat kabar arus utama. Pemberian nama Kompas oleh Soekarno, presiden pertama RI, memiliki makna mendalam, berarti penunjuk arah.
Kegigihan dan pengorbanan PK Ojong dan Jakob Oetama tidak sia-sia. Kompas menjadi surat kabar nasional dan banyak mendapat penghargaan, baik nasional maupun internasional. Apresiasi patut diberikan kepada seluruh jajaran tim Kompas yang bekerja keras dan berdedikasi untuk tetap mengusung Amanat Hati Nurani Rakyat.
Loper koran juga tidak boleh dilupakan perannya. Karena merekalah Kompas cetak sampai kepada pembaca. Begitu juga penulis yang senantiasa berkontribusi memberikan pencerahan serta ide pemikiran demi kepentingan orang banyak menuju Indonesia yang lebih baik.
Sebagai pembaca setia Kompas sejak 1985 dan aktif menulis ”Surat Kepada Redaksi” sejak 2008 sampai sekarang, saya sangat merasakan manfaat dari membaca Kompas. Beritanya aktual, tidak memihak, dengan narasumber yang tepercaya. Kompas layak diandalkan sebagai referensi berita. Kompas juga banyak memberikan pengetahuan tentang berbahasa Indonesia yang baik dan benar, dari pelbagai kosakata baru yang dipopulerkan maupun bahasa di rubrik Bahasa.
Seiring perkembangan teknologi informasi, media sosial juga berkembang demikian cepat. Tidak jarang berita di media sosial lebih dulu sampai ke masyarakat dibandingkan media cetak, termasuk berita bohong atau hoaks.
Sebagai salah satu media arus utama, Kompas tentu punya tanggung jawab moral memberikan pencerahan kepada publik. Sesuai namanya, Kompas diharapkan bisa menunjukkan berita-berita yang baik dan benar, menjadi penunjuk arah di tengah disrupsi informasi.
Demikian apresiasi dan harapan saya kepada Kompas. Sekali lagi, selamat ulang tahun. Umur panjang di tangan kanan-Nya, di tangan kiri-Nya kekayaan dan kehormatan (Amsal 3:16).
Pangeran Toba P Hasibuan
Sei Bengawan, Medan 20121
Nostalgia ”Kompas”
Ayah saya, walaupun tinggal di desa di daerah Surakarta, sangat menghargai dan memprioritaskan informasi.
Karena itu, setelah tahu akan ada koran Kompas yang baru terbit, beliau langsung menghubungi agen koran untuk berlangganan sejak pertama.
Dari radio luar negeri beliau selalu menyimak BBC London dan Radio Australia dalam bahasa Indonesia melalui radio transistor dengan baterai. Listrik belum masuk desa.
Saya masih duduk di SMP, tetapi diizinkan ayah untuk membaca Kompas. Ayah pun kadang menulis di koran.
Awal 1970-an, saya tes masuk FHUI dan lulus diterima karena pertanyaan umum yang diujikan dapat saya jawab berdasarkan pengetahuan yang saya baca di Kompas.
Berdasarkan file pribadi, saya mulai menulis dan dimuat di Kompas tanggal 23 Mei 1975 dengan judul ”Pemerkosaan di Dalam dan terhadap Bis-kota”. Mendapat honor Rp 4.000 lewat wesel pos.
Kalau ada naskah yang tidak bisa dimuat, dikembalikan juga lewat pos. Waktu itu masih mengetik dengan mesin tik biasa. Saya juga menulis resensi buku dan yang pertama dimuat buku berjudul ”Bapak Ibu Dengarlah”. Bunga Rampai Masalah Masalah Keluarga, buku tulisan MAW Brouwer itu diterbitkan PT Gramedia Jakarta, 1975. Resensi dimuat di Kompas, 24 April 1976, dengan honor Rp 5.000.
Saya juga menulis di rubrik Bursa Ide yang terbit setiap hari Minggu, pertama dimuat 27 Mei 1979 ihwal ”Pakaian bagi Para Penyiar TVRI”.
Tahun 1975, saya melamar ke Kemlu berdasarkan iklan Deplu di Kompas, Juni 1975. Saya diterima dan kemudian mengikuti pendidikan diplomat di Sekolah Staf Dinas Luar Negeri Tingkat Dasar (Sesdilu Angkatan V). Saya juga dapat menjawab semua pertanyaan umum karena pengetahuan yang saya dapat dengan membaca Kompas.
Saat HUT Ke-55 Kompas, saya mendapat buku Catatan Satu Meja dan Berpikir Ulang tentang Keindonesiaan oleh Jakob Oetama. Terima kasih Kompas. Selamat berulang tahun ke-56 tahun 2021.