Padahal, melihat foto di atas saya bangga. Terbukti bengkel las (UMKM) bisa memproduksi kendaraan sederhana seperti Henry Ford tahun 1910, walaupun tentunya ini untuk tujuan wisata.
Oleh
Djoko Madurianto Sunarto
·3 menit baca
Saya bangga melihat foto odong-odong bermotor pada halaman 4 Kompas Minggu (4/4/2021). Sayang, seperti judulnya ”Odong-odong Bermotor Dilarang”, odong-odong bermotor dilarang beroperasi di Kota Tegal karena dinilai tidak laik jalan.
Peristiwa tersebut sangat berbeda dengan yang terjadi di Yogyakarta, dengan diizinkannya becak motor beroperasi. Namun, karena namanya kendaraan bermotor, kendaraan tersebut harus memiliki BPKB dan STNK (berarti membayar pajak), kelengkapan lampu isyarat, perlengkapan keselamatan berupa helm dan sabuk pengaman, mematuhi peraturan berlalu lintas, dan sebagainya. Inilah istimewanya Yogyakarta.
Padahal, melihat foto di atas saya bangga. Terbukti bengkel las (UMKM) bisa memproduksi kendaraan sederhana, seperti Henry Ford tahun 1910, walaupun tentunya ini untuk tujuan wisata.
Masyarakat kita sebenarnya sangat kreatif memikirkan peluang usaha, termasuk menyediakan jasa odong-odong dengan sentuhan seni yang bukan asal jadi. Dari rintisan usaha ini muncul banyak peluang usaha, seperti bengkel reparasi, tambal ban, dan jasa elektronik.
Akhirnya pendapatan daerah akan meningkat karena banyak wisatawan yang berdatangan karena didukung moda transportasi odong-odong.
Perlu diketahui bahwa di Belanda ada banyak mobil kecil dengan dua tempat duduk, dengan motor penggerak sekitar 50 cc, legal dengan tanda lalu lintas di belakang kendaraannya meski kecepatan maksimal hanya 45 km per jam dan tidak boleh masuk jalan tol.
Di Amerika ada Learjet Limo, yakni mobil limo dengan bodi pesawat Learjet, ada BigFoot, yakni mobil dengan roda besar dan mobil-mobil khusus untuk olahraga ekstrem ataupun berbagai prototipe mobil terbang. Jadi, peraturan seharusnya bisa mengikuti perkembangan kreativitas masyarakat agar bangsa bisa maju.
Patut kita sayangkan, DPRD dan instansi terkait yang seharusnya mengayomi ide-ide kreatif malah mematikannya dengan pelarangan. Peraturan daerahnya perlu diperbaiki sebab kata ”tidak laik jalan” itu sangat bias.
Bimbinglah para perajin odong-odong agar produk mereka layak dan aman bagi penggunanya.
Djoko Madurianto Sunarto
Jl Pugeran Barat, Yogyakarta 55141
Tanggapan Palyja
Menanggapi surat di harian Kompas (Jumat, 2/7/2021) berjudul ”Tidak Mengalir”, kami mohon maaf atas ketidaknyamanan yang dialami.
Menindaklanjuti pengaduan tersebut, pada 2 Juli 2021, petugas Palyja telah mengecek di lokasi persil pelanggan. Hasilnya, suplai air telah mengalir, tetapi belum optimal.
Gangguan suplai air diindikasikan karena ada sumbatan pada pipa jaringan. Sebagai tindak lanjut, petugas Palyja akan menggali serta investigasi pipa jaringan. Diperkirakan selesai dalam satu minggu setelah izin penggalian pipa.
Hal tersebut telah disampaikan petugas kepada Ibu Simamora melalui telepon pada 3 Juli 2021.
Informasi dan keluhan juga dapat disampaikan melalui call center (021) 2997-9999, e-mail palyja.care@palyja.co.id dan SMS 0816725952.
Lydia Astriningworo
Corporate Communications and Social Responsibility, Division Head, PT Palyja
Suka Berbagi
Di televisi ada pelajaran berharga, dengan berbagi, milik kita malah bertambah. Ini matematika ajaib. Ini cerita orang biasa yang hidup susah, tetapi dididik oleh nenek dan ibunya agar suka berbagi.
Lama-lama jalan terbuka menjadi kaya, tetapi tetap hidup sederhana di daerah Tanjung Priok. Kini anggota DPR. Semboyannya: kaya dulu, lalu jadi politisi. Tidak terbalik: politisi dulu, lalu jadi kaya.
Mari kita berbagi, semoga dapat memperbaiki kehidupan masyarakat. Perbuatan baik menyinari perbuatan buruk.