Para tokoh politik ataupun nonpolitik tingkat nasional dan akademisi juga diharapkan bisa memberikan masukan positif kepada pemerintah tentang pelbagai upaya efektif menanggulangi pandemi Covid-19.
Oleh
Samesto Nitisastro
·3 menit baca
Sudah seharusnya pemerintah memaksimalkan peran para pemuka agama dan tokoh informal, dari tingkat kelurahan hingga nasional, untuk meyakinkan masyarakat akar rumput bahwa ancaman Covid-19 sungguh nyata.
Para tokoh agama dan informal bisa menyampaikan pengetahuan tentang Covid-19 secara sederhana kepada masyarakat akar rumput. Kalau diperlukan, bisa dari rumah ke rumah dengan pendekatan kekeluargaan, tentunya tetap dengan protokol kesehatan ketat. Bisa juga disampaikan secara berkala di tempat-tempat ibadah.
Sebagian dari kelompok akar rumput sampai sekarang masih cenderung tidak percaya bahwa Covid-19 ada. Di pelbagai kawasan, terutama menengah ke bawah, aktivitas masyarakat tetap berjalan normal, seperti tidak terjadi pandemi Covid-19. Protokol kesehatan diabaikan.
Umumnya masyarakat akar rumput lebih patuh dan bersedia mendengarkan pemuka agama dan tokoh informal. Oleh karena itu, sangat penting apabila para pemuka agama dan tokoh informal mendapat peran di garda terdepan untuk mengomunikasikan tentang pandemi.
Tingkat kepercayaan kelompok akar rumput terhadap aparat pemerintah memang tidak begitu baik karena pendekatan yang sering terlalu kaku dan normatif. Selain itu, banyak contoh perilaku yang tidak patut, misalnya aparat pemerintah justru melanggar protokol kesehatan. Penyelewengan bantuan sosial adalah contoh lain.
Para tokoh politik ataupun nonpolitik tingkat nasional dan akademisi juga diharapkan bisa memberikan masukan positif kepada pemerintah tentang pelbagai upaya efektif menanggulangi pandemi Covid-19. Tidak hanya mengkritik yang asal bunyi atau yang penting beda.
Ini saatnya kita semua bekerja sama untuk kepentingan rakyat Indonesia. Kesampingkan ego masing-masing.
Samesto Nitisastro
Praktisi SDM, Pesona Khayangan, Depok 16411
Korona Itu Nyata
Laju kenaikan kasus Covid-19 pasca-Lebaran telah terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia. Varian virus baru menular amat cepat. Rumah sakit penuh dan banyak yang meninggal.
Situasi genting ini sepatutnya mendorong semua lapisan masyarakat agar benar-benar menyadari bahwa virus yang tak kasatmata ini benar-benar ada dan sangat berbahaya.
Saat ini masih banyak yang menganggap sepele Covid-19, bahkan menuduh sebagai konspirasi yang tidak nyata. Padahal, korban, termasuk tenaga kesehatan, telah berjatuhan di depan mata.
Jika masyarakat tetap tidak disiplin menaati protokol kesehatan, tsunami Covid-19 akan melanda Indonesia.
Protokol kesehatan, seperti memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menghindari kerumunan, dan membatasi mobilitas, wajib dilakukan. Mereka yang sudah divaksinasi pun tetap harus menaati protokol kesehatan.
Hal lain penting dilakukan adalah penyampaian informasi dan edukasi masif atas bahaya virus korona ini. Kalau upaya sosialisasi sudah intensif dan masih banyak yang ngeyel, pemerintah harus menindak tegas mereka.
Semoga pemerintah dan masyarakat bisa bekerja sama mengalahkan korona.
Miladiah al-Qibthiyah
Tanah Hitam, Jayapura
”Kemajon”
Rubrik Bahasa Kompas (Selasa, 8/6/2021) membahas tentang kata kemajon. Artinya terlalu maju atau kebablasan.
Topik ini sempat menghangat ketika seorang petinggi partai politik di Jawa Tengah menilai kader separtainya telah kemajon. Sang kader menjadi satu-satunya kepala daerah partai tersebut yang tidak diundang dalam acara pembukaan pameran foto partai (Kompas, 2/6/2021).
Kader separtai politik tersebut adalah pamong rakyat Jawa Tengah. Dalam pidato, beliau biasa menyapa rakyat dan menyebut njenengan.
Kata itu kependekan dari kata panjenengan, yang berarti Anda. Dalam tata krama bahasa Jawa yang bertingkat, kata ini masuk tingkatan kromo inggil yang sopan.
Bagi kami, rakyat Jawa Tengah, sapaan ini terasa menyejukkan. Kami merasa diajeni atau dihargai sebagai sesama manusia. Dalam berbagai pidatonya, kami merasa tidak ada kalimat-kalimat yang kemajon atau terlalu maju. Kata-katanya diucapkan dengan santun, andap asor (rendah hati), tenang, dan terpilih. Selama pandemi, beliau mengajak rakyat untuk menjaga kesehatan.
Ini yang kami alami. Semoga suasana cerah kembali.