Perubahan sistem pembelajaran dari pembelajaran tatap muka ke pembelajaran daring selama pandemi ini menuntut guru menjadi guru baru agar dapat memaksimalkan perkembangan anak didiknya untuk mencegah ”learning loss”.
Oleh
OONG KOMAR
·4 menit baca
Kehilangan pengalaman belajar (learning loss) dugaan penilaian kondisi peserta didik dalam mencapai kriteria ketuntasan minimal berdasarkan pada berbagai indikator. Di antaranya, persepsi sebagian para guru mengenai belajar daring sulit, terbatas kepemilikan gawai, terbatas kuota dan kapasitas internet, kesulitan geografis guru kunjung ke rumah dan pengambilan tugas peserta didik, terutama di wilayah zona merah pandemi Covid-19 yang berisiko tinggi serta di wilayah 3T (terdepan, terluar, tertinggal).
Perubahan karena sistem pembelajaran daring tersebut tampak bagi sebagian guru belum ”nyaman” dan masih merasa berbeda dengan pembelajaran tatap muka. Bahkan, guru pun belum merasa ”puas” dengan hasil perolehan peserta didiknya.
Kiranya kebiasaan sistem komando yang birokratis merupakan masalah tersendiri terhadap kondisi guru yang belum berani mengambil keputusan kritis secara mandiri. Bahkan, dengan pelaksanaan pembelajaran tatap muka pun dipandang pesimistis memperoleh hasil belajar optimal berhubung durasi waktu pembelajaran tatap muka dua jam per hari.
Memang datangnya pandemi Covid-19 yang tiba-tiba mengentak dunia pendidikan untuk ”banting stir” sistem pembelajaran, dari model biasa pembelajaran tatap muka diubah menjadi pembelajaran daring. Kondisi guru dan peserta didik spontan melaksanakan pembelajaran sistem daring. Bagi guru yang belum biasa dengan daring, memaksanya untuk memahami pembelajaran daring. Begitu pun peserta didik dan orangtua mempersiapkan sarana berkaitan dengan pembelajaran daring, paling tidak menyediakan gawai dan kuota internet.
Dampak positif
Sementara itu, pengamatan menunjukkan, sebagian orangtua peserta didik berusaha dengan jerih payah dan bahu-membahu melakukan pembelajaran di rumah bagi anaknya, kiranya perlu dihargai. Selama pandemi Covid-19, orangtua peserta didik, terutama di usia sekolah dasar, melakukan kegiatan rutinitas, mulai dari mengambil materi bahan belajar ke sekolah, menyiapkan buku, fotokopi, mendampingi belajar, membantu pengadaan perangkat belajar, dan lain sebagainya sampai mengantarkan tugas belajar ke sekolah.
Orangtua peserta didik merasa yakin, semua tugas pembelajaran yang dibebankan kepada anaknya dapat diselesaikan dengan baik. Orangtua pun merasa anaknya selain melaksanakan tugas, juga telah melakukan pengayaan materi pembelajaran berkaitan dengan tugas tersebut. Orangtua pun sambil mendampingi anaknya belajar, memberikan arahan untuk memperkaya materi dari buku, jurnal, Google, dan pengalamannya.
Justru dengan ketentuan di rumah saja untuk bekerja, belajar, dan beribadah, maka keluarga mengalami kondisi pergeseran dari kondisi keluarga sebelum pandemi Covid-19. Kondisi keluarga saat ini menggambarkan ayah dan ibu memperoleh penguatan peran figur sentral yang bertanggung jawab membudayakan dan menanamkan nilai-nilai kepada anak-anaknya agar anggota keluarganya dijiwai kedisiplinan, kepatuhan, dan ketaatan pada nilai-nilai budaya. Keluarga memegang peranan besar dan penting bagi tumbuh kembang anak-anaknya, seperti pada pengalaman memperoleh kasih sayang, senang, sedih dan kecewa, yang dapat menambah afektif anak. Dengan demikian, kondisi keluarga menjadi faktor tercapainya cita-cita anak.
Pandemi Covid-19 setidaknya memperoleh pengalaman dalam pengondisian keluarga.
Pandemi Covid-19 setidaknya memperoleh pengalaman dalam pengondisian keluarga. Pertama, pengendalian kehidupan fisik anak dengan menciptakan keseimbangan gizi, kesehatan dan vitamin, untuk menjaga kestabilan kondisi imunitas anak-anak. Kedua, pengendalian pembagian waktu anak dengan keseimbangan penggunaan waktu belajar, beribadah, bercengkerama dan beristirahat, untuk menciptakan stabilitas emosi dari kejenuhan berada di rumah yang bukan hanya seharian, melainkan selama berjangkitnya pandemi Covid-19. Ketiga, pengendalian peran dan model perilaku dengan keteladanan ayah dan ibu serta memahami berbagai karakter setiap anaknya pada masa pertumbuhan untuk menjaga kondisi stabilitas keluarga.
”Guru baru”
Selain itu, pandemi Covid-19 setidaknya menjadi pengalaman dalam pengondisian sekolah. Pertama, pelaksanaan pembelajaran yang tidak secara tatap muka atau daring yang bersifat virtual, menunjukkan emosi dan respons psikologis, baik guru maupun peserta didik tampak kesulitan menangkap dan melihat ekspresi serta reaksi di layar monitor. Bahkan, guru tampak kesulitan menginspirasi dan memotivasi peserta didiknya melalui video call atau tele-konferensi. Oleh karena itu, guru harus memiliki kompetensi untuk memantau dan mengelola pekerjaan virtual secara efektif. Guru harus mengetahui apakah pelaksanaan daring berfungsi dengan baik atau tidak, apakah komunikasi elektronik berfungsi atau tidak, apakah peserta didik memahami atau tidak, dan sebagainya.
Kedua, jika guru biasa mengendalikan peserta didik selama jam belajar tatap muka, maka dengan daring peserta didik bisa belajar di luar waktu daring berlangsung. Bahkan, 24 jam sehari dengan 7 hari seminggu sehingga guru harus memiliki orientasi belajar 24 jam sehari dan 7 hari seminggu.
Oleh karena itu, soft skill guru harus ditingkatkan agar menunjukkan seorang mentoring, counseling, dan coaching. Guru seyogianya dapat meninggalkan sifat pembelajaran telling dan transferring, tapi sebagai mentoring yang menatap ke masa depan dengan menunjukkan otoritas, keahlian dan pengalaman di bidangnya, serta membantu peserta didik bagaimana mencapai cita-citanya.
Soft skill guru harus ditingkatkan agar menunjukkan seorang mentoring, counseling, dan coaching.
Guru juga seorang counseling yang menunjukkan keahlian dalam mengatasi masalah, mengetahui masalah klinis, dan mengatasi masalah peserta didik. Guru dapat membantu peserta didik mengatasi masalah yang dihadapi peserta didik untuk menggapai cita-citanya.
Guru sebagai coaching yang menatap ke masa depan. Guru sebagai seorang coach tidak harus ahli dalam bidang yang dicita-citakan peserta didik, tapi guru membantu peserta didik menggali dan menumbuhkembangkan potensinya. Coach sebagai motivator dan fasilitator belajar peserta didik untuk memaksimalkan perkembangan potensinya.
Oong Komar,Guru Besar Tetap UPI dalam Bidang Ilmu Pendidikan Luar Sekolah