Mengapa saat Pilkada 2020 pendataan dan informasi begitu giat, bahkan berlangsung dari pintu ke pintu? Begitu soal vaksin, info sangat terbatas dan kami harus berupaya mencari sendiri?
Oleh
Arya Nugraha
·3 menit baca
Meski jumlah kasus Covid-19 di DKI Jakarta jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Provinsi Banten, sebenarnya Jakarta tidak bisa dipisahkan dari Tangerang Selatan yang termasuk wilayah Banten.
Karena berbatasan langsung, Tangerang Selatan (Tangsel) pun menjadi kota satelit Jakarta. Banyak orang bekerja di Jakarta, tetapi bertempat tinggal di Tangsel. Dengan demikian, warga Tangsel memiliki risiko terpapar Covid-19 sama besar dengan warga DKI Jakarta.
Sayangnya, kok, saya melihat ada ketimpangan dalam program vaksinasi antara Tangsel dan DKI Jakarta. Pada saat warga bukan lansia di atas usia 18 tahun di Jakarta sudah bisa mendapatkan vaksin, kami warga Tangsel dengan kategori sama belum ada kejelasan kapan giliran mendapatkan vaksinasi Covid-19.
Rasanya sungguh tidak adil. Bukankah kami sama-sama berisiko terpapar Covid-19? Mengapa akses yang warga Tangsel dapatkan berbeda dengan warga Jakarta?
Informasi dari puskesmas terdekat di Tangsel ihwal vaksinasi masyarakat umum masih minim. Di lingkungan tempat saya tinggal pun belum ada pendataan warga yang ingin divaksinasi. Ini menimbulkan banyak pertanyaan.
Mengapa saat Pilkada 2020 pendataan dan informasi begitu giat, bahkan berlangsung dari pintu ke pintu? Begitu soal vaksin, info sangat terbatas dan kami harus berupaya mencari sendiri?
Kenapa di saat butuh suara rakyat urusan serba gampang, sementara saat rakyat yang ingin sehat perlu informasi vaksinasi, penjelasan sungguh terbatas?
Saya berharap Pemerintah Kota Tangsel dan Provinsi Banten bisa terus memperjuangkan hak masyarakat Tangsel yang berusia di atas 18 tahun untuk mendapatkan vaksinasi Covid-19, segera.
Arya Nugraha
Kedaung, Tangerang Selatan, 15415
Tumpang-tindih Sertifikat Tanah
Saya pemilik tanah di Jalan Ngagel Jaya Utara 44 Surabaya. Pada 15 Mei 2015, saya sudah membayar biaya di Kantor Pertanahan Kota Surabaya II guna permohonan SK pemberian hak untuk tanah saya tersebut.
Nomor berkas permohonan saya 18524/2015. Pembayaran tersebut sebagai proses balik nama dari sertifikat HP No 1/Kelurahan Pucang Sewu a/n Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
Pada 16 Januari 2016, saya mendapat surat dari Kantor Pertanahan Kota Surabaya II, memberitahukan bahwa sertifikat HP No 1/Kel Pucang Sewu a/n Pemprov Jawa Timur tumpang-tindih dengan sertifikat HPL No 2/Kel Pucang Sewu a/n Pemkot Surabaya.
Pemprov Jawa Timur sudah mengurus masalah tersebut ke Kantor Pertanahan Kota Surabaya II. Setelah melalui proses panjang, Kantor Pertanahan Kota Surabaya II menulis surat kepada Dirjen Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan Kementerian ATR pada 3 Agustus 2020 No 1165.1/600-35.80/VIII/2020. Intinya mohon petunjuk untuk pembatalan sebagian sertifikat HPL No 2/Kel Pucang Sewu a/n Pemkot Surabaya.
Saat ini, Pemprov Jawa Timur, Pemkot Surabaya, dan Kantor Pertanahan Kota Surabaya II menunggu petunjuk Dirjen Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan Kementerian ATR untuk penyelesaian tumpang-tindih ini.
Pada 22 Maret 2021, saya menulis surat kepada Dirjen Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan Kementerian ATR, mohon penyelesaian segera karena sudah lima tahun lebih belum beres.
Surat saya didukung Surat Sekda Pemprov Jawa Timur kepada Dirjen Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan Kementerian ATR No 020/2701/203.5/2021 pada 31 Maret 2021.
Saya juga membuat laporan kepada Kementerian ATR melalui surel, Instagram, dan Twitter, tetapi sampai saat ini belum mendapat tanggapan.