Bangsa ini kini sangat ditentukan arahnya oleh politisi, yang sarat dengan kepentingan. Menurut Falk, ”Politisi melayani diri mereka sendiri.”
Oleh
REDAKSI
·3 menit baca
Guru Besar Sosiologi Universitas Negeri Buffalo, Amerika Serikat, Gerhard J Falk menulis, ”Politisi juga mengklaim bahwa mereka juga melayani. Itu benar.”
Peringatan Falk yang dimuat dalam buku Bangsa Mati di Tangan Politikus: Perilaku Politik Zaman Now karya wartawan senior Dr M Subhan SD (Penerbit Buku Kompas, 2019) semestinya menimbulkan kecemasan saat ini. Bangsa ini kini sangat ditentukan arahnya oleh politisi, yang sarat dengan kepentingan. Menurut Falk, ”Politisi melayani diri mereka sendiri.”
Kehadiran Presiden Joko Widodo di panggung politik nasional, bahkan hingga periode kedua pemerintahannya, tidak bisa dipisahkan dari peran dan keterlibatan politisi. Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 pun menegaskan, calon presiden dan wakil presiden hanya bisa diusung oleh partai politik atau gabungan partai. Tak ada calon perseorangan, seperti dalam pemilihan kepala daerah. Politisi dan parpol yang menentukan.
Presiden Jokowi bukan pemimpin parpol. Ia pekerja partai, dan tidak mempunyai ”kekuasaan” menggerakkan kader partai untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Namun, presiden adalah kepala negara dan kepala pemerintahan. Pemimpin untuk melayani dan menyejahterakan rakyat.
Dalam masa lima tahun pemerintahannya, partai pengusung presiden biasanya akan sepenuhnya mendukung hingga menjelang pemilu berikutnya, apalagi jika presiden bisa maju lagi dalam pemilu. Jika sudah periode kedua, seperti kini Presiden Jokowi, seperti halnya presiden sebelumnya, partai dan pemimpin partai baru melakukan persiapan menjelang pemilu sekitar dua tahun sebelum periode itu berakhir.
Namun, suasana kali ini terasa berbeda. Presiden Jokowi baru memasuki tahun kedua pemerintahannya pada periode kedua ini. Seperti diberitakan harian ini, ”Tahun Politik Pun Seolah Datang Lebih Cepat” (Kompas, 9/6/2021). Juga ada kabar, ”Utak-utik Calon Presiden 2024” (Kompas, 11/6/2021). Tak hanya media, sejumlah lembaga survei sudah mengabarkan hasil pemetaan capres untuk pemilu mendatang.
Pemimpin partai mulai melancarkan manuver, mulai dari lobi dengan partai lain ataupun masif berkunjung ke daerah. Sejumlah elite dan tokoh politik, termasuk kepala daerah, menteri, dan penyelenggara negara yang merasa memiliki peluang untuk memimpin negeri ini, juga mulai bersafari dan menghimpun simpati rakyat. Mereka yang bukan berasal dari partai seperti tak mau ketinggalan dan kehilangan kesempatan. Hampir semua ingin jadi politisi, melayani diri sendiri.
Padahal, menurut Pasal 5 Ayat (6) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, pejabat negara melaksanakan tugas dengan penuh rasa tanggung jawab dan tidak melakukan perbuatan tercela, tanpa pamrih baik untuk kepentingan pribadi, keluarga, kroni, maupun kelompok, dan tak mengharapkan imbalan dalam bentuk apa pun yang bertentangan dengan undang-undang. Tugas penyelenggara negara melayani rakyat sehingga kesejahteraan bisa mewujud.
Jika mayoritas penyelenggara negara mulai menyiapkan diri memperebutkan kekuasaan pada pemilu, siapa yang peduli melayani rakyat? Suara Presiden semoga masih didengar.