Status Awas ini membutuhkan intervensi jika negara-negara kawasan Asia Tenggara tidak ingin mengulang tragedi India. Apalagi di negara-negara yang semula rendah penularan ditemukan varian baru sebagai sumber penular.
Oleh
REDAKSI
·2 menit baca
Gelombang pandemi Covid-19 terus mendera meski vaksinasi sudah berjalan dan beberapa negara sempat nol kasus positif. Asia Tenggara masuk status Awas.
Meminjam terminologi pakar vulkanologi Dr Surono, yang mengategorisasikan gunung berapi menjadi empat tingkat, yakni Normal, Waspada, Siaga, dan Awas, situasi pandemi di Asia Tenggara saat ini bisa dikatakan masuk status Awas. Gunung dalam status ini berarti segera atau sedang meletus, atau ada keadaan yang akan menimbulkan bencana.
Di beberapa negara Asia Tenggara, ancaman memang sangat nyata. Kasus positif Covid-19 melesat. Pekan lalu, Malaysia melaporkan 185,3 kasus baru per 1 juta penduduk, melebihi India (184,99) dan Amerika Serikat (76,31), pada periode yang sama. Kantor berita Reuters melaporkan, total kasus di Thailand, Vietnam, Kamboja, Laos, dan Timor Leste juga meningkat dua kali lipat, bulan lalu. Bahkan di Singapura, yang sudah sempat mencatat nol penambahan kasus, ditemukan lagi kasus positif pada perawat.
Para ahli kesehatan tentu saja juga waswas melihat Indonesia dan Filipina, yang kasusnya tertinggi di Asia Tenggara dan belum menunjukkan tren penurunan signifikan. Mudik Lebaran yang tidak bisa dibendung, meski pemerintah menerapkan larangan dan penyekatan, mulai menunjukkan dampak sekarang.
Sempat mencapai titik terendah pada 15 Mei 2021 dengan 2.385 kasus positif, angka terus meningkat pasca-Lebaran dengan penambahan tertinggi 6.565 kasus pada 27 Mei 2021. Hingga 31 Mei 2021, total terkonfirmasi 1.821.703 kasus.
Filipina, tertinggi kedua di Asia Tenggara setelah Indonesia, hingga 31 Mei 2021 mencatat 1.230.301 kasus positif. Kasus baru bertambah 6.684 pada tanggal yang sama.
Status Awas ini membutuhkan intervensi jika negara-negara kawasan Asia Tenggara tidak ingin mengulang tragedi India. Apalagi di negara-negara yang semula rendah penularan ditemukan varian baru sebagai sumber penular.
Meski demikian, kita menyadari, pelaksanaannya memang tidak mudah. Hingga kini, tindakan preventif berupa vaksinasi dan penerapan protokol kesehatan—memakai masker, menjaga jarak, menghindari kerumunan, dan menjaga kebersihan dengan mencuci tangan—adalah upaya terbaik mencegah penularan. Kenyataan menunjukkan, meski rezim pengobatan Covid-19 semakin baik, korban meninggal masih berjatuhan.
Sayangnya, vaksinasi saat ini masih menghadapi banyak hambatan. Suplai yang terbatas, keterlambatan memesan, dan dominasi negara maju membuat banyak negara terlambat mendapatkan vaksin untuk rakyatnya.
Tidak ada cara lain. Kita hidup di planet yang sama, maka semua harus berbagi dan bekerja sama. Produksi vaksin harus dibuka di banyak negara, dengan lisensi yang adil untuk industrinya. Moda perpindahan manusia dan seluruh aktivitas yang berpotensi menimbulkan penularan juga harus kembali dibatasi. Apa boleh buat, butuh pengorbanan untuk keluar dari pandemi.