AS mengusulkan pengenaan pajak keuntungan korporasi yang berlaku global, sebesar minimum 15 persen. Pajak ini terutama akan menyasar raksasa digital dan 100 lebih korporasi multinasional terbesar dunia.
Oleh
Redaksi
·3 menit baca
Konferensi Tingkat Tinggi G-20 di Italia, Juli mendatang, dijadwalkan membahas usulan Amerika Serikat untuk pengenaan pajak keuntungan korporasi yang berlaku global, sebesar minimum 15 persen.
Pajak yang terutama akan menyasar raksasa digital dan 100 lebih korporasi multinasional terbesar dunia itu disambut baik sejumlah negara, seperti Perancis, Jerman, dan Jepang.
Sebaliknya, sejumlah perekonomian lebih kecil, yang selama ini menerapkan pajak rendah untuk menarik korporasi besar, menentang. Bank Dunia juga mengingatkan, penerapan pajak minimum secara global yang terlalu tinggi bisa mengancam kemampuan negara miskin dalam menarik investasi.
Kesepakatan secara global atas tarif minimum pajak korporasi itu ditargetkan dicapai pada pertengahan tahun ini meski berbagai kalangan menyangsikan konsensus bisa dicapai. Untuk korporasi AS, Presiden AS Joe Biden menginginkan besaran pajak hingga 28 persen untuk pendapatan yang diperoleh korporasi itu dari bisnis global. Menteri Keuangan AS Janet Yellen meyakini penerapan kesepakatan tarif minimum pajak secara global akan membuat AS tetap kompetitif dengan kenaikan pajak tersebut.
Kesepakatan ini juga akan mengakhiri persaingan tidak sehat 30 tahun terakhir negara di dunia yang berlomba menerapkan pajak serendah-rendahnya untuk menarik investasi, sementara pada saat yang sama menggerogoti potensi penerimaan negara yang dibebani utang membengkak mencapai rekor baru di tengah pandemi Covid-19.
Usulan pajak korporasi minimum 15 persen itu bergulir di tengah upaya negara-negara mencapai kerangka kesepakatan global menyangkut pajak, termasuk pajak digital. Bukan rahasia lagi, selama ini para raksasa digital berhasil meraup laba masif di banyak negara dan melenggang bebas tanpa bayar pajak, dengan mengakali celah aturan yang ada.
Menurut Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD), penerapan tarif pajak minimum korporasi dan ditegakkannya aturan pajak yang lebih baik secara global berpotensi meredistribusi sekitar 100 miliar dollar AS pendapatan dan mendongkrak penerimaan pemerintah secara global hingga 100 miliar dollar AS per tahun.
Di level G-7, AS menargetkan konsensus dicapai pada pertemuan Menteri Keuangan G-7 di London, 4-5 Juni 2021, dilanjutkan dengan kesepakatan lebih luas di forum OECD, dan akhirnya dituntaskan di KTT G-20, Juli. Angka tarif pajak korporasi minimum 15 persen yang diusulkan AS lebih tinggi daripada 12,5 persen yang sebelumnya dinegosiasikan di antara sekitar 140 negara anggota OECD.
Persetujuan atas tarif pajak baru ini sangat penting bagi Biden untuk pembiayaan program ekonomi jangka panjang pemerintahannya senilai 4 triliun dollar AS. Bagi perekonomian global, tantangan yang dihadapi selain penegakan kesepakatan itu, dan mekanisme penyelesaian jika ada sengketa, adalah bagaimana kesepakatan baru itu juga menguntungkan negara miskin. Indonesia harus bisa mengambil manfaat maksimal dari rezim kebijakan pajak korporasi global yang baru, termasuk dengan menyiapkan aturan yang mendukung di dalam negeri.