Berduyun-duyunnya orang mudik pada Lebaran lalu—mengabaikan imbauan pemerintah agar tidak mudik untuk mencegah penularan Covid-19—sungguh memprihatinkan.
Itu masih ditambah pelanggaran protokol kesehatan untuk tidak berkerumun dan disiplin memakai masker, dengan meluapnya pengunjung di lokasi wisata. Mengingatkan pada ”tragedi Sungai Gangga” yang menjadi sumber tsunami Covid-19 di India.
Kampanye, imbauan, dan pemberitaan tentang bahaya pandemi sudah gencar dilakukan. Toh, mereka tetap tak peduli, mengabaikan itu semua, bahkan bangga melakukan tipu-tipu dan terobosan bodoh. Apa yang memicu semua ini? Saya melihat sebagai terbatasnya penalaran masyarakat terkait dengan logika dan rasionalitas. Jangan-jangan ini dampak dari rendahnya minat baca.
Membaca belum menjadi kebiasaan dalam keseharian masyarakat Indonesia. Indeks kegemaran membaca (IKM) yang mengukur frekuensi dan durasi membaca masyarakat masuk kategori rendah. Malas membaca akhirnya menganulir kerja-kerja lain untuk meningkatkan literasi (Rubrik Barometer, Kompas, 16/5/2021).
Saya mengaitkan semua itu dengan target Indonesia Emas saat 100 tahun Indonesia merdeka, tahun 2045. Untuk itu, Presiden Joko Widodo sudah menekankan pentingnya pembangunan sumber daya manusia (SDM) unggul dan berdaya saing global saat penduduk mencapai 269,6 juta jiwa (Kompas, 20/12/19).
Suatu saat nanti, 24 tahun dari sekarang, Indonesia akan dipimpin oleh generasi yang sekarang berusia 20-30 tahun. Bagaimana jadinya kalau generasi ini masih ”malas membaca” sehingga tetap mengabaikan data dan fakta yang jelas dan dapat ditemukan di beberapa media?
Bagaimana bisa unggul kalau masih mengandalkan kebiasaan dan hal-hal yang tidak rasional, sementara dunia sudah berubah? Ini memprihatinkan. Kita semua perlu serius melihat dan mencari solusinya.
Renville Almatsier
Jalan KH Dewantara, Ciputat, Tangerang Selatan 15411
Fotokopi Gratis
Kamis, 6 Mei 2021, saya ke Kantor Pertanahan Kota Semarang. Beberapa persyaratan sudah saya siapkan, tetapi terlupa fotokopi KTP. Saya mencari jasa fotokopi di luar kantor itu dan tidak ada.
Ternyata di dalam kantor ada petugas yang melayani pengunjung sambil menunggui mesin fotokopi. Saya pun minta tolong dan menyodorkan uang biayanya.
Namun, petugas menjelaskan bahwa fotokopi itu gratis. Saya kaget dan takjub ada perbaikan manajemen di kantor pemerintahan.
Ternyata pelayanan kantor pemerintahan sudah sangat baik. Baru terjadi di Kantor Pertanahan Kota Semarang saja, saya salut luar biasa.
Jika hal ini juga terjadi di pelbagai kantor pelayanan pemerintah yang lain, saya angkat topi.
Sri Handoko
Tugurejo, Tugu, Semarang