
Surat Pembaca ”Membaca dan Menulis” (5/5/2021) yang ditulis Yes Sugimo menyigi laporan PISA mengenai tingkat literasi masyarakat Indonesia yang sangat rendah, urutan ke-65 dari 67 negara. Laporan tersebut sesungguhnya bisa menjadi cambuk agar lebih bergelora meningkatkan kualitas literasi.
Literasi itu dalam KBBI diartikan sebagai kemampuan menulis dan membaca, pengetahuan atau keterampilan dalam bidang atau aktivitas tertentu, dan kemampuan individu dalam mengolah informasi dan pengetahuan untuk kecakapan hidup. Jadi, kita dapat menyimpulkan bahwa literasi adalah penguatan kemampuan menulis dan membaca agar tidak pupus dalam galaksi kehidupan.
Kemampuan membaca dan menulis harus kita tingkatkan. Peranan teknologi yang telah berkembang pesat pada saat ini sesungguhnya memberikan ”surga” bagi kita semua untuk memanfaatkan dengan arif-bijaksana. Kita manfaatkan untuk berliterasi: membaca dan menulis.
Membaca niscaya membuka jendela dunia. Seolah terdapat energi besar yang menarik kita memasuki dunia baru. Dunia yang sarat dengan kebaruan menuntut kita mengeksplorasi lebih mendalam dengan membaca. Tidak ada cendekia tanpa membaca.
Para penulis kolom yang sering menggoreskan tinta di media nasional, seperti Yudi Latif, Haedar Nashir, Ahmad Najib Burhani, Ahmad Syafii Maarif, Azyumardi Azra, Bagong Suyanto, dan M Chatib Basri, muskil bisa dimuat tanpa banyak membaca.
Semakin banyak kita membaca, hatta semakin luas wawasan pengetahuan kita. Dari situlah, kita bisa merakit tulisan. Proses perakitan tulisan itu menjadi bagian dari realisasi membaca. Menulis itu sulit dan berat.
Perlu pergumulan sangat panjang untuk menghasilkan tulisan yang kuat dan berkualitas. Selain latihan ekstra untuk bisa merealisasikan sebuah tulisan yang berkualitas, seorang pemikir harus banyak membaca untuk membuka wawasannya, sebagaimana yang dilakukan oleh para penulis senior di atas.
Kunci utamanya, melatih setiap hari kemampuan membaca-menulis kita. Jangan lelah untuk berjuang dalam mewujudkan sebuah kecerdasan. Tampillah dengan percaya diri bahwa bangsa ini di masa depan akan diakui oleh dunia sebagai bangsa yang cerdas hingga ke akar rumputnya, karena semua sudah berliterasi.
Dalam situasi pandemi Covid-19, mari kita menyalakan obor literasi agar tidak padam. Jadikan sebagai pengisi masa pandemi, segala upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sekaligus mengatasi ketertinggalan dari negara-negara dunia sebagaimana yang dilaporkan PISA.
CRISTOFFER VERON PURNOMO
Anggota Grup Jaringan Anak Panah
Pembetulan
Ada dua informasi di harian Kompas edisi Desember 2020 yang kurang tepat.
Pertama, pada edisi Senin (14/12/2020) dalam rubrik Kilas Politik Hukum, ada foto berjudul ”Kartika Jala Krida”. Disebutkan, ”Taruna AAL tingkat III angkatan 67 bersiap mengikuti latihan bersama KRI Teluk Lada-521 di atas KRI Bima Suci 1945 di perairan Tual, Ambon, Maluku”.
Kedua, dalam berita ”Kecelakaan Laut: Hanyut 17 Hari, Antonius Bertahan dengan Air Laut” (Kompas, 31/12/2020) disebutkan bahwa ”Pada 27 Desember, Kapal Negara (KN) SAR 242 Bharata bergerak dari Saumlaki, ibu kota Kabupaten Kepulauan Aru”.
Semula Tual adalah ibu kota Kabupaten Maluku Tenggara dengan wilayah mencakup Kepulauan Aru, Kepulauan Kei, dan Kepulauan Tanimbar (termasuk pulau-pulau di selatan barat daya). Saat itu bagian dari Provinsi Maluku dengan ibu kota Ambon.
Untuk kepentingan pembangunan, dipecah menjadi Kabupaten Kepulauan Aru dengan ibu kota Dobo, Kabupaten Kepulauan Tanimbar dengan ibu kota Saumlaki, dan Kabupaten Maluku Tenggara dengan ibu kota Langgur. Ini dilengkapi dengan Kota Tual yang terletak di Pulau Dulah, Kepulauan Kei.
Dengan demikian, Tual tidak terletak di Ambon, tetapi di Pulau Dulah (Kei) dan Saumlaki bukan ibu kota Kabupaten Kepulauan Aru, melainkan ibu kota Kabupaten Kepulauan Tanimbar.
Emmanuel Rahajaan
Jatipadang, Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12340
Catatan Redaksi:
Terima kasih atas koreksi yang Saudara sampaikan.