Tahapan seleksi janganlah mengebiri kecenderungan pikir dan pendapat yang berkembang di masyarakat, apalagi jika sampai memaksakan kebenaran satu pihak.
Secara tertulis, pertanyaan semisal ”apa pendapat Anda terhadap LGBT?”, memang tidak berbentuk paksaan. Akan tetapi, pertanyaan semacam itu bisa menjadi hal dilematis bagi individu yang mengikuti tes.
Kalau sudah begini, logika yang sangat rasional agar selamat dalam seleksi adalah mengikuti jawaban yang diinginkan pemberi tes. Akhirnya peserta tes menjawab saja dengan pendapat yang tidak bertentangan. Akibatnya, reliabilitas alat ukur menjadi dipertanyakan karena peserta tes tidak menjawab sejujur-jujurnya.
Saya menyarankan, pertanyaan tes sebaiknya berada pada spektrum umum dan sesuai dengan fungsi dan tujuan lembaga. Misalnya, tes wawasan kebangsaan pada pegawai KPK dapat membahas seumpama, ”Apakah semangat dan integritas Anda dalam bekerja akan berkurang ketika Anda mengejar terduga koruptor yang ternyata memiliki kesamaan suku dengan Anda?”
Pertanyaan tersebut umum karena tidak menyebut hal yang spesifik seperti nama suku atau suatu kasus ”politis” tertentu. Pertanyaan itu juga relevan dengan fungsi dan tujuan KPK, tidak berada pada ruang hampa.
Sekali lagi, tes wawasan kebangsaan yang ideal, menurut saya, sebaiknya hanya menyoal gagasan-gagasan penting, lebih baik lagi terkait dengan kondisi spesifik lembaga serta tidak membahas kasus spesifik.
Seseorang yang setuju dengan pelegalan LGBT, misalnya, tidak otomatis memiliki keinginan untuk merusak nilai dan moral bangsa.
Muhammad Ilfan Zulfani
Mahasiswa Sosiologi, Universitas Indonesia
Bencana Mudik
Situasi pandemi Covid-19 di India memburuk. Kompas (20/4/2021) menulis, Pemerintah India melaporkan 1.761 kematian akibat Covid-19 pada Selasa (20/4/2021), jumlah korban yang sangat banyak.
Diberitakan bahwa angka kasus Covid-19 di India meroket karena tidak menerapkan protokol kesehatan (memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak) lagi.
Peningkatan kasus Covid-19 di India juga akibat mobilitas warga yang tinggi. Sarana transportasi umum sudah ramai dan beroperasi penuh, sejumlah acara, seperti perkawinan dan keagamaan, digelar penuh hiruk-pikuk.
Timbul rasa khawatir, jika masyarakat Indonesia nekat mudik, mobilitas warga membeludak, maka lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia tinggal menunggu waktu.
Kita tahu, manusia merupakan perantara pembawa virus korona dari satu tempat ke tempat lainnya.
Mari kita arif menghadapi pandemi, salah satunya dengan menahan diri untuk tidak mudik merayakan hari Lebaran bersama orangtua.
Orangtua yang kita kunjungi sudah lanjut usia. Mereka amat rentan jika tertular. Jangan sampai kita menyesal menjadi pembawa virus mematikan pada mereka di kampung halaman.
Zulkifli Nasution
Cilandak Timur, Jakarta Selatan
Memahami Vaksin
Beberapa waktu terakhir, topik vaksin Nusantara, mengutip Tajuk Rencana Kompas ”Mengkritisi Uji Vaksin” (Selasa, 20/4/2021), menjadi tontonan riuh, diskusi panas di televisi, dan topik viral yang terus beredar dari media sosial satu ke lainnya. Sayangnya, banyak informasi tidak tersampaikan secara lengkap.
Maka, persis seperti kata tajuk itu: ”Hari-hari ini rakyat seperti mendapat tontonan tanpa paham maknanya.”
Bagi publik umum, termasuk saya, sulit mencerna dan memahami hal-ihwal vaksin Nusantara. Apalagi dari sisi ilmiah. Di sinilah media berperan penting mendidik khalayak pembacanya.
Kompas adalah media arus utama yang gencar menyajikan informasi dan ulasan, termasuk artikel opini para pakar mengenai berbagai aspek vaksin Nusantara.
Menurut teori klasik fungsi komunikasi massa (Harold Lasswell, 1948; dan Charles R. Wright, 1960), komunikasi melalui media (massa) memiliki beberapa fungsi.
Salah satunya ”surveillance of the environment”. Ringkasnya fungsi memberi informasi. Namun, media juga harus berfungsi ”correlation of the parts of society in responding to the environment”.
Media harus memberi interpretasi dan pemahaman terhadap situasi yang menyangkut kepentingan publik. Selain itu, juga memaparkan pilihan dan menawarkan solusi demi kemaslahatan publik (Stephen W Littlejohn, Theories of Human Communication, Edisi ke-3, 1989).
Intinya, media memberi makna dan tuntunan ketika muncul peristiwa yang berimplikasi bagi publik luas. Fungsi ini makin krusial di era melimpahnya informasi dengan beragam kualitas dan kredibilitasnya.
Terkait dengan kontroversi vaksin Nusantara, fungsi itu diwujudkan Kompas dengan Tajuk ”Mengkritisi Uji Vaksin”.
Tajuk Rencana tersebut, menurut saya, telah membekali kita, pembaca awam, pengetahuan, pemahaman, bahkan pencerahan di balik kontroversi vaksin Nusantara.
Terima kasih Kompas.
EDUARD LUKMAN
Jalan Warga, Pejaten Barat, Jakarta 12510
Vaksinasi Lansia
Pemerintah cq Kementerian Kesehatan bakal menggenjot vaksinasi bagi lansia karena baru 10 persen kelompok lansia yang divaksinasi.
Kelambanan vaksinasi bagi lansia bisa jadi karena beberapa sebab, di antaranya keterbatasan kuota vaksin, hambatan registrasi, dan sedikitnya tempat vaksinasi.
Saya adalah salah satu lansia pensiunan PNS yang hingga kini belum divaksinasi, dan bisa jadi masih banyak pensiunan lain yang bernasib seperti saya.
Kemenkes dapat bekerja sama dengan lembaga pengelola dana pensiun, seperti Taspen (untuk PNS) ataupun Yayasan Dana Pensiun di setiap BUMN. Lembaga-lembaga ini memiliki database lengkap para pensiunan.
Perlu pula strategi jemput bola, dengan memperbanyak tempat-tempat untuk vaksinasi.
Budi Sartono S
Cilame, Ngamprah, Kabupaten Bandung