Berobat ke Luar Negeri
Jumlah pasien yang berobat ke luar negeri dari Indonesia cukup banyak. Situasi pandemi Covid-19 merupakan momentum bagi dunia kedokteran Indonesia untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat.
Tiga tahun yang lalu saya operasi kanker prostat di negara tetangga. Saya kontrol secara teratur tiga bulan sekali. Sejak ada pandemi Covid-19, saya tak mungkin kontrol ke sana sehingga saya kontrol ke dokter di Indonesia. Ternyata saya mendapat layanan yang baik dan informasi yang saya peroleh juga sama.
Sekarang saya dalam keadaan baik. Saya tidak perlu minum obat, hanya setiap enam bulan saya konsultasi dan pemeriksaan laboratorium saja. Saya akui selama ini saya amat terpengaruh oleh berita di media massa tentang kekurangan layanan kesehatan di negeri kita. Saya memang lama bertugas di luar negeri sehingga kurang mengikuti perkembangan kedokteran di Indonesia.
Namun, melihat banyaknya rumah sakit yang dibangun serta peralatan kedokteran yang canggih, saya sekarang merasa percaya pada kemampuan tenaga kesehatan di Indonesia. Jika kontrol di luar negeri, petugas laboratorium sering harus menusuk dua kali pembuluh darah vena saya karena tusukan pertama biasanya gagal. Katanya pembuluh darah saya kecil. Namun, di Indonesia petugas jauh lebih terampil, saya tak pernah ditusuk dua kali.
Mengingat jumlah pasien yang berobat ke luar negeri dari Indonesia cukup banyak dan pandemi Covid-19 ini merupakan momentum bagi dunia kedokteran Indonesia untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat, saya mengusulkan agar profesi kedokteran bekerja sama dengan lembaga public relation untuk membangun kepercayaan masyarakat. Dengan demikian, masyarakat, terutama yang selama ini berobat ke luar negeri, akan mendapat informasi yang lebih sesuai atas kemampuan tenaga kesehatan kita.
Jika dilihat dari kemampuan tenaga kesehatan, peralatan kedokteran, ketersediaan obat, biaya, serta keramahan petugas, faktor apa yang lebih menonjol? Jika dapat diidentifikasi faktor yang menonjol, saya pikir faktor tersebut dapat diselesaikan bersama antara pemerintah, profesi, dan masyarakat.
Saya pernah bertugas di Eropa, Amerika, dan Asia sebagai pegawai Kementerian Luar Negeri. Saya merasakan sendiri layanan di masing-masing negara ada kelebihan dan kekurangannya. Saya menggunakan asuransi jadi saya harus patuh pada peraturan yang ditetapkan asuransi.
Ketika harus operasi kandung empedu di Australia, saya harus menunggu lebih dari tiga bulan karena dianggap operasi berencana yang dapat dijadwalkan. Saudara saya di Indonesia dapat operasi kandung empedu tanpa menunggu, dalam seminggu sudah dioperasi. Jadi memang tak seluruhnya layanan di luar negeri lebih nyaman dan baik. Terima kasih atas penjelasan Dokter.
W di J
Anda benar ternyata pandemi Covid-19 menyadarkan kita pada banyak hal termasuk kebiasaan berobat ke luar negeri. Sebenarnya banyak alasan kenapa seseorang berobat ke luar negeri. Di antaranya adalah ingin mendapat layanan yang lebih baik, biaya lebih murah, dan lebih nyaman. Masyarakat awam tidak seluruhnya memahami mutu layanan kedokteran.
Masyarakat lebih merasakan keramahan dokter, kenyamanan ruang tunggu, peralatan canggih sebagai mutu layanan yang baik. Dalam profesi kedokteran dikenal indikator keberhasilan suatu terapi yang dapat berupa angka kesembuhan, angka kekambuhan, angka operasi ulang, angka dekubitus (luka di punggung karena lama tiduran), dan angka infeksi di rumah sakit.
Setiap rumah sakit berusaha untuk mempunyai indikator yang baik agar rumah sakitnya dinyatakan sebagai rumah sakit yang mempunyai keberhasilan terapi yang baik. Peralatan dan ketersediaan obat tiap negara berbeda. Namun, dalam era perdagangan bebas dewasa ini, umumnya peralatan kedokteran dan obat akan tersedia dengan cepat.
Pandemi Covid-19 menyadarkan kita pada banyak hal termasuk kebiasaan berobat ke luar negeri.
Negara yang tergabung dalam ASEAN mempunyai organisasi pendidikan yang bernama SEAMEO. Ijazah kedokteran yang berlaku di satu negara ASEAN akan diakui oleh negara ASEAN lainnya. Misalnya, ada lulusan dokter di Indonesia akan mengambil master atau doktor di Malaysia, Thailand, atau Singapura, maka ijazah dokternya akan diakui. Memang untuk izin praktik ada persyaratan lain.
Di berbagai fakultas kedokteran internasional di Indonesia terdapat mahasiswa asing baik dari Malaysia, India, dan lain-lain. Sebaliknya, tentu ada mahasiswa kita yang kuliah di fakultas kedokteran di Singapura, Malaysia, atau Filipina.
Standar pendidikan kedokteran di ASEAN bahkan global pada umumnya sama.
Baca juga: Pentingnya Upaya Kesehatan Masyarakat
Bahkan, cara pendidikan juga hampir sama. Hanya memang suatu negara lebih mengutamakan kemampuan peserta didik pada masalah kesehatan yang dihadapi oleh negara tersebut. Sebagai contoh, seorang dokter di Indonesia harus mampu mendiagnosis dan mengobati kasus demam berdarah. Dokter lulusan Eropa dan Amerika juga belajar mengenai demam berdarah, tetapi mungkin belum pernah berhadapan dengan kasus demam berdarah karena di negara-negara tersebut penyakit demam berdarah sudah tidak ada lagi.
Faktor komunikasi dokter pasien sering dikemukakan sebagai faktor yang penting yang menjadi alasan pasien berobat ke luar negeri. Dokter di Indonesia mungkin terlalu singkat berkomunikasi dengan pasien dan keluarga. Selain itu, komunikasinya mungkin cenderung satu arah. Namun, sudah lebih dari 10 tahun ini kurikulum kedokteran telah mengutamakan pentingnya komunikasi dokter dengan pasien ini. Pemahaman dan keterampilan dokter kita dalam komunikasi dokter pasien saya rasa tak kalah dengan dokter di negara tetangga.
Namun, keadaan di lapangan mungkin menyebabkan terjadi perubahan. Misalnya, seorang dokter spesialis di Indonesia melayani 40 pasien sehari dari pukul 09.00 sampai 16.00. Saya pernah magang di sebuah rumah sakit di Australia dan dokter di poliklinik tersebut hanya melayani 10 pasien sehari.
Lima pasien sebelum makan siang dan lima lagi setelah makan siang. Jadi, mereka mempunyai waktu untuk bercengkerama tidak hanya mengenai masalah kedokteran, juga mengenai masalah parkir, dan sebagainya. Setiap pasien dapat dilayani 20-30 menit. Di Indonesia, karena banyak pasien, waktu konsultasi jadi lebih pendek, kecuali untuk pasien baru atau ada masalah serius.
Pasien di Medan banyak yang mengemukakan berobat ke Penang lebih murah daripada berobat ke Jakarta disebabkan biaya transportasi udara lebih murah. Selain itu, ada faktor lain. Malaysia tidak mengenakan bea masuk untuk peralatan kedokteran sehingga alat kedokteran mereka jauh lebih murah dibandingkan dengan di Indonesia. Akibatnya, operasi jantung di Penang bisa lebih murah daripada di Jakarta.
Baca juga: Meningkatkan Citra Dokter Indonesia
Jadi, untuk dapat menjaga agar pasien Indonesia tidak berobat ke luar negeri, perlu dilihat bukan hanya dari faktor kesehatan, melainkan juga aturan lainnya.
Saya sudah 50 tahun melakukan praktik dokter dan saya merasa bangga sebagai dokter di Indonesia karena pada umumnya teman-teman saya masih amat akrab dengan pasien dan menyempatkan diri untuk melayani pasien-pasien tidak mampu. Pengurangan dan penghapusan biaya dokter masih sering terjadi, bahkan ada dokter, selain menghapus honornya, juga membantu membelikan obat pasien yang tak punya BPJS Kesehatan.
Anda benar, saya juga merasakan profesi kedokteran di Indonesia amat low profile, banyak prestasi dokter Indonesia tak disebarluaskan. Bahkan, di media massa yang banyak kita baca adalah kekurangan pada layanan kedokteran. Semoga pemikiran Anda akan menjadi pembahasan pihak terkait untuk menjaga agar pasien Indonesia mengutamakan berobat di Indonesia.