Publik berharap penyusunan kamus sejarah lepas dari berbagai kepentingan ideologi, proyek, kelompok, golongan, agama, dan organisasi. Kamus sejarah harus jadi pegangan sahih pencari lema sejarah bangsa Indonesia.
Oleh
Hendri Dalimunthe
·5 menit baca
Kamus Sejarah Indonesia I dan Kamus Sejarah Indonesia II yang masih draf beredar luas dan menuai kritik banyak pihak. Kamus ini banyak menghapus dan membelokkan sejarah bangsa.
Kamus tidak memasukkan nama pendiri Nahdlatul Ulama, Hasyim Asy’ari. Lema kamus sejarah itu tidak hanya mencederai nahdliyin, tetapi juga mencederai semua warga bangsa. Kealpaan lema kamus tampaknya bukan saja pada biografi, melainkan juga disinformasi pada organisasi, peristiwa, dan bahan tempat sejarah.
Mendikbud-Ristek Nadiem Anwar Makarim—yang sebaiknya segera ”bersih-bersih” kementerian—kemudian mengklarifikasi, menarik peredaran kamus sejarah itu dan berjanji menyusun lema kamus sejarah yang komprehensif. Perlu juga diusut, siapa dan di bagian mana sumber kamus sejarah kontroversial ini.
Sungguh tidak wajar apabila khazanah sejarah bangsa dari berbagai periode, peristiwa, tokoh, dan tempat yang berbeda-beda hanya disusun oleh tim penyusun kamus kalangan terbatas, tanpa melibatkan pakar sejarah dari berbagai perguruan tinggi, tokoh agama, dan perwakilan masyarakat di daerah.
Ulasan Prof Azyumardi Azra, ”Hati-hati Politik Sejarah” (Kompas, 29/4/2021), mengingatkan kita tentang buku Sejarah Nasional Indonesia (SNI I-VI) yang diterbitkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1976). Buku yang disusun di era Orde Baru itu sarat muatan politik pemerintah dan menjadi alat indoktrinasi rezim Orde Baru.
Distorsi buku SNI di antaranya soal peran peranakan Tionghoa dalam sidang BPUPKI, yakni Liem Koen Hian, Oei Tjoung Hauw, Oei Tiang Tjoei, dan Tan Eng Hoa, yang tidak pernah mendapat tempat dalam pelajaran sejarah periode kemerdekaan. Beruntung para akademisi dan sejarawan jeli mencari rekam jejak mereka melalui berbagai sumber dan saksi-saksi pelaku sejarah.
Buku SNI Orde Baru tentu beda kasus dengan kamus sejarah. Namun, kealpaan lema dan lemahnya narasi peristiwa pada kamus sejarah bisa berakibat fatal.
Publik berharap penyusunan kamus sejarah lepas dari berbagai kepentingan ideologi, proyek, kelompok, golongan, agama, dan organisasi. Kamus sejarah harus jadi pegangan sahih pencari lema sejarah bangsa Indonesia.
HENDRI DALIMUNTHE
Alumnus S-2 Ilmu Sejarah USU
Dukacita untuk KRI Nanggala-402
Sejak pemberitaan hilangnya KRI Nanggala-402, Rabu (21/4/2021), saya memantau perkembangannya dari waktu ke waktu. Masih ada setitik harapan semua awak kapal dapat diselamatkan.
Namun, Sabtu (24/4/2021), kapal selam itu dinyatakan tenggelam. Puncaknya pada Minggu malam ketika media massa mengabarkan bahwa KRI Nanggala-402 ditemukan pada kedalaman 838 meter di dasar laut, dalam kondisi patah menjadi tiga bagian.
Saya tidak memiliki hubungan kekerabatan dengan awak kapal selam itu dan juga keluarganya. Namun, kesedihan mendalam ikut saya rasakan. Sungguh, ini adalah duka bagi seluruh rakyat Indonesia karena 53 awak kapal selam KRI Nanggala-402 itu telah gugur.
Mereka yang selama ini jauh dari pemberitaan, bertugas menjaga kedaulatan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari Sabang sampai Merauke dan dari Rote sampai Miangas, berpatroli jauh di dalam laut yang sunyi. Mereka meninggalkan keluarga berminggu-minggu.
Kini, KRI Nanggala-402 dan segenap awak kapal telah usai menunaikan tugas negara. Tunai sudah janji bakti kepada Ibu Pertiwi. Nama mereka akan abadi dan terpatri dalam hati segenap bangsa Indonesia sebagai patriot bangsa.
Tugas dan perjuangan mereka akan dilanjutkan oleh para penerus bangsa menjaga Tanah Air Indonesia.
Turut berdukacita yang sedalam-dalamnya. Semoga keluarga yang ditinggalkan ikhlas dan tabah.
Vita Priyambada
Kompleks Perhubungan, Jatiwaringin, Jakarta 13620
Disiplin Kita
Setahun lebih tidak menggunakan kendaraan umum, saya kagum melihat disiplin warga kota Jakarta sekarang.
Tak disangka, kini orang mau antre dan duduk tertib dalam kereta api, bus Transjakarta, ataupun MRT. Sekarang semua kendaraan itu nyaman dinaiki.
Masih teringat, beberapa tahun lalu, orang berebut bergayut di pintu bus, duduk di atap kereta. Ternyata ”orang kita” bisa diajak tertib asalkan ada aturan dan ditindaklanjuti dengan kontrol tegas.
Kalau masih ada yang perlu dibenahi, menurut saya adalah disiplin berkendara para pengguna roda dua. Mungkin karena pandemi, pengguna sepeda motor terasa makin menyesaki jalan. Tidak adanya pembatas jalur lambat membuat mereka ”semau gue”.
Yang paling mengesalkan adalah ketidaksabaran para pesepeda motor, maaf, terutama saudara-saudara kita pengemudi ojek. Mereka masih kurang menahan diri, menekan rem saat lampu merah, masih melawan arus, atau menyerobot saat seharusnya berhenti. Hal ini sering mengagetkan dan membahayakan pengendara lain yang tertib dan mendapat giliran jalan (right of way).
Saya warga pengguna semua: mobil pribadi, KRL, MRT, Transjakarta, angkot, juga pelanggan ojek. Sebagai penumpang ojek, saya selalu membisiki pengemudi kalau dia hendak ngebut atau melanggar rambu lalu lintas.
Mungkinkah untuk menertibkan ojek diberlakukan sanksi dengan cara bekerja sama dengan perusahaan induk mereka? Melibatkan organisasi tempat mereka bekerja mungkin cukup efektif dan bisa mengerem hasrat melanggar peraturan.
Semoga kedisiplinan ini merembet ke hal-hal lain.
Renville Almatsier
Jl KH Dewantara, Ciputat, Tangsel 15411
Koreksi Berita
Dalam pemberitaan harian Kompas (Selasa, 27/4/2021), ada kesalahan pada rubrik Varia Olahraga di halaman 14.
Disebutkan bahwa Stephen Curry menggenapi koleksi tembakan tiga poinnya menjadi 85 pada NBA musim ini. Yang benar adalah Curry sukses melakukan tembakan tiga poin menjadi 85 pada bulan (April) ini, yang kemungkinan masih berlanjut karena saat itu April belum berakhir.
Ini adalah koreksi berita saya yang ke sekian kali mengenai pemberitaan NBA di harian Kompas.
Sangat diharapkan harian terkemuka sekelas Kompas tidak terus-menerus membuat kesalahan dalam menyampaikan berita NBA.
Eddy Wiyana
Serpong
Catatan Redaksi:
Terima kasih. Kami mohon maaf dan dengan ini kesalahan kami perbaiki.