Saham, Kendaraan untuk Meningkatkan Aset
Saham merupakan ”kendaraan” untuk mencapai tujuan keuangan, khususnya jangka panjang, misal lima tahun lagi. Namun, sebelum berinvestasi pada saham, tentukanlah tujuan, yakni meningkatkan aset atau mendapatkan arus kas.
Sekitar 20 tahun lalu, dunia investasi boleh dibilang lebih diperuntukkan bagi mereka yang memiliki dana lebih. Bayangkan, untuk membeli produk reksa dana saja harus memiliki simpanan dana di bank paling tidak Rp 500 juta. Sekuritas juga membandrol dana deposito puluhan juta rupiah.
Kini, kesadaran berinvestasi semakin meluas dengan gencarnya demokratisasi produk investasi. Hanya dengan modal Rp 10.000 saja, investor sudah dapat membeli reksa dana pasar uang di agen penjual daring.
Tidak heran, jika saat ini salah satu sarana investasi yang paling diminati adalah saham. Terlihat dari data Bursa Efek Indonesia, tahun lalu terjadi pertumbuhan sekitar 500.000 akun atau investor ritel baru.
Ada beberapa alasan mengapa investasi pada saham diminati.
- Investasi saham dapat dimulai dengan modal kecil. Memiliki modal sebesar Rp 100.000 saja sudah dapat membuka akun di sekuritas.
- Kendali saham ada di tangan tiap-tiap investor. Harga saham sangat berfluktuasi. Keputusan bertransaksi saham, seperti membeli atau menjual, sebaiknya dilakukan dengan cepat. Dengan memiliki akun saham sendiri, investor dapat segera mengambil langkah atas investasinya. Ini berbeda dengan reksa dana yang dikelola oleh manajer investasi, di mana investor reksa dana menyerahkan semua pengelolaan kepada manajer investasi.
- Modal pada investasi saham dapat diuangkan kapan saja, tidak ada masa jatuh temponya. Dalam hitungan hari, bahkan untuk beberapa sekuritas, jika rekening berada pada bank yang sama, uang dari rekening saham dapat berpindah ke rekening tabungan dengan cepat. Uang hasil penjualan saham dalam dua hari bursa sudah berpindah tangan.
- Imbal hasil berinvestasi akibat kenaikan harga saham dapat lebih besar ketimbang imbal hasil dari tabungan, deposito, atau obligasi. Tentunya, imbal hasil lebih tinggi ini selaras dengan risiko yang lebih tinggi pula. Selain menikmati pergerakan harga saham, investor juga mendapatkan deviden atau pembagian keuntungan dari emiten.
Baca juga: Amankan Modal Setelah Cuan
Apa risikonya?
- Fluktuasi harga saham. Harga saham tidak selalu naik. Oleh sebab itu, diperlukan kecermatan dan kemampuan menganalisis kapan harus membeli, menambah, atau menjual saham. Investor yang tidak mau belajar akan tergilas oleh kesalahan-kesalahan yang menyebabkan modal lenyap.
- Saham tidak dapat ditransaksikan. Ada saham-saham yang terus meluncur harganya hingga ke titik nadir dan tidak ada lagi investor yang berminat membelinya. Situasi ini dapat terjadi beberapa hari, beberapa bulan, bahkan beberapa tahun. Selain karena tidak ada peminat, otoritas bursa juga dapat melakukan suspensi atau penghentian perdagangan saham sementara. Penyebabnya, antara lain, adanya hal-hal yang harus dijelaskan emiten atau pergerakan harga saham yang tidak wajar. Dana investor yang telah dibelikan saham tersebut, terpaksa mandek dan tidak dapat diputarkan sehingga investor kehilangan kesempatan untuk mendapatkan keuntungan dari saham lain.
- Penurunan kinerja emiten. Perusahaan yang mengalami kesulitan kinerja keuangan dapat menyebabkan sahamnya terdepak dari bursa. Selain itu, kinerja emiten yang kurang baik juga menyebabkan investor tidak memperoleh deviden dan harga saham cenderung menurun.
- Risiko lainnya justru berasal dari calon investor atau trader. Calon investor atau trader yang tidak mempersiapkan diri dengan baik saat masuk dunia investasi pasar modal sama saja sedang menjebloskan diri ke dalam risiko kerugian berinvestasi saham.
Baca juga: Mata Uang Kripto, Spekulasi atau Berjudi?
Saham sebagai alat
Saham merupakan alat atau instrumen untuk mencapai tujuan keuangan, khususnya jangka panjang, misal 5 tahun lagi. Alat lainnya bisa berupa tabungan, deposito, obligasi ritel, bisnis, atau properti.
Tujuan keuangan orang berbeda-beda. Sebelum berinvestasi pada saham, tentukanlah tujuan. Ibarat pergi ke terminal bus, tersedia banyak bus dengan berbagai tujuan. Kalau tidak tahu tujuan hendak ke mana, bagaimana kita bisa memutuskan akan naik bus apa?
Dua tujuan besar yang dapat diraih dengan berinvestasi saham adalah meningkatkan aset dan mendapatkan arus kas dari transaksi saham. Setiap tujuan harus dijalankan dengan strategi berbeda.
- Meningkatkan aset
Meningkatkan aset artinya berharap aset saat ini, misalnya sebesar Rp 10 juta, setelah dibelikan saham, akan menjadi Rp 20 juta pada 5 tahun mendatang. Peningkatan aset bisa saja bertujuan mempersiapkan dana untuk kuliah anak atau dana pensiun.
Mari kita hitung…
Sebuah keluarga pada 2021 memiliki seorang anak berusia 2 tahun. Dia diperkirakan akan masuk kuliah pada usia 18 tahun atau 16 tahun yang akan datang.
Biaya kuliah di Fakultas Kedokteran, salah satu jurusan paling mahal, pada tahun 2021 sebesar Rp 245 juta untuk biaya masuk dan Rp 52 juta untuk biaya per semester.
Katakanlah waktu untuk menempuh sekolah kedokteran selama 7 tahun atau 14 semester. Jadi, biaya yang harus disiapkan pada tahun ajaran 2020/2021 sebesar Rp 245 juta ditambah (14 x Rp 52 juta) = Rp 973 juta.
Si anak tidak akan sekolah pada tahun ini, tetapi 16 tahun lagi. Tentunya biaya kuliah sudah naik. Diperkirakan kenaikannya sebesar 10 persen per tahun. Jadi biaya kuliah 16 tahun yang akan datang menjadi Rp 4,47 miliar.
Baca juga: Strategi Menghadapi Pasar Saham yang Tengah ”Sideways”
Pusing?
Terkejut?
Bagaimana caranya mendapatkan dana pendidikan sebesar itu?
Sang ayah cukup cerdas. Dia membeli saham yang kenaikan harganya (tidak memperhitungkan dividen) sama dengan kenaikan biaya kuliah anaknya kelak. Perhitungannya seperti ini.
Biaya kuliah 16 tahun lagi Rp 4,47 miliar. Sisa waktu 16 tahun. Investasi yang dipilih adalah saham, dengan kenaikan 10 persen per tahun. Uang yang harus dialokasikan untuk membeli saham setiap bulan selama 16 tahun adalah Rp 2,5 juta per bulan.
Jadi, si Ayah membeli saham sebesar Rp 2,5 juta per bulan secara konsisten agar 16 tahun yang akan datang mendapatkan dana pendidikan Rp 4,47 miliar. Perjalanan investasi saham selama 16 tahun tidak selalu mulus.
Bisa jadi, si Ayah merugi pada tahun ini dan tahun berikutnya, tetapi mendapatkan keuntungan pada tahun-tahun berikutnya lagi. Semakin tinggi imbal hasil, semakin rendah pembelian saham setiap bulannya, seperti yang terlihat pada tabel. Risiko pada saham dapat dikompensasikan dengan horizon investasi yang panjang.
Cara lainnya, dengan menempatkan dana sebesar Rp 973 juta sekaligus tahun ini, lalu dibelikan saham dengan rerata kenaikan 10 persen per tahun. Pada tahun ke-16, dana sudah berkembang menjadi Rp 4,47 miliar.
Bandingkan dengan Ayah lain. Dia hanya menempatkan dana pada tabungan saja karena takut risiko berinvestasi pada saham, tidak punya waktu untuk belajar, dan alasan ”indah” lainnya. Asumsinya, tabungan memberikan imbal hasil sebesar 3 persen per tahun setelah dipotong pajak.
Dengan perhitungan yang sama, dana yang harus disisihkan ke tabungan sebesar Rp 124 juta per bulan agar mendapatkan tujuan keuangan yang sama. Harap diingat, tabungan bukanlah instrumen yang tepat untuk mempersiapkan rencana keuangan jangka panjang.
Biasanya, untuk meningkatkan pertumbuhan aset, strategi yang diambil adalah menjadi investor. Membeli saham langsung dalam jumlah besar atau mencicilnya hingga tujuan tercapai. Investor lebih jarang bertransaksi.
2. Tujuan lain berinvestasi saham adalah mendapatkan arus kas. Saham dapat memberikan arus kas kepada investor dan trader. Tidak hanya satu kali satu tahun ketika pembagian dividen, tetapi juga ketika harga saham bergerak.
Setiap pergerakan harga saham dapat dimanfaatkan oleh trader untuk menghasilkan uang. Trader dengan jam terbang tinggi dapat menghasilkan uang dari perdagangan saham hingga ratusan juta, bahkan miliaran rupiah per bulan.