Bicara vaksin Nusantara sebetulnya belum bicara vaksin jadi. Ini baru proses menuju calon vaksin dengan platform yang tidak sama dengan vaksin konvensional yang ada.
Kalau calon vaksin ini jadi heboh, itu lantaran ”dapur” proses pembuatannya telanjur menjadi konsumsi publik. Opini medik berbasis ketentuan kaidah ilmiah jadi rancu dengan opini publik yang mengandalkan akal sehat semata. Suatu hal yang sebetulnya tak boleh terjadi.
Di mata medik, bukti ilmiah (scientific evidence) dilemahkan oleh testimoni sekelompok orang dan tokoh. Rancunya opini medik dengan opini publik jelas membingungkan masyarakat. Publik tak bisa membedakan mana yang benar dari yang tidak benar.
Dapur pembuatan vaksin tentu harus ilmiah, tunduk pada aturan dan protokol riset serta cara uji yang benar. Kalau masalah sampai timbul, itu karena pihak penggagas calon vaksin dianggap berkutat pada cara yang tidak bersesuaian dengan protokol BPOM. Uji fase pertama dinilai belum valid, sudah mau lanjut memasuki uji fase kedua.
Pihak penggagas calon vaksin beranggapan uji fase pertama tidak perlu sama dengan protokol uji BPOM sebagaimana wajib ditempuh oleh vaksin konvensional. Misal, oleh karena bahan vaksin diperoleh dari darah penerima vaksin sendiri (autologus), apakah masih perlu menempuh uji yang sama dengan uji vaksin konvensional?
Kalau bahan vaksin diolah dari darah sendiri, apa masih perlu uji pada hewan? Perlu diskusi ilmiah pihak BPOM dengan tim penggagas vaksin baru untuk mendudukkan persoalan supaya ada kesepakatan kedua belah pihak.
Melihat tujuan menemukan vaksin baru untuk kemaslahatan bangsa, niat ini perlu kita dukung. Namun, semua pihak perlu tunduk pada kebenaran ilmiah. Kita tahu niat mulia ini ditunjang teknologi tinggi Amerika Serikat, dan konon tersedia teknologi untuk memproduksi massal. Ini bonus buat bangsa kalau terbukti benar, vaksin mampu bertahan seumur hidup.
Dari berita yang beredar, pendampingan ilmiah pihak BPOM sudah dikerjakan selama uji fase pertama di Universitas Diponegoro. Ini perlu lebih diungkapkan supaya terang benderang di antara kalangan medik ataupun publik, tidak perlu baku salah sangka. Tidak ada dusta di antara kita.
Dr HANDRAWAN NADESUL
Jalan Metro Alam I, Pondok Indah, Jakarta 12310