Pemerintahan Jokowi sebenarnya telah berbuat banyak. Membangun jalan, stadion, kebijakan satu harga BBM, dan seterusnya, yang telah merebut hati rakyat Papua. Namun, ini belum cukup mengingat kompleksitas masalah Papua.
Oleh
Djoko Madurianto Sunarto
·5 menit baca
KOMPAS/RIZA FATHONI
Sejumlah siswa kelas V SDN 05 Pagi Pondok Kelapa, Jakarta Timur, mengikuti uji coba pembelajaran tatap muka terbatas, Rabu (7/4/2021). Pemerintah Provinsi DKI melakukan uji coba pembelajaran tatap muka terbatas di 100 sekolah mulai 7 April hingga 29 April 2021 dengan menerapkan protokol kesehatan Covid-19 yang ketat. Skema yang akan diterapkan adalah pembelajaran tatap muka secara bergantian dalam ruangan maksimal 50 persen dari kapasitas ruangan. Sebanyak 85 sekolah dari semua jenjang pendidikan akan mengikuti uji coba yang tersebar di enam kabupaten/kota, dengan rincian 1 sekolah di Kepulauan Seribu, 25 sekolah di Jakarta Selatan, 25 sekolah di Jakarta Timur, 10 sekolah di Jakarta Pusat, 18 sekolah di Jakarta Barat, dan 6 sekolah di Jakarta Utara.
Saya mesem-mesem membaca opini Pak Zainoel di kolom ini (Jumat, 16/4/2021) tentang konsep pendidikan dasar. Kita ternyata senasib. Saya dan istri juga bingung menghadapi anak kami, kelas VI SD swasta di Yogyakarta.
Mereka telah menyelesaikan tes pendalaman materi (TPM) pertama dan kedua. Minggu depan mulai menjalani TPM ketiga dan puncaknya pada Mei 2021, yakni asesmen standar pendidikan daerah (ASPD).
Kami terpaksa mengikutsertakan anak kami les matematika sejak kelas IV SD karena hilangnya latihan (drilling) berhitung. Untuk menghadapi TPM dan ASPD, kami mengikutsertakan anak kami les khusus anak kelas VI SD di lembaga bimbingan belajar. Ini karena yang diujikan berbeda dengan pelajaran di sekolah.
Sekarang, sekolah dasar banyak macamnya. Ada sekolah internasional, inklusi, alam, sanggar, atau malah home schooling. Maka diadakanlah ASPD agar terstandar. Terbitlah buku-buku soal beserta penyelesaiannya, juga berbagai lembaga bimbingan belajar.
Sebagai perbandingan, SD saya tahun 1970-an di Jayapura, Papua. Sebuah SD swasta dengan pendidikan ala Belanda. Sejak kelas I SD, kami ditempa pembelajaran dasar beserta latihan (drilling): menulis huruf tegak dan miring dengan buku khusus, membaca dan mengeja dengan lantang, membaca buku cerita dan menceritakan kembali, dikte dan menyimak, berhitung, menghafal penjumlahan dan perkalian, serta pengetahuan umum.
Selebihnya kegiatan di SD adalah upacara bendera, senam pagi, olahraga, prakarya, memasak, kerja bakti, pramuka, dan lain-lain. Kelihatannya sepele, tetapi upacara bendera melatih disiplin anak. Pancasila hafal luar kepala. Senam pagi memaksa bergerak agar anak bertumbuh kembang baik. Aktivitas lain menumbuhkan minat dan bakat, kreativitas, dan kemandirian anak.
Menurut saya, tes kelulusan pendidikan dasar cukup dengan anak didik membuktikan keterampilan dan pengetahuan dasar membaca, menulis, dan berhitung saja.
Caranya dengan ujian praktik membaca (intonasi, titik, koma, tanda baca) dan menulis cerita (dengan ejaan dan tata bahasa baku), serta berhitung. Bisa hafalan maupun tertulis dalam hal penjumlahan dan perkalian bilangan.
Djoko Madurianto Sunarto
Jalan Pugeran Barat, Yogyakarta, 55141
Bayar PBB
Untuk pertama kali para warga di kompleks perumahan kami di Cipinang Muara, Jakarta Timur, menerima Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (E-SPPT untuk PBB) melalui media onlinee-mail. Tahun-tahun sebelumnya, kami menerima surat pemberitahuan itu dalam bentuk tercetak melalui kelurahan, rukun warga, dan rukun tetangga.
Yang membingungkan, saya harus membayar PBB tahun 2020 sebanyak dua kali karena E-SPPT PBB yang saya terima melalui e-mail mencantumkan tahun 2020, bukan 2021.
Padahal, untuk tahun 2020, pajak itu sudah ditagih dan pada awal tahun terkait. Juga pada tahun-tahun sebelumnya, selalu tercantum tahun pembayaran PBB untuk tahun yang terkait.
Sepengetahuan saya, pajak lazim dilunasi pada bulan-bulan awal tahun pajak tersebut, bukan pada tahun berikutnya.
Ketika saya mengirimkan dana pembayaran PBB pada 12 April lalu melalui ATM di Jakarta Pusat dengan bantuan pegawai bank tersebut, pengiriman itu ditolak karena mencantumkan tahun 2021.
Kantor pajak baru mengakui bahwa ”tagihan sudah terbayar” setelah saya mencantumkan pembayaran untuk tahun 2020.
Dengan demikian, saya membayar PBB sebanyak dua kali untuk tahun itu. Seandainya pada tahun 2022 surat pemberitahuan itu mencantumkan tahun 2021, saya berharap tidak perlu mengirimkan dana pembayaran yang sudah saya lunasi tahun ini.
Mudah-mudahan demikian pertimbangan kantor pajak.
A ASTRAATMAJA
Cipinang Muara, Jakarta Timur
Dialog Lagi untuk Papua
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Anak-anak berlarian di hamparan sabana di Bukit Sontiri, Distrik Kebar, Tambrauw, Papua Barat, Sabtu (17/4/2021). Bukit Sontiri merupakan perbukitan yang dikelilingi sabana luas yang menjadi daya tarik tersembunyi untuk berwisata di kawasan Lembah Kebar. Dari puncak bukit terlihat jelas barisan Pegunungan Tambrauw yang membujur dari timur ke barat sejajar dengan pantai Samudra Pasifik di Papua Barat.
Kekerasan, seperti pembakaran sekolah, pembunuhan warga sipil, dan lain-lain, terus terjadi, bahkan makin marak di Papua. Terakhir, Brigjen TNI Gusti Putu Danny Nugraha, Kepala Badan Intelijen Negara Daerah (Kabinda) Papua, juga gugur ditembak.
Tulisan saya, ”Solusi untuk Papua”, dimuat di rubrik ini (18/12/2019). Intinya mengingatkan perlunya dialog yang intens, egaliter, dan bermartabat pada para pihak. Namun, tampaknya hingga saat ini belum terwujud baik.
Penolakan terus berlangsung pada RUU Otsus. Bahkan, pelantikan dua pejabat sekda, satu oleh Kemendagri dan satu oleh Pemprov Papua untuk jabatan yang sama, membuktikan minimnya dialog.
Pemerintahan Jokowi sebenarnya telah berbuat banyak. Membangun jalan Trans-Papua, stadion, kebijakan satu harga BBM, dan seterusnya, yang sebenarnya telah merebut hati rakyat Papua. Namun, ini belum cukup mengingat kompleksitas masalah Papua.
Misalnya, banyak sekali anak muda Papua yang meneruskan studi di luar Papua (terbanyak di Jawa). Masalahnya ketika mereka selesai dan kembali ke Papua, apakah tersedia lapangan kerja?
Dialog memang bukan segalanya, tetapi dialog yang intens, egaliter, dan bermartabat dapat menjadi pintu masuk untuk memformulasikan kebijakan yang tepat dan dieksekusi dengan baik pula.
Pendekatan keamanan bisa dilakukan dengan hati-hati dan terukur. Semoga kedamaian dan kesejahteraan di Papua dapat segera diwujudkan.
BHAROTO
Jalan Kelud Timur, Semarang
Imajinasi Melihat Masa Depan Dunia
Kita perlu belajar dari Bill Gates, salah satu orang terkaya dunia, pendiri Microsoft. Kita malah memilih budaya instan, kurang menghargai proses.
”Meski terlahir dari keluarga miskin, banyak orang muda tak mau bekerja pada jenis pekerjaan fisik, lebih memilih pekerjaan tak berkotor tangan meski gaji kecil, ketimbang pekerjaan fisik berkotor tangan dengan penghasilan yang bisa ia tentukan sendiri,” ujar Sidharta Susila (Kompas, 14/4/2021).
Diam-diam, Bill Gates telah membeli 242.000 hektar tanah pertanian di Amerika Serikat. Membuat ia menjadi pemilik lahan pertanian swasta teratas di AS meskipun ia seorang miliarder teknologi.
Ini adalah salah satu upaya Bill Gates mencukupi kebutuhan pangan. Menurut CNBC, pada 2008, Bill dan Melinda Gates Foundation menghibahkan dana 306 juta dollar AS untuk pertanian berkelanjutan para petani kecil di kawasan sub-Sahara Afrika dan Asia Selatan.
Kita bisa melihat bagaimana kejelian dan imajinasi seorang Bill Gates dalam menatap masa depan dunia. Ia prihatin dengan kepunahan spesies, perubahan iklim, meningkatnya kemiskinan, penyakit, sampah, krisis pangan, dan sebagainya. Dunia hari ini penuh permasalahan.
Namun, sebagai bangsa, kita sulit belajar dari kesalahan sebelumnya. Kita juga tidak berani berimajinasi dan mewujudkan dunia yang lebih baik untuk anak cucu kita.
Mari, generasi muda, kita buktikan kita bisa berubah. Jangan takut bekerja fisik, termasuk menjadi nelayan dan petani. Mari kita bangun negeri.
Diko Ahmad R Primadi
Magister Pendidikan Matematika, Universitas Ahmad Dahlan