Materi pelajaran yang terlalu dalam dan sangat beragam tidak akan menghasilkan anak-anak super. Menurut analisis PISA, kemampuan siswa Indonesia di bidang sains, matematika, dan membaca, masih sangat rendah.
Oleh
Ali Khomsan
·3 menit baca
Dalam surat pembaca Kompas (Jumat, 16/4/2021), Bapak Zainoel Biran menyoroti arah pendidikan dalam menyusun kurikulum. Intinya, banyak materi pelajaran yang dulu diberikan saat SMP/SMA, tetapi sekarang sudah diberikan pada tingkat SD.
Siswa SD diharapkan mempunyai kompetensi dalam hal membaca, menulis, dan berhitung (matematika). Namun, pada kenyataannya, mereka menerima banyak mata pelajaran dengan tingkat kedalaman luar biasa.
Pengalaman saya mirip dengan pengalaman Bapak Zainoel Biran. Ketika anak saya masih kelas III SD (2004), mata pelajaran IPA yang ia terima membahas berbagai jenis tanah, seperti tanah aluvial, litosol, organosol, dan andosol. Siswa juga harus dapat membedakan bebatuan, seperti batu granit, obsidian, basal, dan breksi. Apakah pendidikan kita akan mengarahkan anak-anak SD menjadi ahli geologi?
Mungkin selama ini anggapannya mumpung otak anak-anak sedang berkembang, perlu diisi sepadat-padatnya dengan informasi ilmu pengetahuan. Tidak pernah terpikirkan bahwa informasi yang berlebihan akhirnya akan luber, tumpah, sehingga tidak ada gunanya.
Materi pelajaran yang terlalu dalam dan sangat beragam tidak akan menghasilkan anak-anak super. Hanya sedikit anak-anak kita yang akhirnya dapat menyerap pelajaran dengan baik. Sementara yang kemampuannya pas-pasan, apalagi di bawah rata-rata, lebih banyak bengong. Terbukti dari hasil Programme for International Student Assessment (PISA), kemampuan siswa Indonesia di bidang sains, matematika, dan membaca masih berada di peringkat bawah.
Kita semua berharap banyak kepada Kemendikbud dan Ristek untuk membenahi pendidikan dasar di Tanah Air. Lompatan teknologi berlangsung begitu cepat dan hal ini menuntut penyiapan pendidikan dasar berkualitas.
Ali Khomsan
Perumahan Tanah Baru, Bogor
Tanggapan BRI
Menanggapi surat pembaca di harian Kompas berjudul ”Uang Raib 1” dan ”Uang Raib 2” (Rabu, 7/4/2021), kami sampaikan penjelasan berikut.
BRI menyampaikan permohonan maaf atas ketidaknyamanan yang dialami nasabah atas nama Budi Sartono di Kabupaten Bandung dan Muhammad Khamdi di Batang, Jawa Tengah.
BRI telah menerima dan menindaklanjuti pengaduan Sdr Budi Sartono dan telah mengembalikan dana sebesar Rp 2.500.000. Pengembalian berlangsung 6 April 2021.
Selanjutnya BRI juga telah menerima dan menindaklanjuti pengaduan Sdr Muhammad Khamdi dan telah mengembalikan dana sebesar Rp 611.500. Pengembalian berlangsung 29 Maret 2021.
BRI terus mengimbau kepada semua nasabah untuk senantiasa berhati-hati saat bertransaksi perbankan. Caranya dengan tetap menjaga kerahasiaan data perbankan nasabah, tidak membagikan informasi apa pun kepada pihak-pihak yang mengatasnamakan BRI, dan mengganti PIN secara berkala.
Aestika Oryza Gunarto
Corporate Secretary BRI
Tips Berbuka
Saat Ramadhan, banyak pedagang makanan dan minuman untuk berbuka puasa. Segala jenis makanan ada, dari takjil sampai lauk dan sayur.
Namun, banyaknya orang yang membeli makanan berbuka puasa membuat makanan cepat habis kalau kita datang di atas pukul 17.00.
Begitu pula jika memesan menu berbuka melalui aplikasi daring. Sebaiknya memesan 2-3 jam sebelum saat berbuka karena bisa saja restoran yang kita pilih ramai sehingga pengemudi harus mengantre.
Dengan demikian, kita tidak hanya mendapat makanan tepat waktu, tetapi juga memudahkan pengemudi aplikasi agar tidak membuang waktu.
Defina Putri
Mahasiswa Beasiswa Unggulan Kemendikbud, Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti